Maruarar Sirait Legislator Terbaik 2019

Oleh: Iqbal Ramdani () - 27 March 2019

Meski masih tergolong muda tapi sikap, penghargaan, dan pandangan politik Ara sudah jauh ke depan menembus batas suku, agama, ras dan golongan. Bahkan, Ara dengan TMP-nya bersama GP Ansor menggelar Gebyar Sholawat dan Tabligh Akbar di Subang yang dihadiri Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), K.H. Said Aqil Siradj. Kedekatan Ara dengan nahdliyin juga dibuktikan dengan kehadirannya dalam peringatan hari lahir Muslimat NU ke-73 sekaligus Maulid Nabi SAW di Stadion Utama Bung Karno, Senayan, Jakarta (Minggu, 27/1/2019). Pagi-pagi sekali ia sudah tiba. Ara menuturkan, dirinya datang ke acara tersebut karena memenuhi undangan Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa dan juga Ketua Panitia Pelaksana Yenny Wahid. 

 

Baginya, kedua sosok perempuan ini sangat dihormatinya. Bukan saja karena memimpin organisasi besar, tapi juga upaya serius mereka berdua dalam merajut kebersamaan dan persatuan. “Bu Khofifah dan Bu Yenny merupakan dua sosok perempuan yang kuat, teguh pendirian dalam membela Pancasila serta berintegritas,” terangnya. Menurutnya, Muslimat NU merupakan bagian dari kekuatan civil-society yang ikut merawat Indonesia melalui empat prinsip yang menjadi tema Harlah, yakni sikap tasamuh (toleransi), tawashut (moderat), tawazun (tengah-tengah dan seimbang), serta itidal (adil). Dengan sikap ini, Muslimat NU mengajarkan dan menebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. “Muslimat NU mengajak dan mengajarkan Islam yang damai dan penuh kesejukan,” ungkapnya. Ara juga mengapresiasi deklarasi anti-hoax, anti fitnah, dan anti gibah yang dilakukan Muslimat NU dalam acara yang juga dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional termasuk Presiden Jokowi ini.

 

Ia yakin hal ini akan berdampak sangat positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, jaringan Muslimat NU sangat luas dan merata di Indonesia. “Kita jangan mau diadu domba dan hukum harus ditegakkan pada pelaku hoaks, siapapun dia,” tegas pria yang juga dikenal dekat dengan K.H. Abdurrahman Wahid dan Shinta Nuriyah ini. "Saya bersyukur karena saya hanya orang kecil biasa, tetapi punya kawan yang baik-baik, hebat-hebat, dan sangat menginspirasi sehingga saya banyak belajar dari mereka."

 

Ara: Mba Mega dan Mas Jokowi Faktor Penentu Kesolidan dan Kemenangan PDI Perjuangan

Pasca Reformasi-Indonesia tahun 1998, Pemilu kembali digelar tahun 1999, kala itu partai yang berhasil meraih suara terbanyak adalah PDI Perjuangan. Kemudian, pada Pemilu 2004, Partai Golkar sukses mendapat suara terbanyak. Lalu, pada Pemilu 2009, Partai Demokrat menjadi partai yang meraih suara terbanyak. Kemudian pada Pemilu 2014, Partai PDI Perjuangan berhasil memperoleh dukungan terbanyak dari rakyat. “Jadi pasca reformasi, tidak ada satu partai pun yang mampu memenangkan kepercayaan rakyat dua kali berturut-turut. Artinya, mempertahankan dan merawat jauh lebih sulit daripada merebut kemenangan,” terang Ara. Sejatinya, ia bangga terhadap partai yang telah membesarkan dirinya. Bahkan, sejumlah kemajuan PDI Perjuangan mendapatkan apresiasi yang tinggi darinya. Semisal perolehan partainya dalam Pilkada Serentak 2018.

 

Menurutnya, kemenangan partainya di sejumlah daerah adalah bentuk kecermatan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memilih calon pemimpin. Bagi Ara, partai politik yang berhasil adalah partai yang sukses memproses dan menciptakan para pemimpin bukan hanya membaca situasi, melihat figur yang berpeluang untuk kemudian didukung tanpa memerhatikan aspek ideologis, loyalitas, dan pendidikan politik di partai. “Kemenangan PDI Perjuangan di beberapa daerah merupakan kemenangan rakyat. Ini menunjukkan kaderisasi di PDI Perjuangan tidak berlangsung instan. Seorang kader harus selalu melewati proses panjang sebelum dicalonkan menjadi kepala daerah. Keberanian mengusung kader di hampir semua wilayah menunjukkan PDI Perjuangan telah menjalankan fungsi kepartaian dengan baik,” ujarnya. 

 

Ara mengakui bahwa kekuatan PDI Perjuangan adalah ideologi yang kuat, yakni Pancasila. Kemudian ada dua figur utama yang luar biasa, yakni figur Megawati yang memiliki magnet untuk mempersatukan internal partai sehingga PDI Perjuangan menjadi solid. “Karena perjuangan Mbak Mega untuk membangun dan membesarkan PDI Perjuangan. Lalu, Mas Jokowi sebagai figur kader terbaik yang menjadi magnet elektoral. Bahkan, banyak partai atau para pemilih partai lain yang mendukung Mas Jokowi, itu bisa dibuktikan dari suara PDI Perjuangan dalam berbagai survei terakhir menjelang Pemilu 2019 sekitar 25%-28% dan suara Mas Jokowi berkisar
55%. Artinya, Mas Jokowi juga didukung solid oleh PDI Perjuangan dan pemilih partai lain,” jelasnya.

 

Jika mengacu pada hasil survey tersebut maka gabungan dari kedua tokoh inilah yang membuat PDI Perjuangan memiliki peluang emas untuk membuat sejarah sebagai satu-satunya partai yang mampu memenangkan Pileg dua kali berturut-turut di tahun 2014 dan di tahun 2019. Kedekatan Ara dengan Jokowi memang bukan hal baru. Ia adalah salah satu orang yang mendorong dan memberikan dukungan ketika Jokowi maju mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI hingga menjadi Presiden RI. Dalam satu kesempatan, ia menyebut Jokowi sebagai maestro politik yang andal.

 

“Dulu Pak Jokowi dianggap sebagai Presiden yang lemah, banyak yang menganggap dia boneka. Lihat kenyataannya, Di era Presiden Jokowi, selama empat setengah tahun ini, dia bisa membangun TNI-Polri yang sangat solid, kompak, dalam menjaga NKRI yang berdasarkan Pancasila dan tetap netral serta profesional. Kapolri dan Panglima TNI bersahabat baik dengan Pak Jokowi,” ujarnya. Karena itulah, ia menyatakan kebanggaan baik kepada Jokowi maupun Megawati sebagai figur yang menjadikan PDI Perjuangan semakin dicintai rakyat.