Ceo Tangguh 2018

Oleh: Iqbal Ramdani () - 26 December 2018

Naskah: Purnomo Foto: Istimewa

Kinerja yang dicapai oleh Garibaldi Thohir patut diacungkan jempol. Bagaimana tidak, dengan sentuhan tangannya PT Adaro Energy Tbk (Adaro) telah membukukan laba sebesar USD526 juta per September 2018. Angka ini naik 6 persen year-onyear (yoy) seiring dengan peningkatan kinerja operasional. Tak hanya itu, ia pun melakukan gebrakan, konversi dolar Adaro ke rupiah.

 

Dari data yang dihimpun, pendapatan usaha Adaro tercatat sebesar USD2,66 miliar, naik 9,35 persen yoy dari sebelumnya USD2,44 miliar. Bisnis pertambangan dan perdagangan batu bara berkontribusi 92,54 persen dari total pendapatan sejumlah USD2,47 miliar. Pasar ekspor berkontribusi sebesar USD2,04 miliar. Sedangkan pasar domestik, USD633,73 juta. EBITDA operasional perusahaan per September 2018 pun naik 5 persen yoy menjadi USD1,06 miliar dari sebelumnya USD1 miliar. Hingga akhir 2018, perusahaan mempertahankan EBITDA operasional di kisaran antara USD1,1 miliar—USD1,3 miliar. Kenaikan EBITDA operasional dan laba inti per September 2018 secara yoy merupakan hasil kinerja solid di seluruh pilar bisnis perusahaan. Selain itu, volume produksi batu bara pada kuartal III/2018 meningkat 14 persen dari kuartal sebelumnya. Kenaikan produksi didukung oleh kondisi cuaca yang lebih baik. Oleh karena itu, perusahaan berupaya mengejar panduan target produksi batu bara pada 2018 sejumlah 54 juta—56 juta ton.

 

Selain itu, harga bahan bakar minyak memanas dan pembayaran royalti ke pemerintah meningkat karena kenaikan harga jual rata-rata. Untuk mengelola risiko fluktuasi bahan bakar, Adaro telah melakukan lindung nilai sekitar 20 persen dari total kebutuhan 2018 di harga yang lebih rendah dari anggaran. Per September 2018, beban pokok pendapatan naik menjadi USD1,78 miliar dari sebelumnya USD1,58 miliar. Laba bruto pun terkoreksi menuju USD878,55 juta dari posisi per September 2018 sebesar USD859,43 juta. Kenaikan beban pokok disebabkan peningkatan biaya penambangan seiring dengan penambahan volume pengupasan lapisan penutup. Sementara, liabilitas emiten tambang ini per September 2018 naik menjadi USD2,85 miliar dari akhir 2017 sebesar USD2,72 miliar. Liabilitas jangka pendek meningkat menuju USD929,63 juta dari sebelumnya USD773,30 juta.

 

Ekuitas perusahaan meningkat menjadi USD4,30 miliar dari per Desember 2017 senilai USD4,09 miliar. Total aset Adaro per Juni 2018 meningkat menuju USD7,15 miliar dari akhir tahun lalu sejumlah USD6,81 miliar.   Sementara itu, Adaro melalui anak usahanya PT Adaro Indonesia menargetkan reklamasi lahan tambang batu bara di wilayah Tabalong, Kalimantan Selatan, tahun ini mencapai 2.250 hektar. Sedangkan 2018, Adaro menargetkan areal yang bisa dikonservasi seluas 750 hektar. Untuk tahun ini sebenarnya Jaminan Reklamasi yang disepakati dengan pemerintah seluas 310 hektar. Namun, internal Adaro menargetkan lahan yang direklamasi dua kali lipat dari yang telah disepakati yakni seluas 750 hektar. Selain itu, Adaro juga memiliki bisnis pembangkit berkapasitas 2x100 MW di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, dan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Batang 2x1000 MW. Untuk yang 2x100 MW di awal tahun depan sudah bisa beroperasi komersial.

 

Sementara untuk PLTU Batang, tahun 2020 mulai beroperasi. Sementara untuk bisnis batu bara kokas, Adaro sendiri sangat optimistis dengan bisnis batu bara kokas, batu bara spesial yang digunakan untuk mengolah baja. Saat ini, pemain batu bara kokas jauh lebih sedikit ketimbang batu bara thermal atau konvensional. Sedangkan, kebutuhan akan batu bara kokas dalam beberapa tahun mendatang masih cukup tinggi selama negara-negara di dunia masih mengedepankan pembangunan infrastruktur. Tak hanya itu, Adaro juga melakukan kesepakatan untuk meningkatkan transaksi penggunaan rupiah di dalam negeri. Dalam hal ini, Adaro akan konversi transaksi dolar Amerika Serikat (USD) ke mata uang rupiah. Kesepakatan transaksi dideklarasikan bersama para mitra kerja Adaro, di antaranya PT Pertamina (Persero), PT Pama Persada, PT Saptaindra Sejati, dan PT Bukit Makmur Mandiri Utama.

 

Tujuan dari langkah ini guna menyelamatkan gerak rupiah yang kian tertekan. Deklarasi bersama tersebut disaksikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Memang diakui, penggunaan USD dalam transaksi Adaro bersama mitra cukup besar. Oleh karena itu, Adaro berinisiatif untuk melakukan konversi dengan menggunakan rupiah dalam transaksi. Untuk tahun ini transaksi dengan para mitra cukup signifikan, yakni sebesar USD1,7 miliar. Jumlah tersebut akan dikonversikan ke rupiah, dan kalau dikonversi ke rupiah sebesar Rp25 triliun. Pria yang akrab disapa Boy Thohir tersebut berharap semakin banyak pihak yang menggunakan rupiah dalam transaksinya di dalam negeri. Jika semakin banyak pihak yang menggunakan rupiah dalam bertransaksi, bisa membuat rupiah terjaga stabilitasnya dan membuat suplai serta permintaan USD menjadi lebih seimbang.

 

Untuk ke depannya, Adaro berencana melakukan pengetatan di tubuh perusahaan dengan melakukan upaya efisiensi di 2019. Efisiensi yang dilakukan sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi ekonomi global sekarang ini. Meski melakukan efisiensi, tetapi upaya perluasan bisnis tetap dilakukan. Adaro tetap akan melakukan diversifikasi untuk pasar thermal coal dan cooking coal sehingga tidak bergantung pada satu pasar tertentu saja. Meski tahun depan akan ada gejolak global dan perusahaan akan melakukan upaya efisiensi. Hal itu dilakukan agar kinerja keuangan Adaro Energy akan tetap terjaga secara ketat. Bahkan, Adaro mencatat pinjaman tahun depan tidak terlalu besar. Jadi, pasar untuk Adaro cukup terdiversikasi. Tidak hanya satu negara dan biayanya cukup bagus.