M. Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng)

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 28 July 2017

Sesekali melontarkan guyonan dan menawarkan buah-buahan, begitulah cara Nurdin Abdullah memecah keseriusan kala wawancara. Tapi, tetap saja itu tidak mengurangi persepsi kami tentang betapa cerdasnya orang ini dalam menjabarkan bagaimana memajukan daerah yang dipimpinnya, juga tentang harapan-harapan ke depan tentang sebuah kepemimpinan yang ideal. Dan itu kami tuangkan dalam wawancara kami dengan suguhan the hangat dan kue coklat di meja kerja yang luas. Berikut kutipan wawancaranya.

 

Mohon ceritakan sedikit perjalanan karir Bapak.
Tahun 2008 lalu, bagi saya awal dari sebuah kehidupan baru dimana selama ini saya hanya mengisi keseharian saya dengan mengurus bisnis dibeberapa perusahaan yang link dengan Jepang serta menjadi seorang dosen di fakultas kehutanan UNHAS, dan mengurusi Maruki Foundation yang memberikan beasiswa kepada para anak-anak sekolah dari keluarga kurang mampu mulai jenjang SD sampai perguruan tinggi.

 

Kehidupan baru yang saya maksud adalah karena diminta oleh masyarakat yang melakukan demontrasi di perusahaan saya, meminta harus terjun kedunia politik menjadi Bupati yang selama ini tidak pernah saya pikirkan bahkan cita-citakan.

 

Istri dan anak-anak sayapun tidak menerima permintaan masyarakat, akan tetapi kamipun bersama keluarga tetap penasaran apa sebenarnya yang terjadi di Bantaeng, daerah dengan potensi dan keunggulan alam yang paripurna namun berdasarkan data dari Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, Bantaeng termasuk dalam Daftar 199 Kabupaten Tertinggal di Indonesia.

 

Singkat cerita akhirnya kami memutus untuk ikut dalam Pilkada Tahun 2008 tersebut, sebagai Pilkada Langsung yang pertama kali di Bantaeng, walaupun waktu itu, kami belum ada Partai Pengusung ataupun pendukung. Masyarakat secara swadaya menginvetarisir partai-partai yang waktu itu tidak memiliki kursi di DPRD akan tetapi memperoleh suara pada saat Pemilu, sehingga mencukupi kuota persentase dukungan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati waktu itu.

 

Bapak sukses ‘menyulap’ Bantaeng dari daerah kecil menjadi kabupaten yang sukses meraih apresiasi dengan berbagai perubahan yang positif. Bagaimana Bapak memulai perubahan di daerah yang Bapak pimpin tersebut.
Saya sejak awal telah berkomitmen bahwa membangun Bantaeng ini harus dengan hati, karena kita ketahui bahwa Bantaeng itu termasuk Kabupaten terkecil di Sulawesi Selatan atau hanya 0,8% dari luas provinsi Sulawesi Selatan, sehingga untuk mendapatkan dana transfer pemerintah pusat tentunya sebagai penerima dana terkecil pula setiap tahunnya.

 

Oleh karena itu, diawal pemerintahan saya, saya sampaikan kepada segenap aparatur daerah bahwa satu rupiah pun uang daerah yang keluar di APBD harus ada manfaatnya, kemudian belanja-belanja yang selama ini tidak bermanfaat yah dihilangkan saja dipindahkan ke belanja yang lebih produktif.

 

Saya juga berkewajiban memberikan keteladanan kepada segenap bawahan, agar memanfaatkan anggaran pemerintah secara professional yang sesuai dengan peruntukannya. Jika saya tidak lakukan seperti itu, maka saya yakin bahwa APBD hanya digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin pemerintah daerah, sehingga yakinlah tidak akan ada perubahan baik dari sisi pembangunan fisik mapun non fisik. Jadi saya ingin katakan bahwa perubahan itu memang harus dimulai dari pimpinan, karena bagi kami bahwa kepemimpinan itu adalah keteladanan.