Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc., Mencetak Intelektual Muda di Bumi Banua

Oleh: Syulianita (Editor) - 14 May 2019

Selasa, 22 April lalu, Men’s Obsession mendapat kesempatan untuk mewawancarai Rektor ULM Sutarto Hadi. Dari Jakarta kami bertolak ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sekitar Pukul 14.00 WITA, kami tiba di universitas kebanggaan Kalimantan Selatan tersebut. Sebelum memulai perbincangan, Sutarto mengajak kami untuk menjajal sayur asam ikan patin Kalimantan di Depot Sari Patin yang pernah disambangi Presiden Joko Widodo. Selepas menyantap kelezatan kuliner khas itu, kami memulai sesi wawancara dengan memilih lokasi di Digital Library ULM. Kurang lebih selama satu jam, kami berbincang mengenai banyak hal inspiratif, termasuk sisi menarik pria berjiwa egaliter, enerjik, dan hangat tersebut. Berikut petikannya:

 

Bisa diungkapkan apa filosofi hidup Bapak dan motivasi Bapak untuk menjadi Rektor ULM?

Filosofi hidup saya, kerja adalah ibadah. Jadi, ketika saya pertama kali mencalonkan
diri menjadi rektor. Motivasi saya adalah ingin mengabdi kepada negara dan lembaga ini yang sudah memberikan banyak kepada saya. Saya sekolah S1, S2 di Yogyakarta juga Belanda, serta S3 di negeri kincir angin mendapat beasiswa. Saya hidup dengan gaji yang diberikan oleh pemerintah. Lalu sekarang apalagi? Saatnyalah saya untuk mengembalikan apa yang sudah didapat kepada almamater. Itu adalah amal jariah sepanjang kita ikhlas mengajar. Kalau ilmu itu bermanfaat, memberikan kemaslahatan bagi banyak orang, Insyaallah menjadi pahala yang tidak ada henti-hentinya. Hidup itu gampang saja bagi saya, sepanjang menjalaninya dengan baik, memberikan ilmu pengetahuan yang dimiliki kepada orang banyak, dan beramal, Insyaallah rezeki datang dari mana saja, tapi jangan sampai lupa untuk menyisihkan kepada orang lain. Itu membuat hidup kita lebih tenang.

 

Adakah program yang belum tercapai?

Kami membuat milestone, tahun 2015-2019 mempersiapkan SDM yang unggul dan berdaya saing. Kemudian tahun 2019-2023, kami sudah memiliki Pusat Unggulan IPTEK Nasional di bidang kajian lahan basah. Lalu pada 2023-2027, kami harus menjadi pusat unggulan IPTEK dalam bidang lahan basah di Asia Pasifik. Saat ini kami sedang memantapkan diri untuk membentuk pusat unggulan IPTEK di bidang lahan basah ini.

 

Kerja sama dengan kampus dari luar?

Kami bekerja sama dengan University of Colorado, Denver, Amerika Serikat. ULM bersama University of Colorado, Universitas Padjadjaran (Unpad), dan beberapa perguruan tinggi dalam negeri menerima hibah untuk mendirikan sebuah pusat penelitian kolaboratif (Center for Collaborative Research/CCR), dari program kerja sama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan US Agency for International Development (USAID), yakni The Sustainable Higher Education Research Alliances (USAID SHERA). Jadi, kami melakukan riset dalam bidang medical science untuk tropical diseases yang akan melahirkan publikasi internasional.

Selain itu, kami juga bekerja sama dengan Sangji University Korea Selatan, mereka belajar mengenai tropical forest management. Dengan Universiti Kebangsaan Malaysia, kami sering mengadakan join seminar, publication, hingga student exchange.

Lalu, Philippine Women’s University mengirimkan mahasiswanya ke sini, saya berikan full scholarship kepada mereka. Sekarang ada 9 mahasiswa yang belajar di ULM dalam bidang farmasi, pertanian, ekonomi, dan sebagainya. Ke depan kami juga akan memberikan beasiswa untuk Palestina, sudah ada komunikasi dengan Dubes Palestina di Jakarta. Ini merupakan salah satu upaya ULM untuk merambah internasional.

Mahasiswa dari Newcastle University kalau summer course, pergi ke ULM untuk belajar tentang kajian lahan basah, konservasi lahan rawa, dan bagaimana konservasi fauna. Sementara dengan China University of Mining and Technology, kami menjalin kerja sama untuk kajian reklamasi lahan bekas tambang.

 

Setelah ULM mendapat akreditasi A. Lalu, what's next?

Target saya, di periode kedua ini ULM mendapat akreditasi internasional, seperti dari AUN-QA (Asean University NetworkQuality Assurance).


 

Secara implisit ULM dicita-citakan oleh pendirinya menjadi agent of development, khususnya di Kalimantan. Lantas langkah apa saja yang Bapak lakukan untuk mewujudkannya?

Kalimantan Selatan kan memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah dan lahan basah kami juga sangat luas. Jadi, tanggung jawab untuk menggali potensi itu, para akademisi yang ada di perguruan tinggi berkewajiban menggarap dan mengembangkannya. Kami harus menjaga kelestarian lingkungan karena SDA yang berlimpah jangan sampai menjadi bencana buat masyakarat. Batu bara dieksploitasi, tapi jangan ditinggalkan begitu saja. Harus ada upaya-upaya konservasi, kami mengadakan program riset berkaitan dengan itu, pengabdian masyarakat, dan sebagainya.

Sekarang ULM memantapkan diri sebagai pusat unggulan lahan basah nasional, harus bisa memanfaatkan lahan basah ini untuk kemaslahatan masyarakat. Saya agak kaget ketika Prof. Dr. Emil Salim ke sini,  beliau mengatakan, masa depan dunia itu ada di ULM karena beliau membaca tulisan saya di majalah yang menyatakan dunia semakin panas, air laut akan naik, bumi semakin basah, banyak daerah yang akan tergenang. Jadi, saat ini harus banyak kajian tentang lahan basah, pertanian lahan basah, serta ekonomi lahan basah. Kajian-kajian tersebut ada di ULM.

 

Bagaimana Bapak membangun komunikasi dengan dosen dan mahasiswa?

Kadang orang menganggap jabatan sebagai rektor itu tinggi sekali, orang segan bertemu. Jangankan mahasiswa, dosen ingin menghadap rektor berpikir 2-3 kali. Namun, kalau rektor dijauhi oleh dosen, bawahannya, mahasiswa, akan susah mendapatkan informasi dan masukan yang bagus untuk sebuah kebijakan. Sehingga, pintu saya terbuka lebar kalau mereka ingin bertemu dan berdiskusi, saya juga tak segan untuk datang jika diundang ke acara-acara mahasiswa. Kalau tidak bisa bertemu, bisa komunikasi lewat WA, facebook messanger, dan medsos lainnya.

 

Contohnya terhadap dosen?

Misalnya, beberapa ketua prodi yang ingin prodinya mendapat akreditasi A datang kepada saya, mereka menyampaikan kesulitan mendapatkan dana, menyusun borang, menyiapkan barang bukti. Banyak di antara mereka yang harus keluar uang sendiri. Mengetahui itu, keluarlah kebijakan, setiap prodi yang melakukan akreditasi akan diberi intensif Rp25 juta. Kalau mereka bisa mendapatkan akreditasi A, saya akan tambah lagi Rp25 juta. Itu bukan sekadar memotivasi karena saya tahu mereka ada kesulitan dalam penyusunan dan dananya susah mereka dapatkan. Jadi, dengan solusi seperti itu menunjukkan rektorat itu hadir, memerhatikan, dan mendampingi mereka. Itu bisa terjadi karena ada komunikasi. Kalau kami jaga jarak, kami akan sulit mendapat masukan yang konstruktif untuk lembaga ini.

 

Bagaimana dengan dukungan Bapak terhadap mahasiswa?

Rektorat selalu mendukung mahasiswa untuk berkarya. Misalnya, datang sekelompok mahasiswa teknik mesin kepada saya, ingin ikut kontes mobil hemat energi di Universitas Brawijaya (Malang), dana kami berikan. Mereka berhasil menjadi juara dalam bidang desain. Tahun berikutnya, mereka bilang, ingin berkancah di internasional, mereka pun ikut Shell Eco-marathon Asia di Singapura. Tahun berikutnya mereka ikut lagi.

Mahasiswa teknik pertambangan ikut mining competition kami support, Alhamdulillah juara nasional. Mahasiswa kedokteran juga langganan juara di tingkat Asean. Saya pikir, mahasiswa ULM potensinya besar, sepanjang kami memberikan dukungan yang konstruktif, mereka bisa tumbuh menjadi SDM yang unggul dalam bidangnya masing-masing.

 

 

Obsesi Bapak?

Sudah jadi guru, wartawan, dan presiden universitas. Saya pikir cukup sudah hidup kita ini, kalau orang mengatakan saatnyalah kita bertafakur. Mendekatkan diri pada Allah SWT. Sebenarnya pengabdian itu tidak dibatasi oleh usia apalagi seorang profesor usia pensiunnya 70 tahun. Kalau saya kan masih 50 tahun. Jadi, masih panjang kariernya. Setelah jadi rektor, kembali menjadi dosen, saya akan memberi training yang banyak, kepada guru-guru matematika karena matematika penting bagi bangsa ini untuk menciptakan SDM yang unggul, berkualitas, berpikir kreatif, sistematis, serta akan mendorong bangsa ini semakin kompetitif. Ke depan saya ingin lebih banyak berjuang dalam bidang pendidikan pengajaran. Kebetulan saya juga memiliki hobi menulis. Dengan menulis, buku kita dibaca orang lain, Insyaallah bisa memberikan inspirasi. Bulan Juni nanti  buku saya berjudul “Membingkai Bayangbayang” akan terbit.

 

Buku tersebut berkisah tentang apa?

Saya kan sering traveling keliling dunia. Jadi, pengalaman saya berjelajah itu saya tuangkan dalam buku ini sekaligus menceritakan perjalanan saya sebagai mahasiswa, dosen, rektor, trainer di beberapa negara Asia, Eropa, Amerika, Australia. Banyak pengalaman yang didapat dan banyak juga yang dilihat.

 

Ada yang bilang Bapak itu sangat cinta ULM. Bahkan, hari libur saja ke sini?

Saya kalau tugas keluar daerah dua-tiga hari kan tidak ke ULM, pikiran saya itu selalu ke kampus. Jadi, kalau tiba hari Sabtu, Minggunya, saya ke kampus karena kangen. Apalagi saat itu ada pembangunan, setiap Minggu saya keliling untuk melihat progresnya. Saya di ULM juga pelihara angsa, bebek, dan burung merpati. Kalau tidak lihat sehari saja bisa rindu. Saya suka memberi makan merpati. Dulu jumlahnya hanya 20 ekor, sekarang 300 ekor. Jadi ramai, saya senang.

 

Hobi yang Bapak ditekuni?

Dulu saya sering sepeda alias gowes karena saat menempuh pendidikan di Belanda juga kerap melakoni hobi ini. Saya juga gemar jalan kaki setiap pagi. Lalu setelah menjadi rektor, waktu kian padat, saya tenis di kampus, seminggu 1-2 kali. Ini membuat rileks karena lepas bisa tertawa lepas dengan dengan kawan-kawan. Jadi, tidak ada jarak antara rektor, dosen, dan mahasiswa. Selain itu, saya juga suka traveling. Kalau ke luar daerah atau negeri, kita bisa rileks. Saya merasakan, kalau melihat suatu daerah atau wilayah yang baru membuat pikiran menjadi fresh.

 

Tips sukses untuk generasi milenial?

Satu harus fokus terhadap tujuan hidup karena untuk sukses tidak semudah membalik telapak tangan. Dulu saya masih S1 belum menjadi doktor, saya sering nulis di kertas, di depan nama saya diberi gelar Dr. Itu memacu saya untuk harus jadi doktor. Ingin sekolah ke luar negeri, syaratnya apa? Harus bisa bahasa Inggris kan? Ya, harus kursus bahasa Inggris. Akhirnya dapat beasiswa. Ingin menjadi profesor saya tulis gelar profesor di nama saya. Dengan menulis itu, saya berjanji kepada diri saya sendiri bahwa cita-cita tertinggi sebagai dosen adalah menjadi guru besar, Alhamdulillah dalam usia 41 tahun, saya bisa menjadi profesor. Jadi pesan saya untuk anak-anak muda, Jangan segan-segan untuk menempatkan cita-cita setinggi langit. Namun, harus fokus, konsisten dengan tujuan, dan realistis.