Search:
Email:     Password:        
 





CFO TANGGUH

By Benny Kumbang (Editor) - 25 September 2013 | telah dibaca 7044 kali

Achmad Sudarto

Membangun PTBA dengan Niat Ibadah

Naskah: Sahrudi, Foto: Fikar Azmy/Dok. PTBA

Tak bisa dibantah jika saat ini PT Bukit Asam (Persero) Tbk atau PTBA adalah perusahaan pertambangan batubara papan atas yang memiliki performa terbaik di level nasional bahkan internasional. Betapa tidak, dalam dua tahun belakangan ini saja, PTBA selalu membukukan catatan kinerja yang positif dan menjanjikan.

Contohnya, untuk semester I 2013, PTBA mencatat volume penjualan batubaranya sebesar 20 persen, atau menjadi 8,81 juta ton dibandingkan penjualan tahun 2012, pada periode yang sama sebesar 7,36 juta ton. Pada kondisi ini, PTBA berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 5,43 triliun.

Memang, pendapatan itu turun 6 persen dibandingkan pendapatan periode yang sama tahun 2012 tapi tetap merupakan yang terbesar untuk perusahaan dikelasnya. Pendapatan ini sejalan dengan capaian laba bersih di semester yang sama sebesar Rp 0,87 triliun. Karena itulah Bloomberg pada 20 Agustus 2013 menempatkan PTBA dengan gross margin, over margin dan net margin tinggi diantara 9 perusahaan tambang batubara nasional dan internasional yang ada.

Kemajuan lainnya, PTBA juga menjadi perusahaan tambang batubara pertama di Indonesia yang menerima sertifikat ISO 9001 dalam penanganan, blending, stockpilling, pengapalan dan pengendalian Mutu di Tanjung Enim, terminal batubara Tarahan dan pelabuhan Kertapati serta pemasaran dan penjualan produksi batubara. Satu kelebihan lain dari PTBA adalah perusahaan yang bersih dari hutang sejak tahun 2002 sampai sekarang, bahkan hampir dibilang zero debt.

Kesuksesan demi kesuksesan PTBA tersebut, tentunya tak lepas dari siapa yang berada di belakang kendali PTBA. Mereka, yang berada di belakang kendali PTBA ini adalah sosok-sosok tangguh yang profesional dan memiliki integritas dalam menjalankan laju perseroan ini. Salahsatu diantara mereka itu adalah, Achmad Sudarto. Pria kelahiran Brebes 28 Oktober 1966 ini adalah figur yang sejak 1992 mendedikasikan dirinya untuk pengembangan PTBA.

Pria yang menyelesaikan S1 dan Magister Management di Universitas Sriwijaya, Palembang ini, mengawali kariernya sebagai Senior Manajer Perbendaharaan dan Pendanaan PTBA. Sebelumnya, ia menduduki posisi Manajer Akuntansi kemudian menjabat Corporate Secretary hingga akhirnya meraih posisi Direktur Keuangan Perseroan sejak tahun 2011.

Bagi Achmad Sudarto, menduduki posisi sebagai Direktur Keuangan di tengah kondisi perekonomian global yang tidak menentu merupakan tantangan tersendiri. Namun dengan posisi PTBA saat ini, ia optimis PTBA tetap konsisten dan mampu untuk merealisasikan sejumlah rencana pengembangan PTBA yang tidak sedikit di masa depan. Sebagai Direktur Keuangan, ia tentu akan mengoptimalisasikan perannya untuk dapat menjamin bahwa kebutuhan dana baik untuk operasional dan pengembangan dapat terpenuhi. Tentunya, dengan mempertimbangkan biaya modal yang rendah.

Mengambil Sisi Positif
Dalam perjalanan kariernya, Achmad Sudarto sendiri tak mau memilih-milih tugas. Contohnya, meski ia memiliki background ilmu akuntansi, tapi ketika ditugaskan di bidang yang berkaitan dengan dunia teknologi informasi ia tak menolak. “Saya ambil positifnya, semakin banyak kita punya pengalaman kerja di berbagai bidang, itu membuat kita semakin tahu tentang perusahaan, pemahamannya makin tinggi. Dan yang paling penting kita tambah ilmu. Selama kita mau belajar, ya otomatis kita akan tambah ilmu,” ungkapnya.

Karier penyuka golf ini boleh dibilang relatif cukup cepat peningkatannya dalam waktu 19 tahun. Ia tetap setia di PTBA karena yakin bahwa perseroan ini memiliki masa depan yang sangat bagus. “Selain itu, dalam bekerja saya tidak semata mata hanya mencari uang. Kita butuh uang jelas tapi itu bukan tujuan utama. Yang paling penting itu adalah kenyamanan dalam bekerja, berinteraksi dengan sesama rekan kerja, bagaimana lingkungan kerja itu bisa membuat kita betah. Itu yang paling penting. Pada saat itu sudah terbentuk otomatis kita bisa bekerja dengan sebaik mungkin,” terangnya.

Di sisi lain, kolektor miniatur mobil ini memiliki pandangan bahwa kerja itu bukan kewajiban tapi ibadah. “Pada saat kita bekerja sebagai ibadah, kita dapat dua, pertama dapat gaji, kedua dapat pahala. Baik itu muslim non muslim sama saja. jadi tidak ada keterpaksaan, jadi kerjanya ikhlas. Jadi kalaupun waktunya lebih dari jam kantor, tidak berpikir lembur. Ya mikirnya ini ibadah kok,” ujarnya lagi seraya menambahkan bahwa dalam kamus hidupnya, bekerja bukan sekadar mencari penghasilan tapi juga beribadah dan belajar.

Sikap itu selaras dengan filosofinya dalam bekerja yakni berbuat jujur, nothing to lose, dan bekerja yang terbaik buat perusahaan. “Itu motto yang selalu saya camkan di kepala saya. Jadi harus jujur, nothing to lose. Kenapa nothing to lose, pada saat kita biasakan nothing to lose, maka semua kebijakan itu no interest. Jadi kebijakan itu hanya pure buat kemajuan perusahaan ini, nggak ada kepentingan pribadi, nggak ada kepentingan kelompok, nggak ada kepentingan keluarga. Agendanya buat kepentingan perusahaan saja. dan itu memang dari dulu motto saya seperti itu. Selalu berpikir nothing to lose, do the best for your company dan selalu berbuat jujur,” bebernya.

Dengan berpegang pada ‘pakem’ kerja seperti itulah, penggemar ikan hias yang setiap bepergian selalu membawa kamera foto ini, memiliki banyak cara untuk menghadapi setiap persoalan yang menghadangnya. “Jangan anggap masalah itu sebagai masalah. Pada saat anda menganggap masalah itu adalah suatu masalah, maka itu masalah besar. Dan masalah itu jangan sekali kali dihindari, harus dihadapi, harus diselesaikan,” tegasnya. Ia selalu yakin setiap masalah itu pasti ada jalan keluarnya, dan tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya, tinggal bagaimana mencari way out yang terbaik. Dalam pandangannya, semakin banyak masalah yang dihadapinya maka akan semakin dewasa dalam me-manage perusahaan ini.

Dalam mendukung jalannya perseroan, Achmad Sudarto juga selalu berpikir bahwa perusahaan ini bukan warisan. Perusahaan ini adalah titipan. “Artinya, kalau titipan maka perusahaan ini harus sustain, harus going concern, bahwa kita harus punya anak cucu yang bisa menikmati dan memajukan perusahaan ini,” terangnya. Itulah yang membuat PTBA selalu melakukan aksi korporasi dengan membuka produk sampingan atau bisnis sampingan dengan core business nya batu bara seperti membangun power plan project. Di sisi lain, upaya menjadikan PTBA sebagai perusahaan yang ramah lingkungan terus dilakukan dengan memberdayakan lokasi paska pertambangan dengan menjadikannya lahan tanaman rakyat atau taman.

Sudartografi
Nama Lengkap Achmad Sudarto Lahir Brebes, 28 Oktober 1966 Pendidikan Magister Managemen, Universitas Sriwijaya, Palembang Pekerjaan Direktur Keuangan PTBA.

Ahyanizzaman

Banyak Belajar, Kunci Meraih Sukses

Naskah: A. Rapiudin, Foto: Fikar Azmy

Catatan karier Ahyanizzaman di PT Semen Indonesia terbilang cukup panjang. Bergabung dengan perusahaan semen pelat merah itu sejak 1991, perjalanan karier pria kelahiran Gresik 6 Juli 1966 terus menanjak naik mulai dari staf hingga menduduki posisi sebagai Direktur Keuangan. Kunci sukses dari semua itu adalah; mau belajar dari pengalaman dan penegtahuan atau skill yang diperlukan untuk pekerjaannya serta orang-orang sukses di sekitarnya.

Sebetulnya, karier Yani –sapaan akrab Ahyanizzaman- tidak seutuhnya dibangun di Semen Indonesia. Hampir separuhnya ia bekerja di PT Swadaya Graha, anak perusahaan milik Semen Indonesia. Saat itu, PT Swadaya Graha sedang mengerjakan proyek di Tuban I, II, dan III. Di perusahaan ini, Yani diberi tugas sebagai Vice Project Manager.

“Banyak pelajaran yang saya dapatkan saat kerja di lapangan. Bagaimana berinteraksi dengan orang, menyukseskan proyek, mengawasi proyek, dan lainnya, saya dapatkan saat bekerja di proyek itu,” terang Yani.

Tak berapa lama sebagai orang lapangan, Yani ditarik ke kantor pusat PT Swadaya Graha dan menduduki jabatan di eselon satu. Di sini ia diserahi tugas memimpin bagian akuntansi dan keuangan.

Usai dari PT Swadaya Graha, pada 1996 Yani ditugaskan menjadi pengurus Koperasi Warga Semen Gresik (KWSG) yang mempunyai misi untuk menjual dan mendistribusikan semen di daerah pasar utama pesaing. Setelah cukup lama menjadi pengurus KWSG, pada 2001, ia ditarik kembali ke PT Semen Gresik. Jabatannya saat itu adalah kepala seksi keuangan. Tak lama di bagian tersebut, ayah tiga anak ini dipindahkan lagi ke bagian akuntansi.

Seringnya ia mengikuti rapat-rapat direksi dan komisaris membuat dirinya mendapat pelajaran tambahan. Ia jadi tahu bagaimana cara berkomunikasi, berkoordinasi, dan lainnya dalam mengelola urusan bisnis.
Dengan bekal perjalanan karier cukup panjang di Semen Indonesia, pria murah senyum ini, resmi diangkat menjadi Direktur Keuangan di perusahaan semen pelat merah itu pada RUPSLB, 11 Maret 2011. Ia mengaku kesuksesan dirinya tidak lepas dari peran orang lain.

“Kesuksesan itu tidak hanya datang dari diri saya sendiri. Saya banyak terbantu dari interaksi dengan orang lain. Kesuksesan itu mungkin hanya sebagian saja karena kemampuan kita, selebihnya karena peran orang lain untuk kita meraih kesuksesan,” katanya.

Sejumlah gebrakan ditempuh Yani dalam upaya mengembangkan Semen Indonesia. Dalam kapasitasnya sebagai Direktur Keuangan, Yani membentuk Tim Pengembangan Keuangan Grup. Tim ini ingin mengintegrasikan bidang keuangan dari tiga perusahaan semen yang mayoritas sahamnya milik pemerintah, yakni Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa.

Tim ini melibatkan personel dari tiga perusahaan tersebut. Misalnya dalam sebuah proyek, susunan pengurusnya harus melibatkan ketiga unsur tersebut. Dengan cara ini mereka merasa ada kebersamaan dan rasa memiliki yang sama terhadap perusahaan. Dan cara ini juga mampu meningkatkan sinergi dan performance perusahaan.

Selain itu, Yani juga punya tugas membuat semacam tools dan system bagaimana mengendalikan biaya, optimalisasi keuangan grup, dan lainnya yang arahnya untuk kemajuan dan peningkatan performance keuangan perusahaan.

“Cukup berat untuk menyatukan budaya dan karakter berbeda dari tiga perusahaan itu. Butuh waktu hampir 3 tahun untuk menyatukan itu. Kuncinya adalah bagaimana kita memahami budaya, menghargai perbedaan karakter, berkoordinasi, komunikasi, dan menempatkan diri kita tidak semata-mata sebagai bos,” jelas Yani.

Ketertarikannya bergabung dengan Semen Indonesia dilandasi oleh pemikirannya tentang prospek cerah di industri semen. Saat itu ia berpikir pembangunan di Indonesia akan membutuhkan banyak semen di kemudian hari dan ternyata itu benar. “Perkiraan saya waktu itu perusahaan ini akan berkembang pesat dan ternyata betul, karena masyarakat Indonesia banyak membutuhkan semen untuk membangun,” ucap Yani

Yani menyebut pencapaian kinerja keuangan semester I cukup bagus. Pertumbuhan konsumsi semen nasional di semester I sebesar 7 persen, namun Semen Indonesia mampu tumbuh melampaui hingga 14 persen, sehingga mengalami kenaikan market share mencapai 44%, dibandingkan periode beberapa tahun sebelumnya yang hanya mencapai 38-40%, dan dari disisi Laba bersih juga tumbuh cukup besar yaitu 22,9%.

Namun, Yani mengakui, kemungkinan akan ada perlambatan di semester II. Tetapi, katanya, bukan berarti tidak ada pertumbuhan. Yang jelas, pertumbuhan masih ada tapi tidak besar dari prediksi awal tahun lalu. Dulu pihaknya optimis 10 persen, tetapi mungkin sampai akhir tahun hanya tercapai 7-8 persen saja. Namun, itu pertumbuhan yang masih bisa ditolerir.

Kesuksesan karier yang dibangun Yani tak bisa dilepaskan sosok sang ayah. Dialah yang memotivasi dirinya untuk membangun karier. Ia masih ingat saat ayahnya berkata kalau mau jadi pengusaha kulakannya barang. Kalau pegawai kulakannya ilmu. “Saya ingat betul, sehingga jadi belajar terus. Belajar itu bisa dengan orang lain atau membaca kisah sukses orang lain, dan juga tidak harus pendidikan formal walaupun ada keinginan untuk melanjutkan sekolah lagi”, kenang alumni Universitas Airlangga, Surabaya ini, yang juga dipercaya sebagai Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi Unair dan juga sebagai Anggota Dewan Penasehat Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur.

Soal filosofi hidup, Yani mengaku banyak belajar tentang filosofi rumput. Rumput itu walaupun diinjak-injak orang, diterpa angin, dihantam badai, akan tetap tumbuh dan berdiri tegak kembali serta mampu menyesuaikan kondisi. Artinya, orang itu harus mampu bertahan dan keluar dari berbagai tekanan yang dialaminya untuk kemudian berdiri tegak kembali serta mampu belajar menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.

Waktunya yang banyak tersita untuk perusahaan membuat Yani agak kesulitan mengatur waktu berkumpul dengan keluarga. Sebab, nyaris hampir setiap hari ia berkutat urusan dengan pekerjaan. “Memang kadang-kadang sulit juga mengatur waktu untuk keluarga. Tapi, sekecil apapun peluang untuk keluarga saya manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bagaimana pun keluarga itu sangat penting dan menjadi Oase kehidupan buat saya. Kadang kalau jiwa ini terasa kering saat bertemu keluarga jadi segar kembali,” imbuhnya.

Ahyanigrafi
Nama Lengkap Drs. Ahyanizzaman, Ak. Lahir Gresik 6 Juli 1966 Pendidikan S1 Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Airlangga Jabatan Direktur Keuangan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk ( Maret 2011-sekarang), Pengawas Dana Pensiun Semen Gresik (2011-sekarang) Karier Pengawas Koperasi Warga Semen Gresik (2008-2011), Kepala Divisi Keuangan & Akuntansi PT SEMEN GRESIK (Persero) Tbk (2007-2011), Kepala Bagian Akuntansi Keuangan PT SEMEN GRESIK (Persero) Tbk (2002-2007), Kepala Seksi Bendahara PT SEMEN GRESIK (Persero) Tbk (2001-2002), Direktur Keuangan Koperasi Warga Semen Gresik(1996-2001), Kepala Departemen Keuangan & Akuntansi PT Swadaya Graha (SG Group)(1994-1996) Keluarga Menikah (3 anak)

Kurniadi Atmosasmito

Membenahi PT KAI dengan Investasi dan Efisiensi

Naskah: Suci Yulianita, Foto: Sutanto

Bekerja adalah amanah! Itulah yang menjadi filosofi hidupnya dalam berkarier. Untuk itu tak heran jika pria kelahiran Jakarta, 5 April 1953 ini, selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam setiap jabatan yang diembannya. Capaian demi capaian pun berhasil diraih. Sejak diminta mengemban jabatan di lingkungan PT KAI sejak pertengahan tahun 2008 lalu, ia berhasil membantu meningkatkan laba perusahaan yang semula minus menjadi untung hanya dalam tempo yang sangat singkat. Kurniadi Atmosasmito, sosok direksi di PT KAI yang tak segan ikut memeriksa tiket penumpang
di dalam kereta.


Ia memang bukan orang lama di PT KAI, karena masuk ke perusahaan kereta api ;pelat merah’ itu baru pada tahun 2008. Namun ‘jam terbang’ nya di bisnis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah sangat tinggi. Tahun 1980, Kurniadi sudah berkiprah di PT Antam (Persero) Tbk, BUMN yang bergerak di bidang pertambangan. Disitu, ia menjalankan karir hingga kurang lebih 25 tahun sebelum ditempatkan di PT KAI. Di Antam, prestasinya luar biasa. Satu contoh ketika ia menjabat Direktur Keuangan Antam periode 2003 – 2008 lalu, ia berhasil membantu meningkatkan profit dari yang semula hanya Rp. 200 miliar menjadi Rp. 5,3 triliun dalam waktu 5 tahun.

Kepiawaiannya di PT Antam ia tularkan juga ke PT KAI. Dengan kerja kerasnya bersama para direksi yang lain dan staf di PT KAI, ia ikut menyukseskan hasil peningkatan yang sangat signifikan dari yang semula minus Rp. 83,487 miliar di tahun 2008, meningkat pesat di tahun 2009 hingga Rp. 154,800 miliar. Bahkan ketika Kurniadi mulai menjabat Direktur Keuangan sejak awal 2011 lalu, PT KAI berhasil meraup profit hingga Rp. 425,568 miliar di tahun 2012. Sungguh sebuah prestasi yang sangat membanggakan, terlebih jika melihat kondisi PT KAI yang kala itu sedang terpuruk.

Dalam membenahi PT KAI, Kurniadi mengaku banyak melakukan investasi dan efisiensi pengadaan barang serta biaya operasi. Menurut Kurniadi, sebuah perusahaan jasa seperti kereta api, jika tidak melakukan investasi, tidak akan bisa bertumbuh. “Sebagian besar perusahaan di dunia untuk melakukan pertumbuhan itu pasti melakukan investasi, ada pinjaman dana dari pihak ketiga. Nah, kereta api ini, sejak pertama kali berdiri sampai dengan tahun 2011, belum pernah pinjam uang. Begitu saya bergabung di PT KAI di tahun 2011, itu kita menandatangani pinjaman langsung dari Bank,” tegasnya.

Investasi tersebut, salah satunya digunakan untuk pembelian 144 lokomotif dan 2400 gerbong, yang bertujuan mengembalikan PT KAI ke masa-masa dulu, “Sebelumnya, kereta api ini belum dikelola dengan optimal. Lokomotif ditahun 2000 dari yang 450an berkurang tinggal 350an ditahun 2008, kemudian gerbong dari yang 6800 berkurang menjadi 3600an. Itu artinya, ini kan perusahaan jasa kereta api tapi loko- nya berkurang, berarti kemampuannya juga semakin menurun. Untuk itu investasi ini bertujuan untuk mengembalikan semua itu,” papar penyuka olahraga Golf dan Tenis ini.

Pembelian loko dan gerbong tersebut, rencananya sebagian besar akan digunakan untuk kereta angkutan barang. Karena saat ini, PT KAI sedang fokus mengubah komposisi presentase angkutan antara angkutan barang dan penumpang. Diakui Kurniadi, selama ini pendapatan kereta api, 60% dari penumpang dan 40% dari barang. “Ke depan akan kita balik menjadi 60% barang dan 40% penumpang. Tapi bukan berarti volume penumpang turun, karena ini dari segi pendapatan,” katanya.

Kurniadi menjelaskan semua itu memakan investasi hingga Rp. 7,2 triliun. Namun itu belum termasuk investasi lainnya. Sementara untuk investasi Kereta Commuter Jabodetabek, memakan dana hingga Rp. 4,1 triliun, yang digunakan untuk penambahan kereta Jabodetabek serta perbaikan infrastruktur. Sedangkan untuk proyek baru, Batu Ceper – Bandara Soekarno Hatta, memakan investasi kurang lebih Rp. 2,5 triliun. Untuk proyek bandara ini, ditargetkan akan selesai pada pertengahan tahun 2014. Investasi-investasi tersebut didanai oleh pihak bank 85%, dan 15% oleh perusahaan.

Selain itu, PT KAI juga membenahi mental Sumber Daya Manusia. Seluruh karyawan dituntut untuk bekerja lebih keras dan disiplin. Sangsi demi sangsi bagi yang melanggar atau mangkir pun diberlakukan dengan konsisten. Satu contoh fakta misalnya, PT KAI bisa memberikan sangsi yang sangat keras kepada pegawainya saat itu juga jika ketahuan menjadi calo penumpang.

Kedisiplinan itu pun berlaku bagi para jajaran direksi, tak heran jika Kurniadi juga masih mendapat jadwal piket hingga harus ke luar kota sekalipun. “Lebaran kemarin saya nggak libur, saya kebagian tugas di Madiun dari tanggal 29 Juli sampai 18 Agustus,” ucapnya. Dan demi meningkatkan loyalitas penumpang, Kurniadi juga seringkali turun ke lapangan, terkadang ia juga ikut membantu memeriksa tiket penumpang di dalam kereta, dan tak segan berbincang bincang dengan penumpang, menampung aspirasi atau keluhan mereka.

Namun sebelumnya PT KAI terlebih dahulu memikirkan kesejahteraan para karyawan, dengan menaikkan gaji karyawan dua kali lipat untuk take home pay. “Kalau tidak begitu, kita kesulitan untuk mengajak teman-teman bekerja lebih keras lagi, mereka pasti nggak semangat. Jadi saat itu manajemen berpikir tingkatkan dulu kesejahteraan sambil diajak kerja keras meningkatkan kinerja perusahaan,” katanya dengan serius.

Semua usaha itu berbuah manis! Tak hanya dari segi profit, dari segi pelayanan pun, PT KAI berhasil menjadi sebuah armada transportasi pilihan yang semakin diminati masyarakat. Tengok saja beberapa tahun lalu, ketika pelayanan PT KAI masih carut marut, calo di mana-mana, antrian yang panjang saat membeli tiket, stasiun yang berantakan, belum lagi kereta ekonomi yang penuh berdesak-desakan karena banyaknya penumpang yang berdiri.

Semua itu tak lagi dirasakan saat ini, karena kereta api Indonesia berubah drastis menjadi jauh lebih baik dan tentunya jauh lebih nyaman. Pembelian tiket tak lagi harus berdesak-desakan di loket stasiun, karena bisa dengan mudah membeli via internet, Indomaret / Alfamart, atau Contact Center PT KAI di nomor telepon 021 121. Semua stasiun pun kini tertata rapih, dilengkapi ruang tunggu yang nyaman dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya, seperti toilet gratis dan mushola yang bersih dan nyaman. Dan pastinya, tak ada lagi kereta api ekonomi yang berdesak-desakan penumpang.

Namun sayangnya peran pemerintah belum optimal. Masih adanya kebijakan-kebijakan yang dirasa memberatkan PT KAI, seperti masalah subsidi misalnya, masih ada biaya-biaya yang menjadi beban PT KAI padahal seharusnya ditanggung oleh pemerintah. Selain itu adanya aturan harus membayar sewa dan pajak yang jumlahnya cukup besar juga menjadi kendala bagi PT KAI. Padahal sejatinya PT KAI tidak mengharapkan keistimewaan, namun hanya mengharapkan perlakuan yang sama seperti angkutan jalan raya lainnya. Dengan begitu, Kurniadi yakin PT KAI bisa bersaing dengan angkutan darat lainnya, dan bisa bertumbuh lebih besar. “Kalau kereta api bisa bertumbuh, itu kan bagus. Artinya penghematan pemerintah juga besar, dan polusi juga berkurang,” Kurniadi menutup pembicaraan.

Kurniadi-grafi:
Nama Lengkap Kurniadi Atmosasmito, SE, MCM. Lahir Jakarta, 5 April 1953 Pendidikan D3 Ekonomi Akuntansi Universitas Jayabaya (1980), S1 Ekonomi Manajemen Universitas Krisnadwipayana (1986), S2 Ekonomi Manajemen LPMI Jakarta (1998) Pekerjaan Direktur Keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) sejak 2011 Karier EVP Corporate Finance PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2009 – 2011, Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (2008 – 2009), Direktur Keuangan PT Antam (Persero), Tbk. (2003 – 2008), Kepala Satuan Pengawasan Intern PT Antam (Persero), Tbk. (2002), Kepala Bidang Administrasi UPN Gebe PT Antam (Persero), Tbk. (1999), Kepala Biro Keuangan UP Emas Pongkor PT Antam (Persero), Tbk. (1996), Kepala Biro Keuangan Unit Nikel Gebe PT Antam (Persero), Tbk. (1992), Auditor pada Inspektorat Perusahaan PT Antam (Persero), Tbk. (1988)

Hary Prasetyo

Berpikir

Naskah: Rafiudin, Foto: Humas PT Asuransi Jiwasraya

Tidak pernah terbayangkan di benak Hary Prasetyo jika ia berlabuh di perusahaan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Apalagi, ia tidak punya latar belakang pendidikan di bidang itu. Tapi kehadirannya mampu membangun kultur fighting spirit di BUMN sektor asuransi tersebut sehingga mampu bersaing dengan kompetitor di bisnis yang sama.

Berawal dari kebijakan yang digulirkan Menneg BUMN Sofyan Djalil waktu itu yang ingin melakukan restrukturisasi perusahaan asuransi BUMN. Kala itu, Sofyan Djalil ingin membangun perusahaan asuransi BUMN lebih profesional dengan merekrut orang-orang professional dari kalangan swasta yang berlatar belakang dunia pasar modal.

Pada September 2007, Hary dipanggil Menteri untuk melakukan fit and profer test di Kementrian BUMN dan dilanjutkan dilanjutkan tes di Bapepam pada November di tahun yang sama. Lulus tes, dalam waktu yang tidak terlalu lama, Hary pun dilantik menjadi Direktur Keuangan di PT Asuransi Jiwasraya pada 15 Januari 2008.

“Ini tantangan yang luar biasa buat saya. Apalagi, sebagai Direktur Keuangan, ada lima bidang yang saya bawahi. Selain keuangan, lainnya adalah investasi, SDM, TI, dan umum pengadaan. Saya juga tidak punya disiplin ilmu asuransi sama sekali, karena latar belakang saya di pasar modal,” ucap Hary yang awalnya berkarier di bidang Pasar Modal (Capital Market) sejak tahun 1993 yang saat itu terbilang masih berkembang serta SDM yang belum banyak.

Sebagai Direktur Keuangan, kepiawaiannya dalam memimpin di jajaran direksi PT Asuransi Jiwasraya pun telah teruji. Sejumlah capaian kinerja berhasil dilakukan Hary bersama jajaran pimpinan lainnya. Pertama, dari sisi kultur. Karyawan yang awalnya berpikiran ‘segini aja cukup’ dan kurang fighting spirit-nya berhasil diubah. Dengan membenahi semua sistem yang ada, karyawan Jiwasraya punya fighting spirit yang tinggi sehingga mampu bersaing dengan competitor di bisnis yang sama.

Kedua, misi restrukturisasi yang berhasil dicapai. Itu terlihat dari performance perusahaan dan laporan keuangan yang terus membaik. Ketiga, di proses bisnis. Yang dulu membutuhkan waktu panjang karena menggunakan sistem manual, kini waktunya dipangkas jadi lebih pendek dengan menggunakan teknologi. Keempat, investasi. Investasi ini mendukung core bisnis yang dikelola asuransi. Dan kelima, bagian umum dan pengadaan. Di BUMN bagian ini yang paling rawan dan rentan. Karena sistemnya diubah menjadi lebih transparan dengan menerapkan GCG.

“Jadi lima itu pencapain yang kami peroleh dalam lima tahun pertama kemarin. Ini pencapaian yang sangat signifikan dan bisa dirasakan oleh semua karyawan. Misalnya soal kualitas hidup (terkait masalah pendapatan) itu meningkat sangat signifikan. Kalau urusan perut sudah terpenuhi, kerja menjadi tenang dan akhirnya kita mampu berkompetisi dengan pesaing,” terang Hary.

Namun, untuk memperoleh capaian tersebut bukanlah perkara mudah. Hary menyebut ia dan jajaran pimpinan lainnya harus turun ke bawah menemui karyawan. Ia mensosialisasikan misi dan visi perusahaan. Dengan penuh kesabaran, Hary dan pimpinan lainnya berhasil memompa semangat karyawan dalam bekerja sehingga sejumlah pencapaian di atas mampu terlaksana dengan baik.

“Satu prinsip hidup saya adalah kita harus selalu berpikir Out of The Box. di luar dari kebiasaan atau pakem. Kita harus punya keberanian melakukan perubahan tetapi tetap terukur dengan berlandaskan pada aturan-aturan yang ada. Prinsip Out of The Box itu belum dimiliki semua karyawan karena porsi struktur SDM yang masih produk lama. Nah sekarang sudah mulai regenerasi dan bisa menerima perubahan,” bebernya.

PT Asuransi Jiwasraya terus melakukan perbaikan demi meningkatkan performance dan pendapatan perusahaan. Menurut Hary, tahun ini perusahaan menargetkan pendapatan sebesar Rp 370 miliar. Ia optimis target itu akan tercapai bahkan bisa terlampui. Bahkan, kata Hary, semua target perusahaan adalah Rp 700 miliar pada tahun ini, dua kali lipat dari yang ditetapkan di anggaran. “ Ini memang tidak mudah, karena kondisi pasar yang sedang lesu,” kata pria yang hobi bersepeda ini.

Karir yang terus menanjak tentu tak lepas dari peran orang-orang terdekat. Dan itu diakui pria kelahiran Cimahi, 5 Maret 1970 ini. Ia mengaku istri dan anak-anaknya adalah motivator terbesar bagi dirinya dalam berkarir.

“Keluarga itu adalah utama buat saya selain pekerjaan. Tetapi, yang nomor satu tetap Allah SWT karena waktu saya lebih banyak di kantor, maka sebisa mungkin saya memanfaatkan libur kerja untuk berkumpul bersama keluarga. Jadi, Sabtu dan Minggu saya pergunakan untuk keluarga. Bagi saya bukan lamanya waktu berkumpul, tetapi lebih kepada kualitas waktu untuk bersama keluarga. Meskipun hanya 5 menit, tetapi kalau berkualitas itu sudah cukup. Misalnya, kami biasa duduk bersama di meja makan. Banyak hal kami bicarakan dan diskusikan di situ. Jadi, kumpul keluarga itu tetap berkualitas walaupun hanya 5 menit,” lanjut Hary Prasetyo yang dikaruniai sepasang anak laki-laki dan perempuan.

Hary menambahkan, dalam urusan kerja ia tidak punya ambisi atau obsesi apapun. Tak ada beban dan semuanya mengalir seperti air. Karena baginya rejeki itu sudah ada yang mengatur. “Yang juga penting adalah mencintai pekerjaan yang kita lakukan, maka kerja menjadi menyenangkan. Apalagi, saya punya prinsip bahwa kerja adalah ibadah dan jika itu dilakukan secara istiqomah maka tentunya kita akan berusaha memberikan yang terbaik,” tutur pria yang juga hobi golf ini.

Selain golf, Hary masih memiliki hobi lain yakni bermusik. Di band Jiwasraya, ia bermain gitar plus vocal. Hobi ini terus dijalaninya hingga kini. Apalagi, di Kementerian BUMN sering ada jam session sehingga kemampuan bermusiknya terus diasah dengan baik.

Hary-grafi :
Nama Lengkap:
Hary Prasetyo, BBA., MBA. Lahir: Cimahi, 5 Maret 1970 Pendidikan: Bachelor of Business Administration (BBA) Finance, Pitsburg State University, Pittsburg – Kansas USA(1993), Master of Business Administration (MBA) General Business, City University, Portland – Oregon USA(1997) Jabatan: Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) (2008-sekarang) Karir: Direktur Utama PT Lautandhana Investment Management (2005-2008), Komisaris PT Lautandhana Investment Management (2005), VP Asset Management PT Batasa Capital (2002-2005), VP Investment Banking PT Trimegah Sucurities Tbk (2002-2005), Internal Auditor PT Artha Graha Sentral (1998-1999), Direktur PT Dhana Wibawa Artha Cemerlang (1994-1995) Keluarga: Menikah (2 anak)



Add to Flipboard Magazine.
Komentar:

                         
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250