Search:
Email:     Password:        
 





Wayang Art: Seni Kulit Telur yang Mendunia

By Syulianita (Editor) - 30 September 2013 | telah dibaca 4552 kali

Naskah : Cucun Hendriana Foto : Dok. Wayang Art, Istimewa
*artikel ini dimuat pada edisi 116, September 2013

Kulit telur adalah barang terbuang, tapi tidak bagi Teguh Joko Dwiyono, pemilik Wayang Art. Sejak 15 tahun lalu, Wayang Art secara gencar memproduksi berbagai kerajinan bernilai seni tinggi yang kini produknya sudah mendunia. Hebatnya, bahan bakunya terbuat dari kulit telur. Ya, kulit telur yang bagi kebanyakan orang menjadi sampah!

Tahun 1998 menjadi awal keterlibatannya dengan dunia seni, khususnya kulit telur. Di tahun tersebut, Wayang Art mulai diperkenalkan ke publik melalui sebuah ajang pameran di Jakarta. Meski bernama Wayang, namun bukanlah wayang yang diproduksinya. Wayang Art lebih banyak memproduksi berbagai kerajinan seni, seperti vas bunga, guci, lukisan, kaligrafi, dan lainnya. Namun, yang menjadi pembeda dan keunikannya adalah, bahan bakunya dari kulit telur.

Adalah Teguh Joko Dwiyono yang menggagasnya. Untuk menekuni seni kulit telur, butuh waktu cukup lama untuk mendalaminya. Lebih dari dua tahun ia melakukan berbagai penelitian dan eksperimen mengenai kulit telur, terutama tentang karakteristik, keunikan, dan kekuatannya. Hasilnya, kulit telur yang nampak rapuh itu ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa, bisa bertahan hingga puluhan tahun.

Selain itu, ia juga mampu mengidentifikasi warna berbagai kulit telur. Disebutkannya, untuk kulit telur ayam ras, misalnya, ada sekitar 40 warna berbeda. Sementara untuk kulit telur ayam kampung, ada sekitar 10 warna dan kulit telur bebek ada 8 warna. Dan untuk menjadikannya sebagai sebuah benda seni, di antara warna-warna tersebut harus diklasifikasikan agar tidak campur aduk.

Karena keunikannya itu, kali pertama mengikuti pameran, semua produknya ludes diborong ke Selandia Baru. Namun, kemudian ia harus jatuh karena ketidaksiapan akan permintaan pasar yang besar. Baru dua tahun berikutnya, ia kembali bisa memproduksi aneka kerajinan kulit telurnya. Kini, ia juga telah memperoleh HAKI atas produknya, serta telah meraih penghargaan MURI.

Untuk membuat sebuah kerajinan kulit telur, sebenarnya tak terlalu sulit meski tak bisa dibilang mudah juga. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat sketsa desain di media pengganti kanvas, setelah itu barulah proses menempel kulit telur dilakukan. Setelah selesai, isilah celah-celah kulit telur dengan semen putih sampai mengering.

Untuk memanipulasi warna, bisa digunakan cat air atau pewarna tekstil. Lalu, untuk menimbulkan tekstur kulit telur, setelah diwarnai, gosok kulit telur dengan amplas halus. Sebagai finishing agar produk kulit telur lebih awet dan terlihat glossy, berikan politur bening. Setelah semua proses itu dilakukan, maka jadilah sebuah karya seni yang mengagumkan. Sederhana bukan?

Hal itu pula yang selama ini dilakukan Wayang Art, sehingga kulit telur berubah menjadi produk bernilai jual tinggi. Tahun 2000, berbagai event pameran terus diikuti oleh Wayang Art. Dari sanalah, banyak pesanan mancanegara berdatangan. Diakui Dwiyono, pesanan pertama yang diperolehnya adalah dari Amerika. Satu kontainer aneka produk seni kulit telur pun terjual. “Ketika itu, setiap bulan saya bisa rutin eskpor berkontainer-kontainer produk ke beberapa negara,” katanya.

Jika melihat workshopnya yang mungil di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, siapa sangka kalau produknya mampu menembus pasar dunia. Namun, fakta membuktikan hal lain, produk seni kulit telur besutan Wayang Art saat ini sudah merajalela di pasar dunia. Ada sekitar 70% produknya dikonsumsi pasar luar negeri, dan sisanya oleh pasar domestik. Sejumlah negara di Eropa, Amerika, dan Afrika menjadi tujuan ekspornya. Tak kurang dari 10 negara yang telah menjadi pelanggan tetap Wayang Art. Tak aneh, kala itu omzet sepinya saja bisa mencapai Rp40 juta saban bulan.

Namun sejak krisis global melanda, ia akhirnya mengalihkan penjualannya ke pasar lokal dan Asia. Di pasar ini, ternyata minatnya pun cukup besar. Kini, selain memproduksi aneka vas, guci, dan lukisan, Wayang Art pun terus menambah varian produknya. Dan pada dasarnya, seperti dikatakan Dwiyono, semua media berbahan keras termasuk keramik, kain, dan furniture, bisa disentuh dengan seni kulit telur.

Dari tahun 1998 sampai kini, Wayang Art tak pernah berhenti berproduksi. Setiap bulannya, jika desainnya rumit, hanya sekitar 100 produk saja yang bisa dibuat. Namun, jika desain mudah dan tingkat kerumitannya rendah, ratusan produk dalam sebulan bisa dikerjakannya, apalagi dengan dibantu oleh sekitar 40 karyawan.

Meski hanya berbahan baku kulit telur, berkat kreatifitas dan inovasi yang dilakukan, Wayang Art mampu membuktikan bisa bertahan sampai kini. Terkait bahan baku sendiri, sampai detik ini tak pernah kesulitan. “Dulu, bahkan saya biasa mencarinya ke tukang nasi goreng atau penjual martabak. Saya tak pernah khawatir soal bahan baku, selama ayam dan bebek masih mau bertelur, maka kulit telur selalu ada,” selorohnya.

Selain itu, yang membuat Wayang Art mampu bertahan, sang owner berhasil konsisten menerapkan apa yang diyakininya. Menurutnya, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk kesuksesan sebuah bisnis. Pertama, manajemen keuangan yang mutlak harus dikuasai. Kedua, manajemen produksi dan ketiga, pemasaran.

“Dulu, saya tak tahu itu. Karena itulah bisnis saya menjadi hancur. Dalam berbisnis, juga penting untuk ditanamkan sikap yakin, kemauan yang kuat, dan bersabar. Satu hal lagi, bisnis itu tak membutuhkan produk yang terlalu bagus, asal dimenej dengan baik pasti sukses. Sebaliknya, produk sebagus apa pun jika tak dimenej pasti kandas!” ungkapnya memberikan tips.

Ke depan, Wayang Art yang dinakhodai Dwiyono, masih bermimpi untuk terus membuat berbagai terobosan dalam hal kulit telur. Salah satunya adalah berencana membuat sebuah karya monumental, yakni rumah miniatur budaya nasional berlapiskan kulit telur. Karena kekhasannya itu, TV kabel internasional terkemuka CNN yang berpusat di Amerika pun pernah meliput kegiatan produksi di Wayang Art.

Sebagai salah satu pelopor dalam seni kulit telur, kini Dwiyono juga disibukkan dengan mengajar tentang kreasi kulit telur ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Aceh, Medan, Palu, Manado, dan Lombok. Tak ayal, jika saat ini seni kulit telur sudah bertebaran di Indonesia. Sudah banyak perajin yang bergerak dan berkonsentrasi dalam produksi seni kulit telur.

Add to Flipboard Magazine.

Tulis Komentar:


Anda harus login sebagai member untuk bisa memberikan komentar.

 

                             
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250