Search:
Email:     Password:        
 





Yudy Rizard Hakim: Een Kleine Holland in Een Batavia

By Giatri (Editor) - 11 July 2014 | telah dibaca 4128 kali

 Yudy Rizard Hakim 
Een Kleine Holland in Een Batavia

Jika menyambangi kediaman Yudy Rizard Hakim di Apartemen City Loft lantai 17, jangan kaget apabila Anda akan merasakan atmosfer Belanda yang kental, pasalnya Chief Corporate Affairs Officer, PT Bakrieland Development Tbk itu gemar mengoleksi berbagai benda asal negeri kincir angin dan berhasil menyulap hunian mungilnya menjadi Een Kleine Holland in Een Batavia (Holland kecil di Batavia).

Baginya negeri kincir angin melekat pada dirinya, kendati demikian dalam mengoleksi benda-benda Dutch taste pun, pria kelahiran 48 silam itu tidak nangung-nanggung, mulai dari piring, ubin, lito, nampan,jam meja dan dinding, setrika kuno, poster, hingga pembuka tutup botol didatangkan dari Belanda.
“Negeri Belanda memengaruhi saya. Selain karena saya pernah belajar di sana, nenek saya juga tinggal di Belanda. Desain interior dari apartemen saya ini juga terpengaruh dengan rumah kuno nenek yang art deco style,” ungkap pria berdarah Indonesia, India, Arab dan Belanda itu.

Dalam mengumpulkan koleksianya, Yudi seringkali berburu lewat internet dengan mengakses www.marktplaats.com . Pria berhidung bangir itu pun mengaku tidak bekerja seorang diri, melainkan dibantu oleh adik bungsu neneknya yang bernama Rinus Brand.
“Jadi barang akan dirimkan ke alamat rumah om, kemudian oleh om barang tersebut akan di pak dan dikirimkan kesini.” terangnya.

Selama 300 kali melakukan transaksi, tak semuanya berjalan mulus, pengalaman pahit pun pernah menimpanya, “Saya pernah ditipu, kadang miris demi 25-45 Euro, orang bela-belain untuk menipu saya. Seperti beberapa waktu lalu, saya beli nampan 2 buah produksi tahun 1940-an, saya sudah bayar tapi hingga saat ini barang belum dikirimkan. Tapi itu saya jadikan pengalaman sehingga saya lebih hati-hati.,” ujarnya.

Yudy mengatakan dalam membeli benda kesayangannya, ia tak pernah merogoh kocek lebih dari 100 euro, bahkan beberapa barang hanya dibanderol sekitar 5 – 45 euro saja. “Ini semacam uang jajan karena saya gak suka shopping atau nongkrong di cafe. Jadi uang tersebut saya gunakan untuk membeli barang yang suatu saat bisa bekerja untuk kita. Seperti Lito, saya beli sangat murah dulu masih pakai gulden, ternyata harga jualnya sekarang bisa 3 – 5 juta rupiah,” tandas sosok yang ramah, aktif, dan sopan itu.

Hingga saat ini koleksinya telah menyentuh ratusan, namun tak semuanya mejeng di apartemennya yang hanya seluas 230 meter. Seperti Piring antiknya sudah terkumpul 500-an. “Mayoritas saya pajang di rumah saya di Surabaya. Saking banyaknya, rumah itu dikenal dengan sebutan rumah piring. Kalau di apartemen, saya sadar banyak barang gak benar karena kita kan ingin membuat keindahan makanya barang-barang yang ada disini sudah saya pilah,” ungkap pria penyuka nasi pecel dan tempe goreng ini. 

Sedangkan, Jam meja dan dan dinding yang dimiliki adik dari Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk Irvan Kamal Hakim ini sudah terkumpul 29. “Yang paling tua usianya adalah jam lansiran tahun 1920,” tuturnya. Jadi, Tak heran, suara denting jam ramai bersahutan setiap satu jam sekali.
"Saya sangat suka bunyi jam karena itu mengingatkan saya dengan suasana rumah nenek di Belanda,” ujarnya. 

Seluruh jam koleksinya tersebar di seantero ruangan tempat tinggalnya. Namun, sebagian besar tertata rapi di lemari kayu di bagian atas apartemennya yang bergaya kolonial. "Masih ada lagi koleksi saya, tapi yang ini baru ditekuni yaitu mengumpulkan setrika antik," imbuh pria penyuka kontemplasi ini.

Ia pun menunjukkan beragam setrika kuno yang sudah dikoleksinya. Alat untuk merapikan baju itu terbuat dari besi tempaan. Untuk memanaskan setrika ada yang menggunakan arang dan ada yang memakai besi panas. "Saat ini, baru ada 32 setrika antik, ada beberapa lagi yang sedang dalam pemesanan. Untuk harga juga terjangkau hanya 5 – 10 euro," kata alumni akuntansi perguruan tinggi di Rotterdam, Belanda ini.

Benda unik lainnya adalah saham kuno Sampoerna (1930, 1957), koran kuno (1942), poster Albert Heijn Coffee, botol untuk menempatkan minuman beralkohol merk Genever (1872) yang pernah digunakan oleh para pelaut jaman dahulu, tegel-tegel kuno yang berasal dari abad 18 dan Lito. Soal perawatan kata Yudy tidaklah ribet hanya dengan mengelapnya saja, dan khusus untuk yang berbahah kayu harus memakai pembersih khusus kayu.

Kedepan pria yang pernah meraih penghargaan Best Corporate Communication ini berkeinginan meningkat rumahnya yang di Surabaya dan menjadikannya sebagai guest house untuk para ekspatriat dari Belanda. “Saat mereka datang, mereka akan merasa seperti di rumah sendiri. Hal ini Insha Allah akan terealisasi saat saya pensiun dan diberi kesehatan,” papar pria yang gemar membaca buku autobiografi itu.

Selain mengoleksi benda bernafaskan negara beribu kota Amsterdam, rupanya ia pernah mengoleksi barang menarik lainnya, sewaktu kecil, ia mengumpulkan perangko, uang kuno (uang luar negeri), dan ketika beranjak dewasa ia mulai mengumpulkan kristal. “Saat itu saya tinggal ke Belanda tahun 1990 – 1991, saya sampai berburu ke Ceko, Praha, dan langsung ke pabriknya langsung. Saya juga kenal dengan Tantenya Gladys Suwandhi yang banyak mengenalkan saya dunia Kristal,” ceritanya.

Lambat laun, Yudy merasa jenuh untuk mengumpulkan kristal lantaran ia merasa tidak menemukan tantangan disana, “Saya mulai malas kalau saya harus mencari sesuatu yang orang bisa dapat dengan mudah and I don’t like it,” tandasnya.

Kemudian saat krisis moneter melanda Indonesia tahun 1997 silam, Yudy yang menyimpan dollar Amerika Serikat (AS) dalam jumlah besar. Maklum ia yang pernah bekerja menjadi konsultan pajak di Belanda dengan bayaran dollar AS. Krisis tersebut melambungkan nilai tukar mata uang negeri Paman Sam itu, alhasil pundi-pundi rupiahnya pun memenuhi kantongnya. 

Sejak itu, ia mulai mengoleksi lukisan buah karya para maestro pelukis Indonesia, seperti Affandi, Cak Kandar, Maria Tjui, I Nyo-man Gunarsa, Krijono. Harganya, mulai dari Rp 20 - 200 juta per lukisan. 100 lukisan pun memenuhi dinding rumahnya di Surabaya, Jawa Timur. Karena sudah terlalu banyak ia pun memutuskan untuk menjual seluruh lukisannya itu. Dana hasil penjualan bakal ia pakai untuk amal. 

Sebagai gantinya, ia mulai mengoleksi keramik asal China dari Dinasti Ming dan Ching. “Tapi ternyata susah sekali mencarinya apalagi banyak orang yang nipu, nah dari situ saya mulai mikir apa yang mudah, kayanya barang-barang dari Belanda. Akhirnya saya mulai mengoleksi apa pun yang berbau Belanda,” ungkap pria yang pernah mengabdi di PT HM Sampoerna Tbk selama 11 tahun tersebut. 

Add to Flipboard Magazine.

Tulis Komentar:


Anda harus login sebagai member untuk bisa memberikan komentar.

 

                        
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250