Arief Budiman (Ketua KPU RI), “Tuduhan itu Menyakitkan”

Oleh: Syulianita (Editor) - 23 September 2019

Naskah: Purnomo Foto: Sutanto/Dok. MO/Istimewa

Pesta demokrasi tahun 2019 usai sudah. Rakyat, tak hanya telah memilih para wakilnya di parlemen, tapi juga presiden dan wakil presiden-nya. Meski harus diakui, perhelatan itu telah meninggalkan banyak hal, tapi sebagai sebuah perhelatan politik terbesar sepanjang perjalanan negeri ini, Pemilu 2019 bolehlah dikatakan berhasil. Gugatan hasil pemilihan umum (pemilu) baik untuk legislatif maupun presiden dan wakilnya nyaris minim.

 

Sukses Pemilu 2019 memang tak lepas dari peran banyak pihak. Namun, sentral dari semua itu ada di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan segenap jajarannya yang dipimpin Arief Budiman selaku Ketua KPU. Perjalanan panjang dan melelahkan yang telah dilakukan Arief dalam mengomandani pelaksanaan Pemilu 2019 tentu menjadi cerita menarik. Ada banyak tantangan dan rintangan yang harus ia lewati untuk menuntaskan tugas negara yang dibebankan kepadanya dengan baik dan benar.

 

Ya, selama kepemimpinannya, pria kelahiran Surabaya, 2 Maret 1974 ini dinilai oleh publik telah berhasil menyelenggarakan Pilpres maupun Pileg 2019. Pertama kali menjabat sebagai ketua KPU, reputasi Arief di lembaga penyelenggara pemilu ini sudah terlihat jelas. Ia mampu menakhodai KPU dalam menjalankan tugasnya. Meski begitu, Arief menilai hasil kerjanya itu semata-mata untuk membuat KPU lebih baik lagi dari yang sebelumnya. 

 

“Tentu penilaian itu saya serahkan kepada masyarakat, tetapi yang jelas KPU menyelenggarakan Pemilu 2019 berupaya maksimal untuk memperbaiki apa saja yang kurang di 2014,” ujar Arief kepada Men’s Obsession di ruang kerjanya.   Hal itu juga dapat dilihat dari kebijakannya yang telah membuat terobosanterobosan baru yang bisa membuat Pemilu 2019 lebih baik, lebih transparan, mudah diakses oleh publik, dan kepentingan KPU adalah membangun kepercayaan publik terhadap proses pemilu itu sendiri. 

 

Bahwa publik menilai Pemilu 2019 bisa berjalan dengan baik, tentu ia berterima kasih dan mengapresiasi karena memang berdasarkan catatan-catatan data kuantitatifnya itu ada catatan yang memang lebih baik. Misalnya tingkat partisipasi, kalau dulu sekitar 74 sampai 75 persen, sekarang sudah mencapai 81 persen. Kemudian digital data, seperti di sistem hitung (situng) KPU, data yang bisa ditampilkan di situng pada Pilpres 2019 sudah mencapai 99,3 persen. Sedangkan, untuk pileg sudah mencapai 98 persen. “Publik bisa lihat di web KPU tentang situng. Kami masih terus meng-upload data pengitungan maupun rekap melalui situng,” ungkap pria berdarah Jawa Timur tersebut.

 

Tak hanya itu, angka-angka lain juga ikut cemerlang. Misalnya, jumlah sengketa yang diajukan oleh peserta pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) menurun. Ia mengaku tidak tahu penyebab turunnya angkaangka tersebut. Apakah itu keberhasilan KPU atau memang peserta pemilu malas mempersengketakan. “Tetapi dibandingkan pemilu sebelumnya, 2014 misalnya, sengketa itu ada 900 lebih yang diajukan ke mahkamah. Kemudian, ada beberapa sengketa yang tidak dapat diteruskan masih tersisa 500 sekian,” ungkap pria ramah ini. Kalau sekarang, jumlah angka yang masuk dalam sengketa itu hanya sekitar 350. Kemudian, yang bisa dilanjutkan ke sidang berikutnya ada 250. 

 

Lalu, ada putusan dismisel yang bisa dilanjutkan hanya sekitar 120. Jadi, dibandingkan dengan data sengketa 2014, tahun ini jauh lebih turun, padahal jumlah TPS dan peserta pemilu lebih banyak. “Tapi, angka yang masuk di Mahkamah Konstitusi jauh menurun,” ungkapnya lagi.  Namun, ketika KPU dituding berlaku tidak manusiawi dalam menerapkan pola kerjanya bahkan dituduh telah melakukan kecurangan dalam menyelenggarakan Pemilu 2019 yang lalu, Arief begitu geram.

 

“Saya pikir tuduhan itu sangat menyakitkan bagi saya,” tegasnya. Menurutnya, tuduhan itu mengadaada. Semua orang bisa melihat, seluruh tahapan pemilu dilaksanakan secara terbuka. Seperti yang terlihat saat KPU melakukan tahapan regulasi. Semua dilakukan uji publik, pesertanya semua ada di situ, mereka diundang, perwakilan dari lembaga pemerintah terkait diundang. “Jadi, sejak menyusun regulasi, semua sudah terbuka,” tukas mantan Komisioner KPU Pusat itu.