DR. H. Awang Faroek Ishak (Gubernur Kaltim), Otsus Kaltim untuk Indonesia
By Benny Kumbang (Editor) - 12 January 2015 | telah dibaca 7461 kali
DR. H. Awang Faroek Ishak (Gubernur Kaltim)
Otsus Kaltim untuk Indonesia
Naskah: Sahrudi, Foto: Istimewa
AKSI ratusan pemuda yang tergabung dalam Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimatan Timur (KPMKT) Jakarta di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta akhir tahun 2014 lalu sempat menyengat perhatian. Bukan soal bikin macet atau tidak, tapi lebih kepada isu yang mereka usung dalam aksi tersebut yakni menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan otonomi khusus untuk Kalimantan Timur (Kaltim). Sementara, pada waktu yang tak jauh berbeda di depan kantor Gubernur Kaltim, warga yang tergabung dalam “Gerakan Rakyat Kaltim Menggugat Keadilan Menuju Otonomi Khusus” juga menyampaikan tuntutan pemberlakuan otonomi khusus untuk daerah itu.
Pertanyaannya, sudah sangat pentingkah Kaltim diberikan otonomi khusus (Otsus) ? Sejumlah kalangan, menilai justru seharusnya sudah sejak dulu Kaltim diberikan otonomi khusus. Penilaian yang wajar, tentunya. Betapa tidak, provinsi dengan sumberdaya alam nan melimpah ini, ternyata belum sepenuhnya menikmati kekayaan yang mereka miliki. Ambil contoh, warga Kaltim masih banyak yang antre panjang untuk membeli BBM, padahal sebagian produksi minyak di republik ini dilakukan di Kota Balikpapan.
Sementara jika malam hari, rakyatnya juga harus merasakan pemadaman listrik dua hari sekali, sementara sumber daya yang menghidupkan pembangkit listrik di negeri ini juga berasal dari Kaltim. Ironisnya, dengan kondisi seperti itu, Kaltim harus memberikan pemasukan bagi kas negara dalam jumlah yang luar biasa besar, sekitar Rp 400 triliun lebih per tahun.
Aspirasi rakyat Kaltim yang sedemikian kuat untuk mewujudkan otonomi khusus sebagai jawaban untuk mengatasi problem kesejahteraan warga provinsinya itu, pun mendapatkan perhatian dari pemimpinnya. Gubernur Awang Faroek, misalnya dalam kondisi kurang sehat memaksakan diri untuk hadir dalam rapat kerja gubernur se-Kalimantan bersama Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, di mana ia ingin menyuarakan aspirasi rakyatnya di forum yang didengar langsung oleh orang nomor satu di negeri ini.
Awang tentu tak ingin rakyatnya beranggapan bahwa pemerintah pusat hanya bisa mengeruk kekayaan sumber daya alam, tanpa memberi pengaruh signifikan terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Tidak sama sekali. Ia, justru ingin upaya itu harus dilakukan bersama dengan semangat mewujudkan persatuan dan kesatuan seluruh pemangku kepentingan di daerah dan dengan tetap berpijak pada hukum yang berlaku. Karena, tuntutan otonomi khusus bukan sebuah tuntutan untuk menafikan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebaliknya, otonomi khusus yang baik justru menjadi pondasi yang kuat bagi daerah untuk menjaga NKRI. Dan, itulah otonomi khusus pilihan Kaltim.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang Otsus Kaltim, dalam edisi ini Men’s Obsession mencoba mengupasnya secara mendalam antara lain dengan mewawancarai Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak. Orang nomor satu di Kaltim ini terbuka dan kritis dalam menyikapi sikap pemerintah pusat untuk mendukung otsus bagi Kaltim. Semua itu terangkum dalam tulisan yang kami buat dalam bentuk ulasan dan wawancara. Selamat membaca.
Perjuangan Menuju Sejahtera
Perjuangan rakyat Kaltim untuk mewujudkan kesejahteraan melalui otonomi khusus, bukan sesuatu yang tiba-tiba. Jauh sebelumnya, proses menuju terwujudnya otsus tersebut sudah dilakukan. Bahwa sekarang kembali terdengar nyaring kembali tak lain karena aspirasi mereka belum terwujudkan juga. Karena itulah langkah serius semakin intensif dilakukan belakangan ini.
Bukti keseriusan itu terlihat dari langkah Pemprov Kaltim yang mendatangkan tim ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta untuk merumuskan berbagai hal terkait upaya untuk mendapat pengakuan sebagai daerah otonomi khusus.
Pemprov, sengaja mendatangkan para ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta yang diharapkan bisa bekerjasama dengan tim dari Universitas Mulawarman, Samarinda. Tujuannya, agar perjuangan menuju kesejahteraan rakyat Kaltim ini dapat ditempuh dengan cara konstitusional, cerdas dan melalui kajian mendalam.
Di sisi lain, perjuangan ini juga mengajak keterlibatan pemangku kepentingan untuk memaksimalkan peran masing-masing dan menyosialisasikan kepada masyarakat terkait hal yang harus dilakukan dalam memperjuangkan otsus.
Hasilnya, semua pemangku kepentingan yang hadir membuat spanduk untuk disebar di seluruh wilayah Kaltim dengan biaya partisipasi tanpa membebani APBD. Sehingga, gaung otsus lebih terdengar ke semua penjuru.
Kenapa harus pakai spanduk ? Karena belajar dari Yogyakarta, saat daerah itu berjuang mempertahankan diri sebagai Daerah Istimewa, maka masyarakat di semua desa dan kecamatan memasang spanduk dukungan terhadap keistimewaan Yogyakarta dan ternyata berhasil.
Maka tak heran jika di sejumlah kota di Kalimantan Timur seperti Balikpapan dan Samarinda, bertebaran spanduk-spanduk dukungan terhadap perjuangan mendapatkan otsus ini. Bahkan, kota Balikpapan bakal menjadi pelopor terbentuknya panitia kepengurusan perjuangan otsus.
Sementara, masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kaltim bersama DPRD Kaltim, juga mendapat tugas, yakni turun ke seluruh wilayah Kaltim untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait rencana perjuangan pembentukan otsus.
Ini Dia, Dasar Argumentasi Otsus Kaltim
Tekad Kaltim mendapatkan otsus memang memiliki dasar argumentasi yang sangat kuat. Dalam satu acara Focus Group Discussion (FGD) tentang perlunya otsus bagi Kaltim pada 23 Desember 2014, terlahir 6 dasar argumentasi kenapa Kaltim harus otsus. Keenam argumentasi itu adalah :
Provinsi Kaltim adalah daerah yang kaya SDA dan berkontribusi sangat besar bagi ekonomi nasional, tetapi perolehan dana perimbangannya kurang seimbang.
Posisi provinsi Kaltim adalah “Heart of Borneo” dan menjadi salah satu pendukung paru-paru dunia.
Sebagai wilayah perbatasan bersama Kaltara, pembangunan provinsi Kaltim kurang mendapat perhatian pemerintah pusat. Di Long Apari, ada banyak desa yang bahkan ingin pisah dari Indonesia melihat pembangunan di Malaysia yang lebih baik.
Dari segi budaya, kerajaan Kutai yang ada di Kaltim adalah kerajaan tertua di Indonesia. Namun perhatian terhadap fungsi budaya Kalimantan Timur ini masih kurang.
Degradasi lingkungan terus terjadi karena eksploitasi sumberdaya alam. Peran pemerintah daerah tidak difungsikan karena lebih banyak kebijakan dilakukan oleh pemerintah pusat.
Luas wilayah Kaltim adalah yang paling besar kedua setelah Papua, tetapi infrastruktur masih tertinggal. Perlu peran pemerintah yang memiliki otonomi lebih luas untuk meningkatkan kualitas infrastruktur di Kaltim.
Sementara itu, Tim Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM) juga meneliti hal ini dari sisi aspek hukum, politik administrasi-Ekonomi Politik untuk Naskah Akademik otsus Kaltim. Yang paling utama adalah UUD 1945 Pasal 18A ayat 2 mengenai hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Begitu juga dalam Pasal 28D ayat 1 yang menyebutkan dimana setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kemudian diperkuat oleh Pasal 28I ayat 2 yang menegaskan bahwa setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Perjuangan mendapatkan otsus ini juga melalui naskah akademik sebagai landasan. Karena, ikhtiar menuju otonomi khusus Kalimantan Timur ini seyogyanya didasarkan pada Undang- Undang dan didahului dengan kajian akademis untuk menyusun landasan filosofis, sosiologis dan yuridis, termasuk isi dan batas serta wilayah pengaturannya.
Kajian akademik ini akan menjadi bagian yang penting dalam Naskah Akademis yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Rancangan Undang-Undang (RUU). Penyusunan suatu RUU yang mendasarkan pada naskah akademis yang memuat hasil kajian akademis tentang dasar filosofis, yuridis, dan sosiologis akan semakin mendekatkan pada tujuan hukum otsus Kaltim yaitu terpenuhinya rasa keadilan, tercapainya kemanfaatan serta terwujudnya kepastian hukum bagi pembangunan Kaltim dan kesejahteraan masyarakat Kaltim.
“Naskah akademis menjadi penting untuk memperjelas posisi tawar pihak pemrakarsa RUU (DPR atau DPD) sekaligus menjadikan raison d ‘etre Kalimantan Timur dalam memperjuangkan otonomi khusus. Adanya Naskah Akademis juga dapat digunakan sebagai alasan untuk memasukkan materi otonomi khusus Kalimantan Timur ini dalam pembahasan DPR RI,” demikian hasil kajian Tim Khusus UGM yang terdiri dari Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D, Prof. Wahyudi Kumorotomo, PhD, dan Aminoto, SH, M.Si.
Selain itu, langkah ini juga memiliki dasar hukum yang kuat. Dasar hukumnya terletak pada perubahan Kedua UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, pengaturan mengenai satuan pemerintahan daerah yang bersifaf khusus tercantum dalam Pasal 18B yang selengkapnya dirumuskan bahwa, “negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Kemudian di butir (2) disebutkan ; Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Karena itulah, perjuangan meraih otsus selain perlu melewati kajian akademik dari sudut ekonomi, politik, hukum, administrasi, juga memerlukan strategi perjuangan yang melibatkan semua stakeholders dari LSM, Unmul dll PTN/PTS, tidak hanya dari Pemprov dan DPRD. Singkatnya diperlukan strategi “total football” agar otsus didengar dan dikabulkan pemerintah pusat. Karena, otsus bagi Kaltim tidak boleh gagal, tapi tidak juga terburu-buru.
Karena itu diperlukan pendekatan ke pemerintah pusat guna mendapatkan justifikasi dan alasan yang masuk akal dan ada rambu serta jalur yang harus ditempuh.
Otsus = Keadilan
Jika kita merunut ke belakang, desakan kuat rakyat Kaltim mendapatkan otsus memang tak lepas dari keinginan untuk diperlakukan secara adil oleh pemerintah pusat. Mengapa ? Ambil contoh paling gampang, di dalam Undang Undang (UU) No 33/2004, disebutkan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas (Migas) yang diterima Kaltim seharusnya 15,5% atau rata-rata Rp 19.4 trilyun. Namun jumlah DBH Migas riil yang diterima provinsi Kaltim sebesar Rp 2,76 trilyun dan kab/kota di Kaltim menerima Rp 9,8 trilyun. (box-1). Padahal, Kaltim merupakan pemberi terbesar bagi penerimaan Negara untuk sektor Migas (box-2).
Bahwa Kaltim merupakan penerima DBH dari SDA yang paling tinggi, memang tak bisa dibantah. Tapi itu bukan berarti Kaltim tak pernah kekurangan untuk membangun daerahnya secara layak. Contohnya, perhitungan pembiayaan pembangunan tahun 2009–2013 diperlukan pembiayaan sebesar Rp. 146,48 triliun. Artinya, setiap tahun paling tidak diperlukan dana pembangunan sebesar Rp. 29,30 triliun per tahun. Sementara, kapasitas fiskal tahun 2011 sebesar Rp. 8,35 triliun atau 28,5% dari total kebutuhan dana pembangunan. Dengan demikian terdapat kekurangan pembiayaan pembangunan sebesar Rp. 20,95 triliun per tahun.
Karena itu, adalah tepat dengan apa yang dikemukakan Prof. Hefrizal Handra bahwa adil tidak hanya menurut daerah tertentu dan tidak bisa dipandang parsial hanya antara Pusat dengan satu daerah saja. “Ukuran adil tidak bisa dinilai dari formula 15,5%:84,5%, tetapi bisa dinilai dari perbandingan pendapatan yang diterima daerah. Alokasi sumber daya keuangan ke daerah tertentu tanpa memerhatikan dampaknya bagi daerah lain berpotensi menimbulkan ketidakadilan,” demikian Prof. Herizal.
Jauh sebelum tuntutan otsus ini muncul, masyarakat Kaltim pernah mengajukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi terkait dengan penambahan DBH untuk Kaltim berdasarkan UU No.33/2004. Namun itu ditolak. Karena prinsip desentralisasi asimetris masih berlaku dan terbuka bagi Kaltim, maka alternatif kebijakan yang dapat dituntut adalah pemberlakuan otsus .
Namun begitu, argumentasi otsus bagi provinsi Kaltim tetap dalam koridor NKRI dan dimaksudkan untuk meningkatkan sistem bagi-hasil SDA yang lebih adil dan lebih baik bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di Kaltim. Karena itulah, perjuangan untuk mendapatkan status Otsus memerlukan argumentasi politik, ekonomi dan hukum yang kuat yang didasarkan pada fakta-fakta objektif di lapangan serta dukungan masyarakat yang solid oleh segenap elemen publik di Kaltim.
Tidak Boleh Ada Pikiran di Luar Kerangka NKRI !
Bagaimana Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak menyikapi tuntutan otsus ini ? Berikut wawancara tertulis Men’s Obsession dengan orang nomor satu di Kaltim ini :
Tahun ini Pemerintah Provinsi Kaltim akan berusia 58 tahun, menurut Bapak bagaimana seharusnya kondisi Kaltim di usia tersebut ?
Memang, usia 58 tahun adalah usia yang sudah sangat matang yang seharusnya Provinsi ini telah mampu menjadi “rumah yang nyaman” bagi penduduknya. Dengan modal kekayaan alam yang dimiliki oleh Provinsi ini, seharusnya penduduk Provinsi ini tidak lagi menghadapi masalah-masalah klasik, seperti keterbatasan infrastruktur perhubungan, keterbatasan penerangan dan tenaga listrik, kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas, dan lain-lain kesulitan.
Dalam usia 58 tahun ini tentu sudah banyak pencapaian yang diraih Kaltim, apakah keberhasilan itu sebanding dengan sumberdaya alam Kaltim sendiri ?
Apa yang kita capai dan rasakan selama ini masih belum sebanding dengan modal sumber daya alam yang telah eksploitasi dari bumi Kalimantan Timur. Pembangunan di Kalimantan Timur jauh dari potensi yang sesungguhnya bisa dicapai dengan semua modal alam yang kita miliki. Namun hal yang kita bisa rasakan dan lihat secara nyata oleh masyarakat Kalimantan Timur adalah semakin rusaknya lingkungan hidup di bumi Etam, habisnya hutan, disisakannya lubang-lubang tambang yang menimbulkan lahan kritis yang berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup di Kalimantan Timur, dampak kerusakan lingkungan hidup ini harus di pikul dan dibiayai oleh masyarakat Kalimantan Timur.
Selama tahun 1970-1990, eksploitasi sektor kehutanan telah menyisakan kerusakan hutan dan lahan terdegrasasi, kemudian era tahun 90’an bergeser pada sektor pertambangan migas yang karena pengelolaan hutan yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan. Selanjutnya, pada tahun 2000 – 2012 peran sektor migas sebagai tulang punggung perekonomian telah digeser oleh sektor batubara hingga saat ini, namun yang kita lebih rasakan adalah dampak negatif sosial dan ekonomi, eksploitasi semua sumber daya alam tersebut tidak berkorelasi positif dengan kesejahteraan rakyat Kalimantan Timur. Berdasarkan perhitungan, sektor batu bara masih akan bertahan selama 40 tahun sedangkan minyak akan habis selama 10 tahun serta gas akan habis pada 12 tahun. Hal ini harus menjadi perhatian serius kita bersama mengingat praktek sistem pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh Republik ini ternyata tidak menjamin daerah penghasil memanfaatkan sumberdaya alam secara langsung untuk dikelola guna kesejahteraan penduduk Kalimantan Timur. Modal alam yang masih tersisa sedikit ini harus kita kelola untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Kaltim, harus kita gunakan sebagai modal untuk mengejar ketertinggalan pembangunan.
Bagaimana Bapak menilai tentang dana bagi hasil sumberdaya alam yang diberikan kepada Kalimantan Timur selama ini ?
Selama ini, bagi hasil hanya 15,5% untuk minyak bumi dan 30,5% untuk gas bumi. Hal ini didasarkan pada UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Saya dan banyak komponen masyarakat Kalimantan Timur menganggap ini sebagai suatu hal yang tidak adil. Mengapa kita dibedakan dengan Provinsi Aceh dan Papua yang menikmati 70% dari hasil minyak dan gas buminya. Melihat cita-cita Kaltim Maju 2030 dan Sumberdaya Migas yang akan segera habis, maka Kalimantan Timur seharusnya memperoleh perlakuan khusus sesuai dengan kekhususan yang dimiliki Kalimantan Timur.
Apakah ini artinya Kaltim perlu dijadikan daerah otonomi khusus ?
Ya, secara konstitusional Kalimantan Timur menuntut otonomi khusus. Mengapa Provinsi Kalimantan Timur dan daerah penghasil migas lainnya dibedakan dengan Papua dan Aceh yang diberi kekhususan dengan mendapatkan Dana Bagi Hasil Migas sebesar 70%, Ini adalah bentuk ketidak adilan yang dirasakan oleh rakyat Kaltim.
Harusnya, adil yang seperti apa ?
Menurut hemat saya, adil adalah sesuai dengan kontribusinya, bukan dibagi sama rata ala komunis. Kaltim menyumbang rata-rata 76,3% terhadap penerimaan negara dari migas. Maka adil dan wajar bila Kaltim menerima bagi hasil SDA terbesar di negeri ini. Faktanya, meski menurut UU No 33/2004, DBH Migas yang diterima Kaltim seharusnya 15,5% atau rata-rata Rp 19.4 trilyun. Namun jumlah DBH Migas riil yang diterima provinsi Kaltim sebesar Rp 2,76 trilyun dan kab/kota di Kaltim menerima Rp 9,8 trilyun. Ini menunjukan bahwa Pemerintah belum secara serius mengemban amanat UU. Disamping itu terdapat permasalahan dimana pemerintah pusat tidak transparansi dalam perhitungan produksi Migas dan Batubara serta bagaimana perhitungan DBH SDA tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menuntut transparansi dalam perhitungan dana bagi hasil sumber daya alam. Hasil penelitian ketimpangan antara kab/kota dengan berbagai indeks ketimpangan menujukkan bahwa sistem transfer berdasarkan UU No. 33 tahun 2004 dan UU no. 25 tahun 1999 belum mampu menurunkan ketimpangan antar daerah, malah makin memperlebar horizontal imbalance. Desain dana perimbangan (DAU, DBH, DAK) belum mampu menurunkan ketimpangan antardaerah secara substansial.
Apa perlakuan khusus utama bagi Kalimantan Timur menurut Bapak ?
Dalam hal bagi hasil minyak dan gas bumi menjadi sebesar 70%. Selanjutnya Kalimantan Timur juga perlu mendapat kekhususan pendukung dalam hal Pengelolaan Keuangan Daerah, Pertanahan, Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup.
Masyarakat Kaltim juga mendukung otonomi khusus. Bagaimana pendapat Bapak ?
Pandangan saya terhadap aspirasi masyarakat Kalimantan Timur yang marak disuarakan akhir-akhir ini, yakni tuntutan agar Kalimantan Timur memperoleh status Daerah Otonomi Khusus tentu saya menyampaikan rasa hormat dan penghargaan saya, khususnya kepada seluruh warga masyarakat Kalimantan Timur yang sudah menunjukkan perhatian yang besar kepada perkembangan dan masa depan Provinsi ini. Saya sungguh terharu atas kepedulian warga masyarakat Kalimantan Timur terhadap persoalan yang dihadapi oleh Provinsi ini, terutama menyangkut kelangsungan pembangunan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih berkualitas dan lebih cepat. Harapan masyarakat untuk diberlakukannya otonomi khusus di Kalimantan Timur harus dikawal oleh seluruh komponen masyarakat dan Pemerintah Daerah.
Apakah benar otsus bagi provinsi Kaltim dimaksudkan untuk meningkatkan sistem bagi-hasil SDA yang lebih adil dan lebih baik bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di Kaltim?
Ya, benar. Tuntutan otonomi khusus adalah tuntutan terobosan pemerataan pembangunan di luar Jawa dan Sumatera. Tuntutan otonomi khusus adalah tuntutan Kalimantan Timur untuk menjadi tulang punggung perekonomian nasional di luar Pulau Jawa dan Sumatera. Karena tuntutan ini didasarkan pada azas keadilan dan upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan pasca migas dan batubara.
Tapi keinginan otsus kerap ditafsirkan macam-macam, misalnya tudingan ingin mendegradasi kewibawaan NKRI, bagaimana pendapat Bapak ?
Tidak. Tuntutan Daerah Otonomi Khusus tersebut diungkapkan masyarakat bersamaan dengan ungkapan kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI merupakan hal yang sudah final. NKRI harga mati! Tidak boleh sedikit pun ada dalam benak kita pikiran-pikiran di luar kerangka NKRI. Bagi kita, kemajuan dan kesejahteraan Provinsi Kalimantan Timur, adalah kemajuan dan kesejahteraan Republik Indonesia.
Apa yang Bapak pahami dari keinginan rakyat Kaltim mendapatkan otsus ?
Saya sungguh memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh warga masyarakat Kalimantan Timur yang mengajukan tuntutan status Daerah Otonomi Khusus bagi Provinsi Kalimantan Timur. Mereka sudah menyaksikan bagaimana hutan belantara Kalimantan Timur yang terkenal sebagai paru-paru dunia, kurang dari 30 tahun telah musnah, tinggal menjadi semak belukar, tanpa sempat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berarti. Hari-hari ini, mereka juga sedang menyaksikan sumber daya alam, berupa minyak dan gas bumi, batu bara dan mineral lainnya, secara masif dieksploitasi dengan meninggalkan sisa-sisa berupa lingkungan yang rusak dan menimbulkan dampak sosial ekonomi yang tidak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan. Selain itu juga pemulihan dan menjaga kelestarian lingkungan, agar daerah ini tidak menjadi daerah yang dihantui oleh bahaya banjir, bahaya longsor, kebakaran lahan dan hutan, serta kemiskinan karena masyarakat menerima dampak negatif kerusakan lingkungan, tentu memerlukan biaya yang luar biasa besar yang tidak dapat diperoleh apabila Kalimantan Timur tidak diberi kewenangan yang lebih besar dalam mengatur dan mengelola serta mendapatkan manfaat yang lebih besar lagi dari kegiatan eksploitasi sumber daya alam. Hal inilah yang saya pahami sebagai latar belakang pemikiran masyarakat Kalimantan Timur menuntut status Daerah Otonomi Khusus, yakni adanya permasalahan besar yang berpotensi menggerogoti kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur yang kualitasnya dan ruang lingkupnya makin membesar pada masa mendatang apabila tidak dilakukan upaya-upaya penanggulangan secara ekstra.
Bapak tampak all out untuk menggolkan otsus ini ?
Lho, tuntutan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang atau melanggar konstitusi kita. Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa “Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah”. Jelas sekali bahwa UUD 1945 memberikan ruang kepada daerah untuk memperoleh kekhususan tertentu, terkait dengan kewenangannya.
Apa langkah awal yang Bapak lakukan untuk mewujudkan cita-cita rakyat Bapak?
Saya meminta kepada segenap pakar, baik yang berada di perguruan tinggi, maupun yang berada di berbagai lapisan masyarakat, untuk menyumbangkan pemikiran sehingga tersusun satu naskah akademik yang memadai untuk melengkapi usul perubahan status daerah menjadi Daerah Otonomi Khusus yang akan disampaikan secara resmi kepada Pemerintah Pusat.
Jadi Bapak sangat mendukung keinginan rakyat Kaltim ?
Saya tegaskan, bahwa saya mendukung sepenuhnya tuntutan perbaikan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur. Dan status Daerah Otonomi Khusus bagi Kalimantan Timur memberikan peluang yang besar kepada kita untuk membangun dan mewujudkan kesejahteraan tersebut. Sekaligus di sini saya tegaskan bahwa perjuangan menuju Daerah Otonomi Khusus sama sekali tidak boleh mencederai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita perjuangkan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak boleh ada tindakan yang melanggar hukum dan Pemerintah Pusat pun tidak perlu memiliki kekhawatiran terhadap tuntutan tersebut. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan harga mati dan Daerah Otonomi Khusus bagi Kalimantan Timur merupakan upaya serius kita membangun kebesaran Republik Indonesia.
Kami membaca ada ancaman dari KNPI dan organisasi-organisasi pemuda Kaltim untuk menutup Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman untuk menyetop ekspor migas dan batubara, bagaimana tanggapan Bapak?
Saya telah tegaskan bahwa dalam berjuang menuntut Otsus ini tidak dilakukan dengan cara-cara anarkis dan bertentangan dengan hukum, saya menolak dilakukannya gerakan ekstrem dalam perjuangan Otsus ini bahkan saya sudah memerintahkan kepada Kapolda Kaltim untuk segera mengantisipasi dan bahkan menangkap oknum-oknum yang mengerahkan gerakan anarkis. Saya jelaskan kepada mereka bahwa perjuangan Kaltim tidak sama dengan Papua dan Papua Barat serta Daerah Istimewa Aceh.
Jadi langkah yang tepat yang akan Bapak lakukan ?
Pertama kami akan segera menyatukan tekad bersama dengan seluruh daerah se-Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, kemudian setelah itu akan mengusulkan kepada Panglima TNI /Gubernur Lemhannas agar memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan seminar dan diskusi mengkaji tentang tuntutan Otsus. Terutama membahas tentang naskah akademis tuntutan Otsus. Kemudian setelah itu baru kami menyampaikan kepada Bapak Presiden dan seluruh Kabinet Kerja serta selanjutnya ke Pimpinan DPR RI dan Komisi II DPR RI dan juga Pimpinan DPD RI. Bahkan kami berharap dapat bertemu langsung dengan Pimpinan Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih. Harapan kami selanjutnya DPR RI dapat mengajukan RUU Inisiatif tentang Otonomi Khusus Kalimantan Timur untuk dibahas bersama dengan Pemerintah.
Jangan Ada "Anak Tiri dan "Anak Emas"
Kuatnya desakan seluruh eksponen masyarakat Kaltim agar pemerintah pusat memberikan otonomi khusus kepada provinsi, ini merupakan keinginan yang logis. Tidak mengada-ada. Ini adalah persoalan bagaimana daerah mendapatkan keadilan dari pemerintah pusat. Tidak ada kaitannya dengan politik dan segala macam dugaan sumir lainnya. Ini berawal dari kegundahan dan kegelisahan rakyat Kaltim yang merasa memiliki daerah dengan kekayaan migas yang luar biasa, tapi pembangunan seperti jalan di tempat. Tidak dirasakan oleh mereka. Kaltim menjadi provinsi yang mengalami growth without development: pertumbuhan ekonomi daerah memang terjadi, tetapi pembangunan tak dinikmati sebagian besar rakyat. “Lalu, kemana hasil kekayaan migas kami?” mungkin begitu tanya mereka.
Wajar rakyat Kaltim bertanya demikian. Karena Kaltim sebagai daerah penghasil minyak dan gas alam hanya mendapatkan porsi bagi hasil minyak 15,5 persen dan gas 30,5 persen, sementara Provinsi Aceh dan Papua menikmati bagi hasil migas 70 persen. Sekadar catatan, produksi minyak yang disedot dari Kaltim mencapai 21 juta barrel per tahun. Kaltim juga penghasil tidak kurang dari 120 juta ton batubara, 14 juta ton gas, dan 3 juta meter kubik kayu.
Mengutip Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Alam Universitas Mulawarman, Burnaulus Saragih, transfer benefit dari SDA Kaltim lebih banyak disedot keluar karena Kaltim hanya menerima rata-rata Rp 7 triliun dari Rp 100 triliun-Rp 120 triliun yang ditransfer ke pusat dari SDA Kaltim. Sementara, pemerintah pusat tak memperhatikan komponen biaya eksternalitas akibat eksploitasi SDA yang mencapai Rp 9,23 triliun per tahun, yang mesti menjadi faktor pembagi dalam perimbangan keuangan.
Sehingga, total nilai kerugian per tahun yang timbul karena deplesi sumber daya hutan, degradasi sumber daya hutan, pengeruhan sumber air minum, kerusakan lahan/disfungsi, emisi karbon/pencemaran udara dari industri minyak dan gas, tambang batubara, serta kehutanan diestimasi mencapai Rp 9,23 triliun.
Dan, total pembiayaan 15 tahun ke depan, jika tak ada perbaikan dan jika kerusakan tidak meningkat, diperkirakan Rp 138,5 triliun.
Karena itulah, seperti dikutip dari tulisan Prof. Mudrajad Kuncoro, Guru Besar FEB UGM di Kompas.com (5/1/2012), protes atas ketidakadilan pusat dalam hal alokasi anggaran pembangunan Kaltim melalui upaya tuntutan uji materiil Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah wajar. Itu membuktikan bahwa rakyat Kaltim jauh lebih dewasa menyikapi perbedaan dengan menempuh jalur-jalur konstitusional untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan lewat uji materi ketimbang melakukan tuntutan dengan cara-cara keras, anarkis, bahkan mengancam memisahkan diri dari NKRI.
Namun ketika uji materi itu ditolak MK dan kemudian masyarakat Kaltim mendesak diberikan otonomi khusus, hal itu juga bukan sesuatu yang salah untuk mendapatkan keadilan. Tidak ada lagi “anak emas” dan “anak tiri” dalam soal ini.
Add to Flipboard Magazine.
Popular

Wanita Muslim yang Menginspirasi Dunia
24 July 2014
Film-film Islam Terbaik Sepanjang Masa
01 July 2013