Maruarar Sirait Legislator Terbaik 2019

Oleh: Iqbal Ramdani () - 27 March 2019

Naskah: Sahrudi/Giattri F.P. Foto: Fikar Azmy & Dok. Pribadi

Kalau seorang anggota DPR RI seperti Maruarar Sirait mampu menjabat hingga tiga periode berturut-turut, itu artinya ia dipercaya rakyat yang diwakilinya. Dan, itu juga artinya ia memang benar-benar bekerja demi rakyat sehingga memperoleh kepercayaan tersebut. Padahal, bagi wakil rakyat, ‘kepercayaan dari rakyat’ adalah sesuatu yang sangat mewah. Tidak bisa dengan mudah didapat, tidak bisa diperoleh hanya dengan mengandalkan materi. Kejujuran, amanah, serta ketulusan mengabdi itulah yang bisa ‘membeli’ kepercayaan dari rakyat. Semua itu dipahami benar oleh pria yang akrab disapa Ara tersebut. Terbukti, ia bisa duduk di kursi parlemen hingga tiga periode mewakili daerah pemilihan Subang, Majalengka, dan Sumedang (SMS).

 

Bahkan, pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 – 2019, Ara meraih suara terbanyak di daerah pemilihan Jawa Barat IX dengan 131.618 suara. Lalu, bagaimana sebenarnya kinerja Ara hingga dipercaya selama 15 tahun menjadi wakil rakyat? Jawabannya satu: karena ia memang merakyat. Pria kelahiran Medan, 23 Desember 1969 ini menuturkan bahwa dirinya sebelum terpilih menjadi anggota DPR pada Pemilu 2004 telah bersentuhan langsung dengan warga Jabar. Hal itu berlanjut hingga saat ini. Ara menambahkan, suatu ketika ia pernah ditanya oleh K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur tentang keberhasilannya meraih suara di dapil yang mayoritas penduduknya Muslim, ia menjawab, “Gus, saya temukan Islam yang bersahabat, terbuka, dan cinta perdamaian. Ratusan kali saya masuk musala, masjid, Islamic Center, saya merasa aman dan nyaman,” imbuhnya.

 

Ara memang terlahir dari seorang tokoh nasional yang juga politisi senior, Sabam Sirait. Namun, itu tak menjadi “jualannya” dalam berpolitik. Ia mengagumi sang ayah yang merupakan panutannya dalam berpolitik. Salah satu hal yang selalu dipegang teguh olehnya adalah pandangan ayahnya soal Pancasila. “Ayah saya selalu berpesan untuk selalu membawa nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik bermasyarakat maupun berpolitik karena Pancasila merupakan hasil dan cita-cita para pendiri bangsa. Semangat Pancasila adalah semangat kebersamaan dan gotong royong untuk menyatukan perbedaan dalam balutan Bhineka Tunggal Ika dan merupakan ideologi terbaik untuk Indonesia,” urainya. Sikap itu pula yang melandasinya dalam berpolitik baik di partai maupun di parlemen. Menurutnya, saat ini rakyat sudah pintar menentukan wakil rakyat dan pemimpin mereka bukan karena popularitas belaka, melainkan karena kemampuan dan integritasnya. Terbukti golongan muda seperti Joko Widodo bisa jadi pemenang dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Harus diakui, kemampuan Ara, "Jabatan itu penting, tetapi saya diajarkan oleh orangtua saya, jauh lebih penting kepercayaan yang bisa bermanfaat bagi orang lain."

 

Untuk memobilisasi massa memang tidak diragukan lagi. Ia juga memiliki kemampuan mengorganisir jaringan yang luar biasa. Terlebih di lembaga parlemen. Jika kita melihat rekam jejaknya sebagai wakil rakyat, banyak catatan yang menegaskan keberpihakannya terhadap rakyat. Misalnya pada 2012, saat bahan bakar minyak (BBM) akan naik pada 1 April, ia dan PDI Perjuangan menolak kenaikan tersebut. Menurutnya, sumber-sumber pendanaan baru yang legal dapat dilakukan dengan cara lain: memaksimalkan penerimaan negara dari sektor pajak dan cukai, mengambil alih proses impor minyak yang masih dikendalikan pihak ketiga, dan memberlakukan pajak bagi pihak yang berinvestasi ke luar negeri. Alasan yang mendasari fakta bahwa BBM tidak perlu naik itu bagi Ara dapat menjadi solusi untuk kebijakan tersebut. Ketika menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2014 – 2019 di Komisi XI, ia sempat mempersoalkan perihal pengampunan pajak. Ara melihat sebaiknya hanya dilakukan sekali. Jika pengampunan pajak cukup sering dilakukan, menurutnya hal itu justru memperlihatkan bahwa negara tidak siap dalam mengatur urusan pajak. 

 

Ara juga tak sungkan bereaksi jika ada keputusan Pemerintahan Jokowi yang tidak merakyat. Misalnya, ketika rencana Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memasukkan kebijakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI). Pemerintah memutuskan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan dikeluarkan dari kebijakan relaksasi DNI. Pada mulanya, kebijakan ini masuk dalam paket ekonomi ke-16. "Kita harus proteksi sektor UMKM yang kini mencapai 99,3 persen dari total unit usaha. Angka ini setara dengan penyerapan 115 juta tenaga kerja. Artinya UMKM kan penyangga ekonomi kita, jadi harus dilindungi. Masa urusan yang selama ini sudah ditangani UMKM, mesti dikelola asing?" tegasnya. Ia yakin kebijakan tersebut tidak lahir dari Jokowi. Sebab, selama ini Presiden begitu pro kepada pelaku UMKM. “Pak Jokowi menurunkan pajak UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Kemudian, bunga kredit usaha rakyat turun dari 22 persen menjadi 7 persen. Bahkan, Pak Jokowi mengeluarkan kredit tanpa agunan dari Rp5 juta menjadi Rp25 juta,” kata pria yang meraih penghargaan Best Parlementarian (Legislator Terbaik) dalam ajang Obsession Awards 2019 tersebut.

 

Dari kasus ini, Ara mengingatkan para menteri agar tak boleh membawa visi dan misi sendiri. Sebab, visi dan misi ada di tangan Presiden. “Para menteri harus memahami pikiran, hati, serta kepada siapa Jokowi berpihak. Ya, kepada rakyat,” tegas Ara. Kiprah Ara memang tak sekadar lips service. Terbukti, 15 tahun menjadi wakil rakyat ia sudah banyak berbuat untuk dapilnya, tak sekadar mendorong perbaikan dan pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, tapi juga pengembangan seni, budaya, dan sosial. Misalnya dengan menginisiasi Festival Seni Budaya Sunda dalam rangka HUT ke-440 Kabupaten Sumedang dan HUT ke-18 Kecamatan Jatinangor, Jawa Barat yang mampu menghadirkan ribuan orang dengan menyuguhkan 56 grup kesenian se-Sumedang. Kegiatan kolosal ini dianugerahkan sebagai rekor peserta festival seni budaya sunda reak barong terbanyak dan memberikan penghargaan kepada Ara sebagai kreator kegiatan Seni Budaya Sunda reak barong di Sumedang oleh Original Rekor Indonesia (ORI).

 

Selain itu, Ara juga telah menggelar acara Gebyar Sholawat bersama warga Nahdlatul Ulama di Subang dan Kirab Kebangsaan untuk mengukuhkan persatuan di Jawa Barat. Di sektor olahraga pun demikian. Pendiri sekaligus Ketua Umum Taruna Merah Putih (TMP) ini aktif melakukan peningkatan kualitas olahraga di dapilnya. Kepedulian kepada rakyat ditunjukkan Ara setiap kali mengunjungi konstituennya. Ia tak segan turun ke sawah untuk mengetahui problematika yang dihadapi petani, ojek pangkalan, mengecek harga kebutuhan pokok di pasar-pasar tradisional, hingga mendengar keluhan para nelayan. “Hidup ini hanya sekali, kalau kita bisa berusaha untuk sangat bermanfaat bagi masyarakat dan rakyat, kenapa tidak kita lakukan,” tandas Ara. 

 

Untuk Jokowi-Ma’ruf

Ketika Ara melaksanakan tugas untuk tampil kembali dalam Pileg 2019 dari dapil Jawa barat III, banyak yang beranggapan bahwa itu strategi PDI Perjuangan untuk mengamankan suara Pileg dan Pilpres 2019 di dapil tersebut. Ara sendiri mengakui ketika Pilpres 2014, Jokowi kalah cukup telak di Jawa Barat dan itu dianggap Ara merupakan PR. “Tapi dari data-data dan survey sekarang, kepercayaan publik di Jabar sudah meningkat dan warga Jabar sudah percaya bahwa Pak Jokowi punya kemampuan memimpin bangsa,” terangnya. Terlebih, saat ini di dapilnya sudah ada dua proyek besar yang sudah tuntas dikerjakan di era Jokowi, yakni waduk Jati Gede Sumedang dan Bandara Kertajati Majalengka. Serta, satu proyek yang baru dimulai, yaitu pembangunan Pelabuhan Patimban.

 

Sebagai orang dekat Jokowi, Ara dipercaya menjadi salah satu influencer di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf. Ia menggarisbawahi, generasi muda Indonesia harus bersatu, siap meninggalkan feodalisme, dan mengutamakan meritokrasi dalam membangun bangsa dan negara ini. “Bung Karno bersama founding fathers lainnya, seperti Bung Hatta mendirikan republik, negara kesatuan, dan negara demokrasi ini, artinya beliau menolak feodalisme. Nilai demokrasi itu kan ada persaingan, egaliter, ada kompetisi juga,” urainya. Dalam Revolusi Mental yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, sambungnya, bagaimana nilai karakter tersebut harus kelihatan, seperti bisa dipercaya, mampu bekerja, tegas, ilmunya cukup, memiliki jaringan, karya, rekam jejak, dan tak kalah penting mengutamakan kepentingan rakyat.

 

“Harusnya pada Pilpres ini, masing-masing kandidat ditanya apa yang sudah dilakukan untuk menuntaskan kemiskinan, memberantas ketidakadilan, membuat pendidikan rakyat lebih baik. Bangsa yang besar itu harusnya bisa melihat orang dari track record-nya, bukan hal lainnya, apalagi berdasarkan berita hoaks,” jelas Ara. Jadi, imbuh Ara, rakyat kita jangan hanya tahu visi misinya saja. “Visi misi memang penting, tapi yang paling penting adalah beliau sudah mengerjakan dan memperjuangkan apa. Nah, Pak Jokowi itu punya proses yang jelas, beliau bekerja sebagai pengusaha, salah satunya di bidang meubel. Beliau ikut berbagai pameran. Lalu, beliau maju ke pemilihan walikota Solo. Kemudian, menang. Di sana, beliau banyak membuat gebrakan sehingga pelayanan publik meningkat. Saat menjadi walikota, saya beberapa kali mengunjunginya,” papar Ara. Lalu saat Jokowi menjadi gubernur, sambung Ara, telah banyak melakukan perubahan di Jakarta dalam pelayanan publik dan membangun komunikasi yang baik. Begitu pun saat dipercaya menjadi presiden, Jokowi telah melakukan kerja nyata.

 

“Seperti yang pernah diutarakan Bung Karno, harus satu perkataan dan perbuatan, konsisten atau tidak,” tegasnya. Lebih lanjut Ara menuturkan, Pilpres itu yang dikedepankan adalah pertama integritas, masing-masing calon bisa dipercaya atau tidak; kedua track record, apa yang sudah dikerjakan untuk persatuan Indonesia. “Apa yang sudah Jokowi dan Prabowo kerjakan, apa yang sudah dilakukan untuk keadilan sosial di bidang pendidikan dan kesehatan, apakah mereka memiliki karakter yang bermusyawarah, senang berdemokrasi atau tidak. Jadi, harusnya ukuran-ukurannya mengacu pada Pancasila dengan melihat track recordnya sehingga rakyat menjadi punya pilihan yang juga didukung oleh ideologi Pancasila serta implementasi dari Pancasila tadi sehingga menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan benar, seperti ujaran kebencian, hoaks, atau isu SARA. Politik yang berkualitas tentu tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, politik yang bermartabat dan berintegritas tentu harus semakin jauh dari hal-hal yang negatif,” tegasnya. Tak kalah penting, imbuh Ara, seorang leader itu tidak boleh gampang mengeluh, “Menurut saya, seorang leader hanya boleh mengeluh kepada dirinya sendiri dan Tuhan,” tandas Ara.