Mimpi Modern Bambang Soesatyo (Ketua Komisi III DPR RI)

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 24 November 2016

Naskah: Arief Rahman Hakim, Foto: Sutanto & Dok. Pribadi

Nama Bambang Soesatyo pasti belum lenyap dari benak kita. Sosok vokalis di parlemen dari Partai Golkar yang serius memainkan perannya sebagai pengawas negara. Tak peduli siapapun yang dianggapnya melenceng dari aturan main konstitusi pasti ia kritisi.

 

Duduk di Komisi Hukum DPR RI ternyata sangat pas buat wakil rakyat satu ini. Betapa tidak, keteguhan dalam memperjuangkan penegakan hukum, khususnya dalam kasus korupsi yang dianggapnya sudah menjadi kejahatan luar biasa, patutlah diacungkan jempol. Ya, Bambang memiliki komitmen yang kuat dalam memberantas korupsi. Jangankan keluar, ke dalam pun ia tegas. Semisal ketika menikahkan putrinya, ia melaporkan pemberian gratifikasi atas pernikahan putrinya tersebut ke KPK. Contoh yang tampaknya sedikit sekali diperlihatkan oleh pejabat negara.


Memang, menjadi anggota DPR merupakan obsesi Bambang Soesatyo sejak muda. Keinginannya untuk menjadi legislator tersebut didasari pada niat memperjuangkan aspirasi rakyat agar rakyat hidup sejahtera dan hidup dalam suasana nyaman.


Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, Bambang memilih bergabung dengan Golkar, partai terbesar di era Orde Baru. Ia berkecimpung di partai berlambang pohon beringin ini pada pertengahan tahun 
1990-an.


Ternyata tidak mudah bagi Bambang untuk merealisasikan impiannya menjadi wakil rakyat. Ia harus menempuh perjalanan panjang yang sarat dengan kerikil. Dibutuhkan kerja keras, kesabaran, dan ketabahan untuk menginjakkan kaki di Senayan, sebutan populer untuk Gedung MPR/DPR yang berlokasi di kawasan Senayan, Jakarta Pusat.


Kesempatan untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) muncul pada Pemilu 1997. Ketika itu Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar Harmoko memberi peluang pada banyak kader muda, termasuk Bambang, untuk maju sebagai caleg. Bambang tidak menyia-nyiakan peluang emas tersebut.  Namun, apa yang kemudian terjadi? Dalam pemilu yang diikuti tiga partai politik, yakni Golkar, PPP, dan PDI itu gagal memperoleh tiket ke Senayan!
Meski gagal terpilih menjadi anggota DPR, Bambang tetap loyal pada Golkar. Pada 21 Mei 1998, pemerintahan Orde Baru yang identik dengan Golkar, tumbang. Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun lengser keprabon karena gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa. Pasca pengunduran diri Soeharto, pemerintahan BJ Habibie membuat reformasi di bidang politik, yakni membuka kesempatan berdirinya partai-partai baru untuk mengikuti pemilu yang dipecepat yakni tahun 1999 dari seharusnya tahun 2002. Ketika itu banyak kader Golkar meninggalkan Golkar, dan mendirikan partai-partai baru. Bambang tidak tergoda untuk mengikuti langkah rekan-rekannya tersebut. Ia tetap berlindung di bawah naungan partai beringin.


Pada Pemilu 1999, yang merupakan pemilu pertama di era reformasi, Golkar kembali mempercayainya menjadi  caleg. Bambang tentu berharap pada pencalonannya yang kedua ini ia berhasil menjadi anggota DPR. Tapi, harapan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Ia kembali gagal melenggang ke Senayan.


Kendati demikian Bambang tetap setia pada Golkar. Berkat loyalitasnya yang tinggi itu ia kembali diberi kesempatan oleh Golkar menjadi caleg pada Pemilu 2004. Ketika itu Bambang optimis bakal berhasil terpilih menjadi anggota DPR.  Ternyata Bambang kembali menelan pil pahit! Dengan demikian untuk ketiga kalinya secara beruntun ia belum berhasil menjadi anggota DPR.