Arief Budiman (Ketua KPU RI), “Tuduhan itu Menyakitkan”

Oleh: Syulianita (Editor) - 23 September 2019

Di ruangannya yang tertata rapi, Arief Budiman menerima Men’s Obsession untuk wawancara di tengah kepadatan kerjanya. Banyak hal ia ungkapkan dalam wawancara ini. Seperti ‘curhat’, ia memaparkan semua hal yang terjadi selama Pilpres dan Pileg tahun 2019 kemarin. Ia sedikit agak emosional ketika disinggung bahwa ada ketidakadilan yang dilakukan KPU sehingga lembaga ini kerap dituding curang. Bahkan, ia juga mau menjawab pertanyaan soal dugaan-dugaan yang unik tentang isu tak masuk akal seperti dugaan kekuatan gaib yang ada selama ia memimpin. Berikut petikannya:

 

Dalam Pilpres kemarin KPU dituding curang, bagaimana Bapak menyikapi tudingan tersebut?

Tuduhan itu sangat menyakitkan bagi saya. Tuduhan itu mengada-ada. Semua orang bisa lihat, seluruh tahapan pemilu dilaksanakan secara terbuka. Anda lihat saat kami melakukan tahapan regulasi, uji publik, semua peserta diundang dan ada di situ. Kami juga mengundang perwakilan dari lembaga pemerintah dan teman-taman NGO. Jadi, sejak menyusun regulasi itu semua sudah terbuka.


Soal transparansi juga?

Ya, proses pemungutan dan penghitungan suara semua orang menyaksikan, baik secara langsung di TPS, semua saksi dihadirkan di TPS, semua pemantau datang ke TPS, pengawas TPS dari jajaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) itu ada di setiap TPS. Jadi, semua orang menyaksikan, termasuk menyaksikan melalui sistem informasi yang disediakan oleh KPU. Orang dengan mudah sekarang mengakses di TPS mana, angkanya berapa, data digital scanning fomulir sertifikatnya seperti apa sehingga kalau kami mau curang mestinya kami membangun sistem yang tidak transparan. Lah ini kan kami pertontonkan semua, masa curang mau dipertontonkan, rasa-rasanya tidak masuk akal tuduhan itu. Bahkan, setelah kami sajikan dalam bentuk digital, siapa yang nakal di tempat itu akan mudah ketahuan dan publik bisa melaporkan kepada KPU, kami langsung menindaklanjuti. 

 

Pemilu 2019 banyak beredar kabar hoaks, bagaimana KPU menghadapinya ?

Untuk Hoaks, kami merespon dengan dua cara. Kalau hoaks itu tidak berdampak masif, hoaks itu biasa-biasa saja, kami cukup melakukan klarifikasi melalui media sosial. Misalnya, ada hoaks tentang, ini ada Arief Budiman kerja sama dengan Cina. Karena, hanya menyangkut saya, saya hadapi biasa saja, tidak mau lebay dan baper. Cukup melakukan klarifikasi. Tetapi, ada hoaks yang menurut saya sangat berbahaya, berdampak masif, bisa mempengaruhi kepercayaan publik terhadap KPU. Maka, kami tidak cukup merespons hanya dari media sosial. Namun, kami laporkan kepada aparat penegak hukum. Misalnya, hoaks tentang isu 7 kontainer surat suara sudah dicoblos, wah itu berdampak besar karena orang bisa sangat terpengaruh dan tidak percaya kepada KPU.  Maka, kami laporkan ke polisi. Kemudian, hoaks tentang KPU sudah mengatur server-nya untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Ini bahaya, sehingga kemudian kami laporkan kepada penegak hukum. Jadi, begitu cara kami merespons penyebaran hoaks. Bukan karena marah, baper, lebay, tapi kami cukup proporsional melihat hoaks itu.

 

Selama menjelang Pemilu 2019 hingga pelaksanaanya, apakah banyak ancaman baik kepada KPU, Bapak, maupun keluarga?

Saya menjadi penyelenggara pemilu sudah hampir 20 tahun, mulai tahun 1999 sampai 2019. Pengalaman diancam sebetulnya banyak, baik melalui media sosial, SMS, WA, maupun yang ketemu langsung. Saya menyikapi ancaman-ancaman itu biasa saja. Orang marah, kecewa, biasanya karena dia tak mampu menahan dirinya, dia mengancam. Ya, saya hadapi secara proporsional saja. Kalau cukup dengan saya jawab, ya saya jawab, tapi kalau sudah menyangkut keselamatan banyak orang, keluarga atau anak saya, saya meminta bantuan kepada aparat keamanan untuk ikut mengamankan. Jadi misalnya di rumah, ditempatkanlah aparat keamanan untuk menjaga. Kemudian, saat kami merekap, kantor dipasang kawat berduri dan petugas yang berjaga jumlahnya ditambah. Saya menyikapi bergam ancaman dengan cukup proporsional saja.

 

Keluarga bagaimana?

Keluarga awalnya biasa-biasa saja, tapi begitu melihat eskalasinya naik, apalagi medsos dan televisi menyiarkan mengkhawatirkan, seperti ada yang dibakar, digeruduk, mereka mulai khawatir juga. Saya bilang ke mereka semua harus mawas diri. Saya tidak mungkin menjaga istri dan anak yang tempatnya berpencar-pencar. Sehingga, kami membuat SOP sendiri. Misalnya, saya bilang kepada anak jangan sembarangan bicara sama orang yang tak dikenal, tidak boleh menerima sesuatu dari orang asing. Terus istri saya kalau mau berpergian harus ada yang menemani, tidak boleh sendirian.

 

Kalau sampai sekarang masih dapat ancaman?

Sekarang tidak pernah ada ancaman, tapi mungkin protes-protes keberatan. Ada saja kebijakan yang sudah saya keluarkan diprotes. Tidak seperti dulu, yang rentan ancaman. Bagi saya, orang marah atau kecewa, sudah biasa, saya akan hadapi dan jelaskan. Pernah ada peristiwa lucu, tepatnya saat saya datang ke sebuah pameran di JCC, Senayan, Jakarta. Saya jalan ke lorong sebelah sini, orang memuji-muji saya, "Pak Arif selamat ya, pemilunya sukses". Lalu, saya jalan di lorong yang lain, orang-orang di situ memaki-maki saya. "Curang kamu!" kata mereka. Jadi, bagi saya dalam satu ruangan saja terjadi hal seperti itu maka hidup pun begitu. Kita harus siap. 

 

Kabarnya serangan di luar nalar seperti serangan gaib juga dialami?

Saya tidak merasa itu (serangan gaib). Saya menjaga diri saya secara fisik, mental, dan spiritual. Salah satu kunci penting menjaga ketenangan dalam bekerja adalah ibadah. Jadi, kalau saya merasa mulai terganggu, salah satu save correction diri saya, yaitu ibadah. Jangan- jangan ibadah saya yang kurang. Biasanya kalau sudah rajin beribadah, hati tenang. Misalnya, kalau banyak tamu, salatnya menjadi terlambat. Kalau terus menerus seperti itu, hati tidak akan tenang, tapi kalau tertib, kembali merasakan kedamaian. Jadi, kalau mulai gelisah dan menghadapi persoalan yang sangat berat, cukup perbanyak ibadah.

 

Serangan yang aneh-aneh lainnya?

Nggak ada, kayanya serangannya yang anehanehnya nggak nyampe.

 

Terkait Pilkada Serentak 2020, apakah KPU siap untuk melaksanakan?

KPU siap untuk melaksanakan itu bahkan kami akan melakukan beberapa terobosan. Pertama, kami akan terus berjuang untuk mengakomodasi pelarangan eks terpidana koruptor, pelaku kejahatan seksual pada anak, dan bandar narkoba menjadi peserta Pilkada 2020 karena saya bersama temanteman di sini berfikir, hidup sekali harus memberikan arti. Kita tidak selamanya ada di KPU, sekarang saat kita masih diberi kewenangan oleh negara untuk mengatur maka kami akan usulkan kembali. Saya tidak tahu, apakah masyarakat melakukan Judical Review lagi dan kami nantinya menang atau kalah, itu urusan belakangan. Namun, kami harus mengupayakan. Saya punya keyakinan, dengan kejadian ada beberapa calon yang terpilih kemarin, tersangkut korupsi lagi dan tertangkap kembali. Kemudian, ada yang melakukan korupsi ,sudah ditahan, masih menang juga. Mungkin ini membuka mata orang bahwa tidak bisa kita menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat karena yang tidak baikpun masih terpilih kembali maka kita harus bangun dengan sistem. 

Kedua, supaya Pilkada Serentak bisa lebih baik, KPU akan usulkan e-rekap. Jadi, nanti hasilnya akan bisa lebih cepat. Kalau kemarin kami punya dua cara, manual sebagaimana perintah undang-undang dan situng atau sistem informasi penghitungan yang ditampilkan oleh KPU. Namun, situng ini bukan hasil resmi. Sekarang, kami mengusulkan data digital hasil rekap secara elektronik adalah hasil resmi. Jadi, nanti KPU Kabupaten-Kota mengirim data ke pusat tabulasi, begitu datanya masuk, data itulah yang ditetapkan sebagai hasil pemilu secara resmi. Nanti akan cepat. Dua hal ini saya siapkan untuk Pilkada Serentak 2020 supaya menjadi lebih baik.

 

Pesan untuk masyarakat Indonesia?

Untuk masyarakat Indonesia. Pertama, negara ini sudah menyepakati bahwa untuk mengganti, regenerasi, proses regenerasi kepemimpinannya itu disepakati dengan pemilu. Mau ganti presiden, gubernur, wali kota, bupati, DPR, semua disepakati melalui pemilu. Dan, itu kita lakukan setiap lima tahun sekali. Oleh  karena itu, silahkan Anda semua pilih orang-orang yang baik dalam pemilu. Kalau Anda tidak memilih orang baik maka lima tahun ke depan Anda akan rugi dipimpin oleh orang yang tidak baik. Tapi, kalau berhasil memilih orang yang baik maka lima tahun ke depan kita akan beruntung karena banyak kebaikan yang akan terjadi jika dipimpin oleh orang baik. Setiap pemilu adalah saat yang tepat bagi kita untuk memberikan evaluasi, apakah pemimpin kita sudah melaksanakan amanah yang kita berikan atau tidak. Di situ, kita memutuskan untuk pilih dia kembali atau tidak. Anda ingin Indonesia makmur, adil, dan sejahtera? Salah satunya diwujudkan oleh pemimpin-pemimpin yang baik maka pemilu jadi sarana atau proses awal untuk mewujudkan negeri yang adil, makmur, dan sejahtera. Pemimpin yang baik, pasti akan membuat kebijakan yang baik.

 

Bagaimana Bapak membangun team work di KPU?

Pertama harus tunjukkan kepada mereka bahwa saya bekerja dengan cara yang transparan. Kalau kerjanya transparan orang tidak curiga terhadap saya, maka mereka dengan ikhlas mendukung pekerjaan yang kita hadapi. Tapi, kalau saya punya niat tidak baik atau buruk, menyembunyikan kepentingan sesuatu, pasti mereka tidak akan mau bekerja secara tim dengan baik. 

Kedua, toleransi. Orang kan memiliki kemampuan yang spesifik di bidangnya masing-masing. Saya tidak paksakan mereka melakukan seluruh pekerjaan. Kalau urusan ini si A yang kerjakan, kalau urusan itu si B yang kerjakan. Dengan begitu, semua pekerjaan terdistribusi dengan baik. Kalau semua pekerjaan dibagi dengan beban yang sama, maka team work akan berjalan. Ini merupakan salah satu ilmu manajemen saja. Yang terakhir, mengerti situasi dan kondisi seseorang. Misalnya, yang satu tidak mampu mengerjakan pekerjaannya maka yang lain harus mau membantu. Jadi, masing-masing melengkapi untuk yang lainnya.

 

Setelah purna tugas menjadi Ketua KPU, apa rencana Bapak ke depan?

Sejak saya mahasiswa dan menjadi KPU provinsi, pekerjaan saya banyak. Terutama yang paling saya suka adalah berdagang. Kemungkinan kalau tidak lagi di KPU dan kebetulan saya sudah dua periode di sini sehingga tidak akan jadi KPU lagi, saya akan kembali berdagang. Lantaran, berdagang adalah salah satu pintu rezeki.

 

Sosok inspirator?

Banyak, tapi ada tiga sosok yang menginspirasi saya. Pertama, bapak saya yang mengajarkan kedisiplinan. Itu saya alami sendiri, dulu bapak saya PNS, tidak pernah tiba di kantor terlambat. Kedua, saya belajar kesabaran dan kesederhanaan dari ibu saya. Di tengah keterbatasan dan kesederhanaan keluarga, ibu mendidik kami untuk mampu melewati itu semua dengan baik. Didikan beliau, terbawa sampai sekarang. Pernah suatu ketika, saya ingin membelikan mainan untuk anak, kebetulan isteri tidak ikut. Saya pergi ke Pasar Gembrong, saya kaget, orang bertanya, "Loh, ini pak Arief? Kok beli mainannya di sini, bukannya di mall?" 

Bagi saya, itu tidak menjadi masalah, ketika saya ingin membeli mainan di pasar bukan di mall.  Persis ketika saya lebih senang kulineran di pinggir jalan, ketimbang di mall. Salah satu makanan kesukaan saya adalah ketoprak di Taman Lawang, tepat di belakang kantor. Penjualnya kalau saya beli, sudah hapal racikan untuk saya. Ketiga, saya sangat terinspirasi dengan B.J. Habibie. Tentang kecerdasan, iman dan taqwa, serta harmoni kehidupan, saya banyak belajar dan terinspirasi dari beliau. Makanya, kalau melihat filmnya beliau, Habibie dan Ainun, saya sampai menguras air mata. Hal penting yang saya petik adalah keluarga itu penting. Dulu, waktu masih energik dan muda, kerja sampai malam juga dilakoni, kalau keluarga telepon nanti saja dulu. Sekarang, sudah tidak lagi karena ketika orang lain tidak lagi mendoakan, keluargalah yang masih mendoakan kita. Jadi, bagi saya keluarga sangat penting.

 

Obsesi Bapak dalam hidup?

Suatu saat saya ingin pemilu kita ini harus mampu dilaksanakan dengan efektif dan efesien. Jalannya tepat waktu, tahapannya tidak perlu terlalu lama, dan harus murah bagi siapapun. Misalnya, murah bagi penyelenggara pemilu. Sekarang itu kan karena perintah undang-undang, orang yang menjadi penyelanggara pemilu pada hari pemungutan suara, dengan desain yang sekarang kalau ditotal secara keseluruhan, bukan hanya KPU, hampir 15 juta orang. KPU saja, 9 orang dikali 800 ribu lebih. Itu, hanya level TPS. Kalau ditambah PPS, PPK Kabupaten, bisa mencapai 8 juta orang. Seratus persen anggaran yang kami gunakan, sekitar 60 persen untuk membayar honorer. Kalau nanti ada mekanisme penggunaan teknologi informasi pada pemilu, kami tidak perlu melibatkan banyak orang, sehingga murah bagi penyelenggara.

Kedua, pemilu murah bagi peserta pemilu. Bagi partai politik, calon kepala daerah, calon presiden, harus murah. Cara murahnya bagaimana? Pertama-tama, kita harus menghapus money politic karena jangan-jangan sebagian besar pengeluaran mereka ke situ. Jadi, biaya yang mahal itulah yang akhirnya memunculkan semangat untuk mengembalikan modalnya. Undang-undang sudah mengarah ke sana. Apa buktinya? sebagian kegiatan kampanye tidak pertu dibiayai oleh peserta pemilu, tapi dibiayai oleh negara. Membuat baliho, spanduk, iklan di televisi atau media massa, calon sudah tidak boleh pasang sendiri, melainkan KPU. Artinya, sudah bisa menekan pengeluaran. Namun, kami akan terus mendorong agar bisa lebih murah lagi. Kalau sudah murah bagi penyelenggara dan peserta, banyak hal baik yang bisa dicapai.