The Best Lawyers
By Benny Kumbang (Editor) - 01 July 2013 | telah dibaca 15285 kali
The Best Lawyers
Otto Hasibuan
Memberangus
Naskah: Cucun Hendriana, Foto: Sutanto/Dok. Pribadi
Di masa mahasiswa ia sudah terlibat dalam banyak penyelesaian sejumlah kasus. Sempat bekerja di beberapa law firm, kemudian ia memilih mundur untuk mendirikan law firm sendiri. Concern di bidang litigasi, sejumlah perkara besar sudah dibelanya. Kini, ia didapuk untuk menakhodai PERADI, sebuah organisasi advokat yang terlahir berdasarkan UU. Misinya, mencipta advokat berkarakter dan terbebas dari berbagai “kesesatan” hukum.
Ketertarikannya dengan dunia hukum sudah dimulainya sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Tinggal di Pematang Siantar, Sumatera Utara, selepas SMA ia pun bergegas masuk Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sebagai mahasiswa hukum, ia aktif dalam berbagai organisasi. Salah satunya, ia dan rekan sekampusnya mendirikan LBH Clementia.
Berbagai perkara pun ia cari. Biasanya ia berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) dan menelusuri kasus menarik, lalu diadvokasi secara prodeo (tanpa bayaran). Cara yang ia tempuh ternyata ampuh. Pasalnya, berbagai kasus di sekitar Jawa Tengah berhasil ia pegang. “Itu masa-masa saya belajar jadi pengacara. Dalam sebuah kasus di Sragen, bahkan saya pernah dibayar dengan pisang. Yang tertinggi, meski sebenarnya tak meminta bayaran, saya pernah dibayar sebesar Rp. 70 ribu,” kata Otto, mengenang.
Tahun 1986, ia pun mendirikan Otto Hasibuan & Associates, sebuah law firm yang bergerak di bidang litigasi. Kasus pertama yang ditanganinya adalah menangani perkara penyelundupan di Tanjung Priok. “Semua perkara litigasi, baik itu pidana, perdata, korporasi, semua saya tangani,” sebut Otto.
Bergerak di bidang litigasi (sengketa), ia pun sudah siap menanggung segala konsekuensinya. Termasuk berbagai ancaman dan intimidasi yang menghampiri. Apalagi, ia juga sering menangani perkara kriminal dan korupsi yang rentan konflik kepentingan. Yang fenomenal, saat ia menangani kasus Johny Sembiring, legendaris sekaliber Kusni Kasdut yang tersohor di era 1970-an. Johny dituding sebagai otak pembunuhan atas Letkol TNI AU Steven Adam. Sebagai pengacara Johny, ia sering mendapatkan teror menakutkan termasuk pernah ditodong bedil.
Dalam hal sengketa, berbagai kasus yang dibawa ke arbitrase dalam maupun luar negeri, sering juga ia lakukan, termasuk juga sebagai Saksi Ahli di Pengadilan atau Arbitrase di Singapura. Dalam catatan kariernya, ia rutin menangani masalah korporat dari luar negeri, seperti Singapura, Tokyo dan Hongkong. Meski begitu, dalam penanganan setiap kasus, ia selalu memilah dan memilih. Artinya, tidak semua klien yang datang dengan kasusnya, ia terima semua. “Saya harus hati-hati dalam memilih kasus, meskipun dalam kode etik dikatakan, advokat tidak boleh menolak perkara. Ini kaitannya dengan jabatan saya di PERADI,” terangnya.
Pria yang pernah menangani kasus Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, tapi kemudian mundur, ini, mengatakan, seorang lawyer hanya bisa dikenal karena dua hal; jujur dan mampu. Dengan kedua hal ini, maka seorang lawyer akan terus dibutuhkan oleh orang yang berperkara. Selain itu, harus ada juga spesialisasi, pengkhususan keahlian. “Saya sudah memposisikan diri di litigasi. Ya sudah, itu keahlian saya. Perkara IPO dan pasar modal, tentu orang tidak akan datang pada saya,” jelasnya.
Komitmen Peradi Zero KKN
Sejak pertama kali didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, yang menerangkan bahwa Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. PERADI berkomitmen untuk meningkatkan kualitas advokat serta memberikan perlindungan hukum maksimal bagi para pencari keadilan.
Grand design itu kemudian diikuti dengan konsensus bahwa PERADI harus ikut menentukan arah pembangunan hukum. Bagaimana pun advokat adalah orang yang paling tahu mengenai perjalanan hukum. Ia sadar, karena kelekatan inilah, profesi advokat bisa ikut menentukan kesuksesan sekaligus kehancuran penegakan hukum. “Advokat itu bisa membuat hukum tegak, bisa juga membuat hancur. Advokat memiliki potensi untuk membelokkan hukum maupun meluruskan hukum. Nah, oleh sebab itu, advokat berkualitas mutlak dibutuhkan,” kilahnya.
PERADI hadir dalam rangka rekrutmen dan penyaringan calon advokat berkualitas dengan mengedepankan zero KKN. Dengan kualitas dan standarisasi advokat yang bagus, maka para pencari keadilan akan terlindungi. Sampai saat ini, dari total 25 ribu advokat di Indonesia, 15 ribu di antaranya telah melalui seleksi PERADI. “Berdasarkan UU, semua calon advokat harus melalui ujian advokat PERADI. Tidak ada lembaga lain.”
Dengan mekanisme ini, ia yakin penegakan hukum di Indonesia ke depan semakin penuh harapan. Meski saat ini belum terlalu memuaskan. Ia menilai, jika satu generasi saat ini telah berganti, penegakan hukum akan semakin baik. Pasalnya, dunia hukum kini masih terkontaminasi dengan cara-cara lama. “Saya pikir inilah masa penyaringan untuk para penegak hukum lama. Sudah saatnya menghadirkan wajah penegakan hukum yang lebih baik,” ucap pria yang juga sebagai Ketua Umum IKADIN ini.
Sayang, ternyata langkah yang ia tempuh itu tak mudah. Malahan, ia sering kali dimusuhi oleh advokat yang bersebrangan pikir. Mereka yang memusuhi Otto, bukan karena ia bersalah. Justru karena ia berbuat benar. Untuk hal ini ia berkata, “Di negeri ini, kalau kita berbuat baik jangan harap untuk dipuji. Meretas kebaikan itu justru akan banyak musuhnya. Tapi ini adalah sebuah komitmen. Jadi tetap harus saya lakukan,” aku pria kelahiran 05-05-1955 ini.
Meski setiap hari sibuk dengan setumpuk pekerjaan, dalam urusan keluarga ia tak melupakannya. Ia selalu membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga agar terus harmoni. Menurutnya, harmonisasi itu penting. Meski bagi pengacara waktu itu adalah uang, tapi bukan berarti harus menomorduakan keluarga. “Harus tetap balance, tetap harmoni. Karena keluarga itu adalah tempat pijakan,” pungkasnya.
Otto-grafi:
Nama Lengkap Otto Hasibuan Lahir P. Siantar,
05-05-1955 Pendidikan Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Comporative Law University of Technology of Sydney Karier Otto Hasibuan & Associates Organisasi Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Council International BAR Association, dan lain-lain.
Yusril Ihza Mahendra
Ujung Tombak Hukum Tata Negara
Naskah: Cucun Hendriana, Foto: Dok. MO & Istimewa
Dalam hukum tata negara, siapa yang tak kenal sosok Yusril. Bahkan, kini ia pun aktif terlibat dalam menangani sejumlah kasus hukum pidana. Sejak 2001, ia memang telah memiliki sebuah law firm bernama Yusril Ihza Mahendra & Associate (kini menjadi Ihza & Ihza Law Firm red). Ketika ia dijadikan tersangka korupsi Sisminbakum di Kementerian Hukum dan HAM, law firmnya itu nyaris lenyap dan ditinggalkan kliennya. Merasa didzolimi, ia pun melawan dan berjuang habis-habisan. Akhirnya, kebenaran pun terbongkar. Ia terbukti tak bersalah. Kini, law firmnya itu kembali merajut sukses dalam menjaring klien.
Terlahir dari keluarga pegawai negeri yang hidupnya susah, sejak kecil ia sering mengalami tindak kesewenang-wenangan. Dilakukan tidak adil dan ditindas seringkali terjadi dalam kehidupannya. Karena itulah, ia terdorong untuk belajar hukum. Misinya, bagaimana untuk melawan ketidakadilan sekaligus menghapuskannya.
Setamat SMA ia lantas memasuki Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Di UI, ia tidak hanya belajar hukum tapi juga filsafat. Dan ia sukses menyelesaikannya secara bersamaan. Menurutnya, filsafat adalah basis untuk membangun rasionalitas dan berfungsi untuk memperkuat keilmuan.
Tak berhenti di level itu, pemikirannya semakin tajam saat ia melanjutkan pendidikan S2 Hukum dan Pemikiran Islam. Untuk menyempurnakan ilmunya, ia pun mengambil program doktoral konsentrasi Ilmu Politik di Universitas Sains Malaysia (1993). Karena itulah, pandangannya terhadap masalah hukum menjadi agak unik dan berbeda sehingga hukum terlihat semakin menarik. Saya sudah terbiasa untuk mengkombinasikan ilmu hukum dengan ilmu-ilmu yang lain termasuk filsafat. Ketika saya hadapi persoalan hukum tidak selalu murni yuridis, tapi ada pendekatan yang lebih filosofis dan politis, ucap putra pasangan Idris dan Nursiha ini.
Dalam hal advokasi berbagai masalah, Yusril sudah terbiasa sejak lulus kuliah S1, sekitar tahun 1982-an. Tapi kemudian ia lebih memilih berkarier sebagai dosen daripada praktisi. Sementara pergerakannya di dunia hukum hanya sebatas menjadi konsultan yang tidak turun ke pengadilan. Baru pada tahun 2001 setelah berhenti menjadi Menteri Kehakiman dan HAM di era Abdurrahman Wahid, ia berpikir untuk mendirikan law firm. Tahun itulah saya merintis law firm Yusril Ihza Mahendra & Associate, terangnya.
Tidak lama, pria kelahiran Belitung Timur, 5 Februari 1956 ini, kembali dipinang menjadi menteri di masa Presiden Megawati. Ia tidak bisa aktif di kantor. Karena non aktif, law firm tersebut berubah nama menjadi Ihza & Ihza Law Firm. Saya berturut-turut jadi menteri. Setelah menteri Hukum dan HAM, saya ditunjuk lagi jadi Mensesneg. Praktis, saya tidak ada waktu untuk mengurusi law firm. Kantor itu kemudian lebih banyak diurus oleh adik saya, ucapnya.
Ia baru bisa kembali aktif di kantor hukumnya setelah tidak lagi menjabat Mensesneg. Dalam pandangannya, hukum itu selalu berkembang. Termasuk lahirnya UU Mahkamah Konstitusi (MK), dimana ia mengawalnya sampai selesai di DPR. Begitu pula dengan adanya Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), membuat kapasitas keilmuannya semakin nyata. Banyak perkara di MK, baik itu judicial review maupun sengketa-sengketa Pilkada, yang hukum acaranya beda dan hukum materiilnya beda. Perkara itu lebih banyak mengarah ke hukum tata negara. Saya masuk ke area itu dan ilmu saya benar-benar jalan, sebutnya.
Kisah tragis kemudian terjadi. Ia akan didakwa ke pengadilan setelah dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kementerian Hukum dan HAM. Karena dituduh, mau tidak mau ia harus melawan. Ia kembali mempelajari hukum pidana untuk membela diri di muka pengadilan. Alhasil, dengan perjuangan kerasnya, ia akhirnya dinyatakan tidak bersalah. Di MK, ia dinyatakan menang meskipun Jaksa Agung menyatakan dirinya tersangka. Di MA, semua yang terlibat dalam Sisminbakum dibebaskan dan dinyatakan tidak ada korupsi di situ. Padahal saat itu semua orang memprediksi Yusril tidak akan mampu melawan.
Ketika dinyatakan tersangka Sisminbakum, law firmnya nyaris bangkrut. Sebagai corporate lawyer yang telah memiliki banyak klien, adanya perkara ini membuat sejumlah kliennya lari. Satu demi satu klien kami pergi. Dalam dua tahun klien kami hilang semua. Kala itu saya sudah berpikir akan menutup kantor. Saya sudah tak sanggup lagi. Untuk makan dan gaji karyawan saja, saya harus menjual apartemen, jual mobil dan pinjam sana-sini, katanya.
Setelah perkara itu reda, keadaan pun berbalik arah. Dengan mengedepankan profesionalitas dan objektivitas dalam melihat sebuah perkara, law firmnya akhirnya berhasil meyakinkan kembali banyak kliennya. Saat ini, Yusril banyak menangani klien dari berbagai partai besar. Uniknya, meski ia tercatat sebagai Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB), tapi kliennya datang dari PDIP, Partai Golkar, bahkan Partai Demokrat. Ketika ada sengketa Pilkada, misalnya, meskipun PBB jelas-jelas mendukung pasangan tertentu yang menjadi rivalnya, mereka tetap mempercayakan saya sebagai kuasa hukumnya. Mereka yakin kalau saya tidak akan subjektif menilai perkara, ujarnya.
Hal lain yang menunjukkan kebolehan Yusril di pengadilan adalah saat ia menjadi kuasa hukum Partai Bulan Bintang (PBB). Ketika itu, Yusril berhasil mengalahkan KPU di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Berdasarkan keputusan tersebut, PBB yang awalnya tidak masuk partai peserta Pemilu, dinyatakan layak menjadi peserta Pemilu 2014. Dalam amar putusannya, PTTUN mewajibkan kepada KPU membatalkan atau mencabut SK nomor 5 tentang partai politik yang lolos sebagai peserta pemilu 2014. Juga mewajibkan KPU menerbitkan SK baru peserta pemilu 2014.
Menurutnya, eksistensi advokat itu sangat penting untuk mendampingi orang-orang yang berperkara. Tujuannya agar proses hukum bisa berjalan seadil-adilnya. Karena sesuai UU bahwa advokat adalah salah satu unsur penegak hukum selain polisi, jaksa, dan hakim. Ia mengatakan, jaksa dan polisi itu bukan harus mengklaim orang itu salah, tetapi harus membuktikan kalau orang itu bersalah. Tugas jaksa dan polisi itu bukan untuk menghukum orang tapi untuk menegakkan keadilan. Supaya jalan, harus didampingi advokat.
Dalam menegakkan keadilan, ia tak pernah pandang bulu. Meski berbeda ideologi dan pandangan, jika memang tak bersalah, ia akan tetap membelanya. Selain itu, masih menurut Yusril, profesi advokat itu tidak boleh diidentikkan dengan kliennya. Artinya, ketika seorang advokat membela tersangka korupsi, itu bukan berarti dia koruptor. Salah satu kasus yang hingga kini dibelanya adalah, kasus Wa Ode Nurhayati. Di matanya, ia yakin Wa Ode tidak bersalah. Korupsi itu erat kaitannya dengan jabatan. Dan jabatan itu sangat rawan karena kepentingan-kepentingan politik dan bisnis. Itu yang banyak terjadi saat ini, tutupnya.
Todung Mulya Lubis
Totalitas untuk Sebuah Integritas
Naskah: Cucun Hendriana, Foto: Sutanto
Nama kondang dan track record mengkilap membuatnya menjadi pengacara panutan yang digandrungi. Jalan lurus yang ditempuh dengan membela hak-hak asasi manusia yang tertindas serta fokus pada penegakan hukum, membuat integritasnya makin terlihat nyata. Banyak kasus dan sengketa yang akhirnya ‘bertekuk lutut’ di hadapannya.
Dia adalah Todung Mulya Lubis. Pria kelahiran Muara Botung, Tapanuli Selatan, 4 Juli 1949, ini, menghabiskan masa kecilnya di Pulau Sumatera. Usai tamat sekolah dasar di Jambi, lalu ia melanjutkan ke SMP di Pekanbaru, Riau. Tiga tahun berselang, kemudian ia hijrah ke Medan untuk menempuh pendidikan SMA.
Ayahnya, Maas Lubis, adalah seorang yang sangat demokratis dengan membiarkan anak-anaknya untuk mengikuti pilihan hatinya sendiri termasuk dalam hal pendidikan. Maas adalah salah seorang pendiri Antar Lintas Sumatera (ALS), perusahaan angkutan yang menghubungkan kota-kota di Sumatera dengan Jawa. Todung merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara di keluarga ini.
Kepekaan perasaan membuatnya berlabuh dalam dunia seni. Meskipun sebenarnya cita-cita Todung adalah menjadi diplomat. Karena sedari dini ia sudah tenggelam dengan membaca biografi orang-orang besar, seperti George Washington, Thomas Jefferson, dan Benjamin Franklin. Namun, seni menunjukkan jalan lain. Semasa SMA, ia sudah sering menulis puisi, cerita pendek, dan main teater. Karena itulah, bersama penyair wanita Rayani Sriwidodo, ia menerbitkan salah satu antologi puisi bertajuk “Pada Sebuah Lorong” pada 1968 kemudian kumpulan puisi kedua " jam - jam gelisah" juga diterbitkan.
Karena tak bisa total, ia pun memilih jalur hidup lain. Ia pindah ke Jakarta dan masuk pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). Selama menjadi mahasiswa, Todung aktif di berbagai organisasi. Kepeduliannya terhadap keadilan pun makin membuncah. Apalagi pasca ia bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Praktis, ia menjadi aktivis tulen ketika itu.
Babak pembangkangan pada rezim penguasa pun dimulai ketika ia dan temannya memprotes pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Menurutnya, peningkatan taraf hidup guru dan pelayanan publik yang lebih baik, jauh lebih mendesak daripada membangun sebuah taman tiruan seperti yang telah ada di Muangthai.
Tamat dari UI pada 1974 dengan menyandang gelar sarjana hukum, kiprahnya di LBH makin berkibar. Selama hampir 18 tahun di LBH, jabatan terakhir yang diembannya sebagai Ketua YLBHI. Sebagai seorang aktivis yang kritis terhadap pemerintah, ia pernah bergumul dengan ledakan gerakan mahasiswa yang menuntut perubahan, karena disparitas sosial yang parah yang mencapai titik kulminasi pada 15 Januari 1974. Dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Malari, ini, simbol-simbol Jepang yang dituding merampok perekonomian Indonesia dibakar massa.
Nasib baik berpihak pada Todung. Ketika puluhan aktivis lain ditangkap dan dihukum, ia tengah mengikuti “Asia Pacific Student Leaders Program” yang diselenggarakan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, sejak Desember 1973 – 14 Januari 1974. Beberapa tahun kemudian, ia pun terbang ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikan masternya di Law School, University of California, Berkeley (1978), dan Harvard Law School, Cambridge, Massachusetts, USA (1988). Tak puas, ia pun berlanjut mengambil program Doctor of Juridical Science, University of California at Berkeley, USA (1990).
Totalitas Todung
Pada 1991, ia pun bergerak ke dunia professional. Ia mendirikan the Law Office of Mulya Lubis and Partners, yang kini menjadi law firm bernama Lubis – Santosa & Maramis (LSM). Menjadi pengacara membuat namanya makin dikenal. Apalagi dengan berbagai kasus besar yang berhasil dituntaskannya. Namun, menjadi mesin uang bukan pilihannya. Dan tak semua kasus yang ia urus membuat koceknya makin membengkak. “Bagi saya, yang penting itu integritas. Itu yang harus dicapai,” tegas pria yang diperkirakan menerima legal fee antara US$ 600 - US $ 750 per jam ini.
Melalui lembaganya ini, Todung banyak terlibat dalam praktik korporasi dan komersial serta penyelesaian berbagai sengketa perusahaan. Ia bahkan pernah tercatat dalam Pengacara Bisnis sebagai salah satu pengacara terkemuka dalam penyelesaian sengketa di Indonesia. The Asia Pacific Legal, edisi 500 – 2006/2007 juga pernah memilih Todung Mulya Lubis sebagai individu terkemuka yang berpengaruh besar dalam praktik penyelesaian sengketa di Indonesia.
Dalam setiap geraknya, ia tak pernah lepas dari perjuangannya membela hak-hak asasi manusia dari mereka yang tertindas. Salah satu kasus besar yang pernah ditanganinya sekaligus menjadi masa keemasan kariernya, ketika ia berhasil mengalahkan mantan Presiden Suharto yang berperkara dengan Majalah TIME. “Bagi saya, itu sebuah kemenangan yang monumental. Karena Suharto dalam sejarah tak pernah terkalahkan di pengadilan,” katanya.
Kasus lain yang juga pernah ia bela adalah pembunuhan Marsinah, buruh arloji yang mati misterius yang di masa Suharto kasusnya seolah ‘dikubur’. Selain itu, ia juga pernah membela dan memenangkan perkara Jeffrey Winters (guru besar di Amerika) versus Menko Ginanjar Kartasasmita. Dalam perkara tersebut, malah ia sama sekali tidak dibayar. Baginya, itu bukanlah sebuah masalah besar.
Kini, setelah usianya memasuki 64 tahun, popularitas dan kemapanan finansial sudah ia dapatkan. Namun, ia masih bertekad untuk menegakkan hukum di Indonesia yang masih amburadul. Menurutnya, memancangkan tiang hukum yang kokoh itu memang tidak mudah. Sejumlah penegak hukum kita termasuk lawyer masih bisa ‘dibeli’ dengan uang. Korupsi masih menjadi permasalahan besar. Korupsi itu, kata Todung, ada dua kategori. Pertama, corruption by needs (korupsi karena kebutuhan) yang umumnya dilakukan oleh orang berpenghasilan rendah. Kedua, corruption by greed (korupsi karena rakus).
Hingga kini perhatiannya terhadap penegakan hukum di Indonesia tak pernah luntur. Bahkan, setiap kali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikriminalisasi, ia selalu tampil untuk memberikan dukungan terhadap lembaga antirasuah itu.
Todung-grafi:
Nama Todung Mulya Lubis Lahir Muara Buton, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 4 Juli 1949 Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1974), Master of Law, Law School, University of California at Berkeley, USA (1978), Master of Law, Harvard Law School, USA (1988), Doctor of Juridical Science, University of California at Berkeley, USA (1990) Karier mantan Direktur LBH (Lembaga Bantuan Hukum), Ketua YLBHI, Ketua Transparency International - Indonesia, Ketua Yayasan Yap Thiam Hien, Ketua Imparsial, Ketua Yayasan International Crisis Group Indonesia, Pendiri the Law Firm Lubis, Santosa, & Maramis.
Yozua Makes
Negosiator Bereputasi Dunia
Naskah: Cucun Hendriana, Foto: Sutanto, Dok. Pribadi
Sebagai non-litigator namanya mungkin tak banyak disorot di media kaca, tapi senyatanya kiprahnya sudah mendunia. Dialah Yozua Makes, seorang low profile legal consultant/lawyer yang reputasinya sudah bertengger di kancah internasional. Keahliannya dalam melakukan transaksi hukum bisnis internasional dan bernegosiasi telah menobatkan namanya dalam beberapa ajang bergengsi, seperti IFLR1000, External Counsel of the Year, dan nominator South East Asia Managing Partner of the Year dalam ALB Law Awards 2013. Men’s Obsession telah berhasil mendapat kesempatan langka untuk mewawancarai Yozua Makes.
Memiliki keahlian sebagai legal consultant membuatnya tampil sebagai pribadi yang low profile. Ia tidak terlalu suka dengan ekspose yang tidak perlu terhadap dirinya. Padahal, soal reputasi baiknya selama ini sudah tak terbantahkan lagi. Yozua Makes adalah the Indonesian blue chip lawyer and top negotiator di bidangnya karena memiliki track record unggul di dunia internasional dan nasional.
Darah sang kakek lulusan Leiden University, Mr Besar Mertokusumo, lawyer pertama di Indonesia, rupanya mengalir deras dalam tubuhnya. Kakeknya memberikan inspirasi besar terhadapnya dalam memasuki dunia lawyering. Sementara ayahanda, (alm) Komang Makes, adalah seorang dokter spesialis jantung dan penyakit dalam.Begitu juga dengan tiga kakak lainnya, semuanya berprofesi sebagai dokter lulusan Universitas Indonesia. Menurut Yozua Makes, selain dari Mr Besar Mertokusumo yang menginspirasinya berkarier di dunia hukum, maka seluruh partner dimana Yozua pernah berkantor juga merupakan pihak yang turut membantu kesuksesannya dalam berkarier di dunia hukum.
Tapi pilihan lain ditempuh Yozua Makes. Ia lebih memilih fakultas hukum daripada fakultas kedokteran. Pilihan itu nyatanya tak salah. Di fakultas ini, ia berprestasi. Tahun 1984, ia lulus tercepat dengan predikat cumlaude. Pasca tamat kuliah di UI, di usianya yang masih 23 tahun, ia pun langsung bergabung di firma hukum Mulya Lubis & Partners sebagai partner, selanjutnya sebagai corporate finance specialist di Lubis Hadiputranto Ganie, Surowidjojo & Partners, serta partner di Kartini Muljadi & Rekan.
Setelah malang melintang di dunia hukum, pada 1993 ia mendirikan kantor konsultan hukum bernama Makes & Partners Law Firm. Saat ini, dengan dibantu oleh 30 konsultan hukum, law firmnya terus tumbuh dan menjadi salah satu kantor konsultan hukum independen papan atas di Indonesia dengan banyak klien, baik dalam negeri maupun luar negeri. “Sejak awal didirikan, law firm ini fokus untuk membidangi masalah corporate finance, mergers & acquisitions, capital market, dan banking,” kata Yozua.
Sejarah kemudian melukiskan sejumlah torehan prestasi dan kinerja Makes & Partners. Di antara beberapa transaksi lintas batas maupun domestik yang pernah dikerjakannya, seperti, transaksi lebih dari Rp2 triliun untuk penawaran umum perdana saham-saham PT Krakatau Steel Tbk, privatisasi Semen Gresik, IPO Bank BRI, IPO PT MNC Sky Vision Tbk, transaksi penerbitan international bonds oleh Jababeka International B.V., penerbitan international senior notes PT Lippo Karawaci Tbk oleh Sigma Capital Pte Ltd., akuisisi 8 mall di Indonesia oleh Lippo Malls Indonesia Retail Trust (LMIRT) dari Singapura yang unit-unitnya tercatat di Singapore Stock Exchange, kesemuanya ini terbilang sukses serta banyak lagi.
Sebagai konsultan hukum papan atas yang expert di bidangnya, bisa dipastikan semua kliennya merupakan perusahaan besar, dan bukan klien individu (personal). Menurut Yozua, kebanyakan perusahaan tersebut sahamnya telah tercatat di Bursa Efek Indonesia atau NYSE atau lembaga keuangan perbankan nasional dan internasional dengan rating AAA. Meskipun kliennya adalah perusahaan besar tetapi dalam hal menjalin hubungan dengan para owner dan eksekutif perusahaan tersebut ia tetap mengedepankan hubungan personal.
Baginya, semua transaksi yang ditanganinya tentu memiliki karakteristik dan tingkat kesulitan tersendiri. Dan kepuasan akan ia gapai manakala transaksi tersebut berujung dengan capaian puncaknya, yakni ditutupnya (closing) transaksi secara komersial. Terlebih, untuk jenis transaksi yang memiliki kompleksitas tinggi, yang biasanya melibatkan unsur pemerintah. Dikarenakan dalam transaksi tersebut, fokusnya bukan hanya hukum dan komersial tetapi juga aspek politik dan public interests. “Dan ketika itu berhasil dicapai, ada kepuasan tersendiri,” sebut pria yang juga menghabiskan pendidikannya di School of Law, University of California, Berkeley, Asian Institute of Management, Manila, dan Harvard Business School.
Di mata klien dan para koleganya, Yozua adalah tipikal lawyer yang memiliki kemampuan membaca masalah dan menyelesaikannya dengan hasil memuaskan.Bahkan, IFLR1000 2013 yang merupakan bagian dari Euromoney menyebutkan, “Yozua is a very capable person. One of the best.” Selain itu, dalam Asia Law Profile 2013, nama Makes pun disitir secara menarik. Diungkapkannya, “Yozua Makes is one of a few very good lawyers. Finding alternative solutions without the client asking for it is the norm. This is very much part of their service approach. A man with thinking outside the box.”
Berbagai pujian itu rasanya tak terlalu berlebihan. Pasalnya, kenyataannya Yozua adalah seorang negosiator tangguh, yang sangat handal dan ulung dalam menyelesaikan berbagai transaksi kompleks lintas negara. Di antara sekian banyak case yang membuktikan kehandalannya dalam bernegoisasi adalah antara lain transaksi penjualan saham PT Bank Ekonomi Raharja Tbk. kepada HSBC Asia Pacific Holdings (UK) Ltd serta Heineken Asia Pacific Restructurings.
Kini, di luar kesibukannya sebagai seorang lawyer, ia juga mendedikasikan dirinya untuk pendidikan hukum di Indonesia. Ia tercatat sebagai associate professor di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan dan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Selain itu, ia juga merupakan orang pertama yang mengambil dual doctorate degree untuk gelar doktor (Dr) dan Doctor of Philosophy (Ph.D) melalui program research di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Faculty of Law, Maastricht University, the Netherlands secara sekaligus (dual track).
Seperti tak ingin menyia-nyiakan waktunya, Yozua juga aktif menulis di berbagai jurnal luar dan dalam negeri, termasuk di jurnal hukum bergengsi, seperti Law Review (terbitan University of Pennsylvania) maupun dalam Asia Law & Practice. Keterlibatannya dalam dunia penulisan bukan hanya itu, ia pun terpilih sebagai anggota panel kontributor mewakili Indonesia untuk The Mergers and Acquisitions Review yang diterbitkan oleh Law Business Research Ltd., London sejak tahun 2008 sampai kini.
Untuk keseimbangan hidup, Yozua juga banyak terlibat dalam berbagai kegiatan sosial. Saat ini ia aktif di berbagai lembaga swadaya masyarakat, salah satunya Wahana Visi Indonesia (World Vision) yang menaungi lebih dari 100.000 anak tidak mampu di seluruh Indonesia. “Hidup ini harus tetap bermakna dan menjadi berkat bagi sekitar,” tukas ayah empat anak ini. Dengan berbagai aktivitas tersebut, praktis ia menjadi manusia yang super sibuk. Tapi tidak demikian dengannya. Sesibuk apa pun dalam bekerja, ia selalu meluangkan waktunya untuk keluarga. Untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga, ia rutin melakukan travelling ke berbagai tempat eksotik di belahan dunia.
Yozuagrafi:
Nama Lengkap: Yozua Makes, SH.,LL.M, MM., (Ph.D. candidate) Pendidikan: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, School of Law, University of California, Berkeley, Asian Institute of Management, Manila, Harvard Business School, dan Kandidat S3 Doctor Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Doctor of Philosophy, Faculty of Law, Maastricht University, the Netherlands. Karier: Founder and Managing Partners Makes & Partners Law Firm (1993-sekarang), Organisasi: Dewan Pakar Asosiasi Emiten Indonesia, Who’s Who in the World dan Board Member Wahana Visi Indonesia (2006 –sekarang).
Juniver Girsang
Pengacara Kondang Spesialis Tokoh
Naskah: A. Rapiudin, Foto: Sutanto
Banyak kasus besar ditangani lawyer satu ini. Kebanyakan kasus berakhir damai dan kliennya terbebas dari jeratan hukum. Deretan perkara besar yang ditanganinya merupakan kasus-kasus yang melibatkan tokoh-tokoh di negara ini dan menyedot perhatian publik. Lantaran banyak menangani perkara hukum yang melibatkan sejumlah tokoh, ia pun dikenal sebagai pengacara spesialis tokoh.
Dalam catatan kariernya, Juniver Girsang adalah lawyer yang pertama kali menangani perkara pelanggaran HAM di Timor Timur yang diduga melibatkan sejumlah jenderal Angkatan Darat dan Kepolisian. Lepas dari semua kontroversi, dalam proses persidangan di peradilan HAM, berkat kepiawaian Juniver, semua tersangka dinyatakan bebas.
Tak hanya itu, cerita kesuksesannya pun masih berlanjut. Ia adalah lawyer yang berperan dalam menangani beberapa kasus dugaan korupsi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) sehingga berhasil dibebaskan. Demikian juga dugaan korupsi kapal tanker yang melibatkan Laksamana Sukardi. Diakhir kisah, Laksamana pun terbebaskan dari semua tuduhan.
Di era reformasi, warna warni kesuksesan Juniver dalam menangani berbagai masalah terus bergulir. Tidak hanya di kalangan pejabat, klien Juniver juga datang dari kalangan konglomerat. Antara lain, Prayogo Pangestu, Antony Salim, Harry Tanoesoedibjo, dan beberapa konglomerat lainnya yang bersentuhan dengan hukum. “Saya juga dikenal sebagai lawyer yang banyak menangani kasus tindak pidana korupsi dan banyak terdakwa yang saya bebaskan,” ucap pria kelahiran Medan, 3 Juni 1962 ini.
Di era rezim Soeharto misalnya, ia berhasil membebaskan Kepala Bappeda Lampung Siti Nurbaya. Ia juga sukses membebaskan 12 orang yang diduga melakukan tindak korupsi dalam kasus perambahan hutan di Riau. Berikutnya, tiga pejabat Bea dan Cukai Tanjung Priok yang diduga menyalahgunakan wewenangnya, juga berhasil ia bebaskan.
Yang monumental dalam menangani tindak pidana korupsi adalah ketika ia menangani kasus hukum Romli Atmasasmita, perancang UU Tipikor yang dituduh menyalahgunakan wewenangnya saat menjabat Dirjen AHU di Departemen Hukum dan HAM. Kala itu Romli dituduh melakukan tindak korupsi sebesar Rp 400 miliar. “Saya dipercaya menangani kasus itu dan ditunjuk sebagai koordinator lawyer. Hasilnya, Romli bebas dari proses hukum,” ujar Founder Juniver Girsang & Partners ini.
Yang lebih fenomenal, dialah yang pertama sekali memecahkan telor di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang membebaskan mantan Dirut Merpati, Hotasi Nababan .
Selain itu, ia juga merupakan salah satu lawyer dari kasus heboh yang melibatkan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Dalam menangani kasus ini, selain Juniver, sejumlah lawyer ternama turut bergabung. Dari semua lawyer yang bergabung menangani perkara itu, Juniver adalah paling muda dan ditunjuk sebagai koordinator.
“Dari perkara-perkara yang saya tangani, saya tidak mencari menang kalah. Bukan itu yang saya cari. Saya hanya ingin mendudukan masalah hukum sesuai ketentuan hukum dan keadilan. Itu yang saya perjuangkan. Dari pengalaman saya menangani perkara, sebetulnya banyak yang tidak layak maju ke pengadilan tetapi dipaksakan karena ada kepentingan-kepentingan di luar hukum. Artinya, kalau jaksa punya hati nurani dan punya pemahaman dan mengedepankan aspek hukum, saya yakin banyak perkara yang tidak layak masuk ke pengadilan. Makanya saya banyak memenangkan perkara dan membebaskan terdakwa. Sebab, setelah saya dalami dan elaborasi tentang suatu perkara, ternyata memang tidak layak masuk ke pengadilan,” terang Ketua Umum Perhimpunan Penasehat Hukum Pajak (PPHP) ini. Menurut Wakil Ketua Umum DPP AAI periode 2005-2010, seorang lawyer litigater harus punya suatu prinsip bahwa keberadaannya di pengadilan itu bukan untuk mengalahkan jaksa dan bukan pula untuk mencari kemenangan. Tetapi, seorang lawyer litigater tugas utamanya adalah mendudukan masalah itu sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan menjaga proses persidangan itu berjalan fair.
Dikatakannya, tugas seorang pengacara atau lawyer adalah menjadi penegak hukum dan ikut membangun hukum di Indonesia. Karenanya, seorang lawyer harus bisa melihat apakah suatu undang-undang sudah mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat atau tidak (mengedepankan azas persatuan dan kesatuan). Kalau tidak, tentu akan menimbulkan persoalan baru. “Saya kecewa dengan produk UU yang dilahirkan DPR sekarang ini karena banyak dilahirkan UU yang tidak mencerminkan untuk kepentingan persatuan daån kesatuan (kepentingan masyarakat banyak), tetapi mengedepankan kepentingan parsial. Makanya jangan heran banyak UU yang dilahirkan DPR yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Diakuinya, seorang lawyer merupakan pengemban penegakan hukum. Apalagi, UU No 8 tahun 2003 menyebut advokat adalah penegak hukum. Masalahnya sekarang apakah advokat itu sudah memahami, menyadari dan bisa mengaktualisasikan bahwa ia penegak hukum. Di sinilah perlunya organisasi advokat yang kuat. Sebab, dengan organisasi yang kuat, kebersamaan dan kepedulian advokat terhadap penegakan hukum semakin nyata karena ada pengkaderan yang jelas.
Sebagai seorang pengacara, ada satu tokoh di bidang hukum yang menjadi inspirasinya. Dia adalah Yap Thiam Hien, seorang pengacara Indonesia dan pejuang Hak Asasi Manusia. Ia mengagumi Yap Thiam Hien karena integritasnya, pengetahuannya, dan penguasaannya dalam bidang yang ditekuninya. “Jujur, saya masih belum bisa seperti beliau. Dulu saya sempat belajar dengannya. Kalau dia sedang bersidang, saya ikuti. Saya juga sering melihat bagaimana dia menyampaikan argumentasi di persidangan yang bobot ilmiahnya tidak diragukan,” tutur Juniver.
Menurutnya, jika ingin melihat kapasitas dan kapabilitas seorang lawyer, maka lihatlah pada saat bersidang. Bagaimana kematangannya menguasai suasana persidangan, penguasaan atas masalah dan argumentasi yang dilontarkannya.
Soal filosofi dalam bekerja, Juniver mengaku amat sederhana. Pertama, menyerahkan seluruh kehidupan ini kepada yang Maha Pencipta. Kedua, komitmen pada profesi. Dan ketiga, peduli terhadap sesama, lingkungan, bangsa dan negara.
Junivergrafi:
Nama Lengkap Dr. Juniver Girsang, SH., MH. Lahir Medan, 3 Juni 1962 Pendidikan S1 Univ. Krisnadwipayana, S2 Program Magister Hukum Univ. Padjajaran, S3 Program Doktor Univ. Padjajaran Karier Founder Juniver Girsang & Partners (2000-sekarang), Partners Lawyer di Law Firm YPJH & J (1990-2000), Legal Consultant di Law Office OC Kaligis Associate (1987-1990) Organisasi Ketua Umum Perhimpunan Penasehat Hukum Pajak (PPHP) (2009-sekarang), Ketua Umum IKA PERMAHI (2005-2008), Wakil Ketua Umum DPP AAI (2005-2010), Wakil Ketua DPC AAI Jakarta ((2004-2009), Anggota PERMAHI (1983-1985), Ketua teKad (2011- sekarang).
Elza Syarief
Srikandi Pembela para Pencari Keadilan
Naskah: Cucun Hendriana, Foto: Fikar Azmy/Dok. Pribadi
Elza Syarief, namanya merekah di sejumlah kasus yang pernah ditanganinya. Sederet perkara yang menyeret banyak pengusaha, pejabat, hingga selebritis ke meja hijau, dengan apik ia tuntaskan. Bukan hanya uang yang ia kejar, melainkan lebih pada rasa solidaritas terhadap mereka yang berduka karena musibah yang membelitnya.
Elza Syarief tak pernah merencanakan hidupnya untuk menjadi seorang pengacara. Hidup selalu berpindah – pindah kota sejak kecil membuat ia tak terlalu memusingkan perkara cita-cita. Dalam benaknya, bahkan ia hanya bermimpi jadi seorang ibu rumah tangga biasa yang bisa mengurus anak-anak dengan maksimal.
Anak sulung dari tiga bersaudara pasangan Syarief. SE dan Hj Betty, ini, sejak kecil memang sering hidup berpindah-pindah. Ayahnya yang bekerja di bank pemerintah acapkali ditugaskan di beberapa kota berbeda. Tak aneh, jika ia pernah bersekolah di Tegal, Semarang, Ambon, Makasar, Bandar Lampung, mengikuti alur hidup sang ayah. Kemudian ayah berpindah ke Banda Aceh, Medan, Palembang dan Jakarta. Tetapi karena harus kuliah semua anak – anak menetap di Jakarta.
Wanita kelahiran Jakarta, 24 Juli 1957, ini, pun akhirnya menikah di usianya yang masih muda. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai dua anak, Lia Alizia dan Mia Vinita. Lalu, ia bercerai dengan sang suami. Menyandang status janda beranak dua, semangat Elza untuk menghidupi kedua anaknya tidak mau selalu dibantu oleh orang tua karena Elza ingin mandiri. Sambil mengurus kedua buah hatinya, ia kemudian melanjutkan studinya dan masuk pada Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta.
Di akhir masa kuliahnya, ia sudah mulai aktif di dunia hukum. Kasus pertama yang diurusnya adalah PHK massal satpam PT Telkom yang berakhir memuaskan kedua belah pihak. Setamat kuliah dan bertitel sarjana hukum, ia pun bergabung dengan beberapa kantor pengacara. Awalnya di Ikatan Warga Satya, yaitu ex POMAD/CPM, lalu berkantor di kantor pengacara Palmer Situmorang, hingga akhirnya singgah di kantor pengacara ternama OC Kaligis.
Dari kasus ke kasus, itulah yang dilakukannya. Sampai akhirnya ia merasa pantas untuk keluar dan berniat untuk membangun perusahaan sendiri. Alhasil, pada 3 Maret 1991 kantor pengacara bernama Elza Syarief and Partner pun berdiri (kini menjadi Elza Syarief Law Office –red). Untuk mengukuhkan profesinya, sebelumnya ia telah lulus ujian pengacara tahun 1989, ujian advokat tahun 1992, corporate lawyer 1998, dan pasar modal 1999.
Sejak itulah, namanya makin melejit seiring dengan makin banyaknya perusahaan besar yang menggunakan jasanya. Titik puncak dari ketenarannya, ketika ia dipakai untuk menangani sejumlah kasus yang membelit keluarga Cendana, alm. Soeharto (Presiden RI kedua). Beberapa perusahaan yang pernah ditanganinya seperti perusahaan PT. TPN, PT. Timor Industri Komponent, PT. Mandala Citra Unggulan, PT. Mandala Pratama Permai, dan Humpuss Group.
Karena kepiawaiannya dalam memenangkan perkara, ia akhirnya didapuk menjadi pengacara langganan keluarga Cendana. Tercatat, ia pernah menjadi pengacara Bambang Trihatmojo dan Siti Hardijanti Rukmana. Tak ketinggalan, kasus Hutomo Mandala Putra (Tommy Suharto) terkait tukar guling Bulog-Goro yang bikin geger itu, ia pula yang membelanya. Praktis, nama Elza pun makin merekah dan berkibar di jagat kepengacaraan Indonesia.
Selepas itu, ia pun hilir mudik menjadi pengacara puluhan selebritis yang bermasalah. Sejauh ini, di antara kasus selebritis yang pernah digawanginya seperti kontroversi MD Entertainment melawan Cinta Laura, Kristina vs Al Amin Nasution, pengacara Maia Estianty vs Ahmad Dhani, pengacara Ratu Felisha atas kasus pemukulan terhadap Andhika, kuasa hukum Tamara Bleszynski, Cut Memey, Gary Iskak, Master Limbad dan lain-lain.
Ditengah kesibukannya, Elza pun kembali bertemu jodoh, H. Yuswaji, MBA, seorang Perwira TNI AL. Pada perkawinan tersebut telah memiliki 3 (tiga) anak yaitu Lia Alizia, Mia Vinita dan Fikri Gani. Support sang suami terhadap profesinya pun besar. Hal tersebut tentu membuat dedikasi terhadap profesinya semakin penuh dengan totalitas. Misi besar Elza dengan menjadi advokat adalah untuk menolong banyak orang.
Keinginannya untuk menolong itu dibuktikannya dengan menjadi Direktur Advokasi DPP SPMI (Serikat Pekerja Metal Indonesia) yang merupakan cabang dari International Metal Workers Federation. Selain itu, ia juga memiliki beberapa bisnis besar yang telah mempekerjakan ribuan karyawan. Bahkan, kini ia telah merintis sebuah sekolah tingkat menengah (SMP Islam Plus) Asy Syarief dan berencana akan membangun SMK gratis di Desa Sukatani, Cikarang, Jawa Barat.
Dikatakan Elza, dalam menjalankan profesinya sebagai advokat, ia tak ingin hidup mewah dimana masih banyak rakyat Indonesia hidup dalam kekurangan. “Allah SWT tidak pernah memberi saya susah. Makanya saya tidak ingin hidup dalam kemewahan, rejeki yang didapat akan digunakan untuk membuka lapangan kerja bagi orang lain. Demikian juga pendidikan bagi orang tak mampu. Apa lagi sih yang mau saya cari? Dalam hidup, saya tidak pernah melihat ke atas tapi ke bawah. Dengan begitu, saya tidak merasa serba kekurangan. Itu rumusnya!” terangnya lagi.
Elza yang sejak kecil menaruh perhatian terhadap hidup kaum papa, kredibilitasnya dalam dunia advokasi memang sudah tak diragukan lagi. Meski diakuinya, untuk menjadi advokat itu bukanlah perkara yang mudah. “Hukum itu belum sepenuhnya menjadi panglima bagi kehidupan kita. Oleh karenanya, sebuah perkara yang mudah dimenangkan sekali pun, bisa saja dikalahkan karena lembeknya penegakan hukum,” tegasnya. Selain itu, bukti lain bahwa ia ingin menjadi ‘Dewi’ penolong bagi yang tertindas, ia tidak pernah menargetkan masalah uang bayaran. Diakuinya, tanpa ada uang pun ia masih punya kewajiban moral untuk membantu orang-orang yang berperkara di pengadilan tapi tidak memiliki uang untuk menyewa pengacara. “Ya, sebagai sesama manusia saya punya kewajiban moral itu,” sebut wanita penyuka musik semi klasik yaitu Concert “Yanny” dan pernah ikut dalam acara “Seleb Mendadak Dangdut” di ANTV tahun 2007.
Sebagai seorang pengacara, Elza dikenal dengan sikapnya yang tenang dan simpatik. Gaya bicara yang apik, sopan dan tidak berapi-api, menjadi ciri khasnya selama ini. Padahal siapa sangka, ketika ia kecil, Elza konon adalah anak yang telat bicara. Ia baru bisa bicara saat usianya memasuki tiga tahun. Namun, seiring dengan interaksi yang intens, ia pun mampu mengatasinya.
Meski kini ia telah menjadi seorang advokat tenar, tapi apakah advokat memang menjadi profesi idamannya? Ternyata jawaban Elza, bukan. Menurutnya, pekerjaan ini seringkali membuatnya harus berjauhan dengan kelima anak-anaknya. “Kalau masih boleh memilih, sebenarnya saya ingin menjadi dokter. Kalau pun tidak, ya buka katering atau tailor. Biar lebih banyak waktu untuk mengurus anak-anak. Tapi seiring waktu, saya akhirnya bisa juga menikmati pekerjaan ini. Dimana pun berkiprah, yang terpenting kita bisa bermanfaat bagi yang lain,” pungkasnya.
Elza-grafi:
Nama DR.Hj. Elza Syarief, SH., MH. Lahir Jakarta, 24 Juli 1957 Pendidikan S1 Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta, S2 Hukum Bisnis UNPAD ,S3 Hukum Bisnis Universitas Padjajaran, Bandung Pekerjaan Founder & Senior Partner Elza Syarief law Office Keluarga Laksda TNI (Purn) H Yuswaji, SIP., MBA Anak Mia Vinita, SE., Fikri Gani dan anak bawaan suami H. Yuswaji adalah Berlianti dan Intan. Organisasi : Ketua Umum IWAPI (2013-2018), Anggota Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (2011-2013), Wakil Ketua Bappilu Partai Hanura (2011-2014), Ketua Asosiasi Tinju Indonesia (2011-2016), Tim 5 Seleksi Pilkada Partai Hanura (2010-sekarang), Ketua Wilayah Sumatera II Partai Hanura (2010-2015), Anggota Dewan Penasehat DPP PERADI (2010-2015), Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Advokasi Hukum (2010-2015), Ketua Pemuda Mandala Trikora (2009-2014), Pembina Forum Pembela Merah Putih (1999-sekarang), Anggota Pemuda Panca Marga (1986-sekarang).
Constant Marino Ponggawa
Melalui Hukum Ikut Membangun Perekonomian Nasional
Naskah: Sahrudi, Foto: Fikar Azmy
Mungkin, ia tak akan tampil sebagai seorang lawyer jika saja tak mengikuti saran sang ibu. Ya, selepas lulus SMA, saat kebingungan ingin meneruskan sekolah dimana, tiba-tiba sang ibu menyarankannya masuk Fakultas Hukum. Ia pun mengikuti keinginan perempuan yang dicintainya itu. Berpuluh tahun kemudian baru terbukti bahwa dorongan seorang ibu itu telah mengantarkan Constant M. Ponggawa tampil sebagai seorang pengacara non litigasi papan atas negeri ini.
Tahun 1990 merupakan titik awal dari Constant Marino Ponggawa memulai karirnya di dunia hukum. Sepulangnya menimba ilmu hukum di Int’l and Comparative Law, Southern Methodist University, Dallas Texas, Amerika Serikat, ia sudah mencoba aktif sebagai pengacara non litigasi di sebuah kantor hukum di Jakarta. Tak butuh waktu lama untuk kemudian figur yang akrab disapa Nino ini bangkit bersama rekannya mendirikan sebuah law firm sendiri.
“Sebetulnya ceritanya lucu, saya nggak pernah ingin jadi lawyer. Ketika lulus SMA, saya bingung mau jadi apa, ibu yang menyarankan untuk sekolah hukum, padahal zaman saya itu tahun 1979 fakultas hukum nggak favorit,” kenangnya.
Ada cerita menarik saat ia berjuang mendirikan kantor hukum yang kini bernama “Hanafiah Ponggawa & Partners atau HPRP Lawyers” , bersama rekannya, Al Hakim Hanafiah, Andre Rahadian dan Fabian Pascoal. Nino benar-benar memulai dari bawah. Ia bahkan turun langsung mencari klien. “Tahu pekerjaan apa yang kami tangani pertama kali? Menerjemahkan formulir penanaman modal dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris!” ia tertawa. Waktu itu memang ada sebuah perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Indonesia dan meminta Nino menerjemahkan formulir yang diambil dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Kegigihan dan keyakinannya untuk bisa besar dan berkembang pun terbukti. Dalam kurun waktu yang tak begitu lama, sejumlah perusahaan asing dari Jepang, Eropa dan Amerika seperti General Electric, Nokia, Mitsubishi, Marubeni, Hyundai, Acer, menaruh kepercayaan besar kepadanya untuk menjadi lawyer non litigasi mereka. Kini, seiring dengan munculnya kesadaran dari perusahaan-perusahaan nasional dalam melihat pentingnya sebuah lembaga advokasi, membuat kantor hukumnya kebanjiran ‘order’. “Perusahaan nasional yang sekarang mulai banyak memakai konsultan hukum. Dulu perusahaan nasional berpikir, ‘ah kita buat sendiri saja biro hukum’. Nah sekarang kami memperhatikan bahwa perusahaan-perusahaan nasional sekarang ini sudah lebih profesional, mereka mengetahui meskipun mereka punya biro hukum tetapi tetap membutuhkan konsultan hukum dari luar, supaya mempunyai pandangan, second opinion yang lebih profesional dan independen,” ujarnya.
Sebagai pengacara yang kerap dimintakan bantuannya oleh perusahaan-perusahaan asing, Nino tidak khawatir dengan maraknya lawyer-lawyer asing yang beroperasi di Indonesia. “Perusahaan investasi butuh bantuan lawyer, dan mereka mencari lawyer yang lokal, yang tahu tentang keadaan investasi dan kondisi di Indonesia. Walaupun punya lawyer asing juga, tapi kan tidak tahu tentang kondisi dan tentang hukum di Indonesia. Di situlah peran lawyer Indonesia,” tegasnya.
Sebagai lawyer non litigasi, ia bangga karena sekarang ini peran dari lawyer non litigasi sangat penting dan sangat berperan dalam ikut memajukan perekonomian nasional yang sekarang ini posisinya sedang sangat bagus sekali di dunia internasional. Sehingga banyak investor yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia. Nah, ketika para investor asing melihat Indonesia sebagai negara yang potensial untuk ditanami modal, maka disitulah peran lawyer non litigasi diperlukan. “Karena bagaimanapun juga investor asing kalau dia memasuki pasar Indonesia atau mau kerjasama dengan perusahaan Indonesia, mereka pasti harus punya lawyer yang mewakili mereka juga. Lawyer-lawyer ini juga yang akan memberikan kesan positif negatifnya kepada perusahaan asing tersebut,” ujarnya.
Kalau para lawyer non litigasi itu mampu membantu para investor dengan baik, profesional dan tingkat mutu yang baik, maka para investor akan senang berinvestasi di sini. Jika investor yang sudah masuk ke Indonesia dan mendapatkan pelayanan dengan baik serta profesional dari para lawyer non litigasi dalam negeri, maka bukan tidak mungkin akan menjadi daya tarik bagi investor lainnya. “Mereka akan mengajak yang lain untuk masuk lagi. Itu biasanya ujung tombaknya adalah lawyer-nya. Kalau lawyernya baik, bagus dan memberikan kesan yang positif, tentu mereka akan membawa investasi lebih banyak lagi masuk ke Indonesia,” tambahnya. Di sinilah besarnya peran lawyer non litigasi dalam ikut mengembangkan perekonomian Indonesia.
Pria kelahiran Plaju, 18 Maret 1959 ini memiliki obsesi ke depan yang sangat idealis; ingin memberikan sumbangsih seluas-luasnya kepada bangsa dan negara. Karena itulah, ia pernah terjun menjadi anggota DPR RI dengan harapan obsesinya bisa diwujudkan. Tapi ternyata ia menemukan kenyataan yang sangat jauh dari yang diharapkannya. “Saya pikir saya bisa menyumbangsihkan apa yang sudah saya peroleh, saya sumbangsihkan untuk bangsa. Tetapi ternyata nggak segampang itu. Saya banyak kecewanya selama 5 tahun di sana karena mungkin dunia profesional tidak nyambung dengan dunia politik. Oleh karenanya, apa yang saya cita-citakan untuk saya sumbangsihkan, nggak bisa diterima di sana, nggak ada ruang di sana,” sesalnya menceritakan kiprahnya sebagai wakil rakyat. Tapi sayangnya ia cukup memendam sendiri hal-hal yang membuat ia sulit memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara. Kekecewaan yang dialami Nino, ini tak membuatnya jera untuk terus berbuat dan bekerja demi sebuah sumbangsih kepada bangsa dan negara.
Constantgrafi :
Nama Lengkap: Constant Marino Ponggawa, SH.,LL.M., Lahir : Plaju, 18 Maret 1959. Pendidikan: S1 Fakultas Hukum UKI Jakarta, S2 Int’l and Comparative Law, Southern Methodist University, Dallas Texas, USA. Karier: Managing Partner Hanafiah Ponggawa & Partners atau HPRP Lawyers; Anggota DPR RI 2004-2009.
Pheo M. Hutabarat
Lawyer Lokal Skala Global
Naskah: Cucun Hendriana, Foto: Fikar Azmy, Dok. Pribadi
Memasuki fakultas hukum menjadi pertaruhannya sejak awal. Pada 1980-an, ketika arus besar menyeret banyak orang masuk pada fakultas teknik, ia malah meretas jalan lain di dunia hukum.Namun, kini jalur yang ia pilih itu berbuah berkah. Ia menjadi salah satu lawyer fenomenal dan ternama dalam bidang commercial dispute. Kliennya beragam, dari dalam negeri hingga manca negara
Sebelum euphoria reformasi 1998 terjadi, berkarier di bidang hukum masih buram dan suram. Tahun 1980-an, hampir jarang para orang tua atau anak yang berkeinginan untuk menjadi seorang ahli hukum. Umumnya, trend yang terjadi adalah, mereka berburu untuk masuk fakultas teknik dan kemudian menyandang gelar insinyur. Tak aneh, jika di era itu, fakultas hukum menjadi fakultas ‘buangan’. Tapi tidak bagi Pheo M. Hutabarat, pria kelahiran 30 Januari 1966. Malah, pria berkacamata ini berani menantang arus utama dengan memasuki fakultas hukum di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Meski belum memiliki niat untuk menjadi seorang lawyer, tapi hukum telah membuatnya terpikat. “Dulu itu, sarjana hukum tidak dianggap. Meski begitu, saya tetap ingin masuk ke jalur ini,” sebut Pheo.
Pada 1995, ia bersama beberapa rekannya mendirikan law firm bernama Hutabarat, Halim & Rekan (HHR). Ia bermimpi untuk membuat law firm bercirikan Indonesia dengan kiprah yang mendunia. Di HHR, ada tiga pilar utama yang selalu dikedepankan, yakni klien, lawyer, dan kualitas kerja. Hal itu selaras dengan visi besarnya yang ingin menjadi ‘The best client, the best lawyer, and the best work’. Saat ini HHR setidaknya telah memiliki 30 lawyer dengan 20-an staff pembantu.
Selama berkiprah lebih dari 17 tahun, Pheo mampu membuktikan itu. Untuk pencapaian semua visinya, sejak awal ia concern dalam membentuk strategi diferensiasi dengan law firm lain yang makin bertaburan. Garis komitmennya jelas, menjadi lawyer domestik yang memiliki kemampuan transaksi tingkat internasional. “Karena itulah kami sangat berhati-hati dalam memilih kerjasama dengan lawyer asing. Memperkuat diri sendiri agar sejajar dengan law firm asing lebih merupakan fokus kami. Lawyer itu adalah asset,” terangnya.
Dalam hal pemilihan klien, HHR pun melakukannya dengan teliti. Tidak semua calon klien yang datang ke kantornya ia terima. Sebelumnya, ia harus melakukan conflict of interest check, pengecekan track record klien. Diakui Pheo, ia enggan mengurusi perusahaan yang tidak memiliki background. Selain itu, demi profesionalitas, ia tidak akan menerima calon klien yang berperkara dengan kliennya sendiri. “Membela yang bayar, yaitu betul. Tapi kami melakukannya dengan benar. Tidak kanan kiri oke. Ini masalah pilihan saja!” tegasnya.
Selama ini, HHR memang lebih dikenal banyak menangani perusahaan-perusahaan besar ketimbang individual. Hampir 75 persen kliennya terdiri dari beberapa perusahaan raksasa dunia yang tersebar di luar negeri seperti Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Australia, Inggris, Jepang, Korea, dan lainnya.
Petronas dan Schlumberger adalah beberapa di antaranya. Di dalam negeri, HHR juga berjaya. Sejumlah perusahaan besar seperti MNC Group, Lippo Group dan Ciputra Group, menjadi kliennya sejak lama.
Karena prestasi itulah, HHR dikenal sebagai sebuah law firm yang kuat dengan transaksi. Sebuah law firm yang concern bergerak di bidang banking & finance, capital markets & securities, competition & regulated industry, corporate & investment, energy & natural resources, infrastructure development, insurance & re-insurance, intellectual property & information technology, manpower & industrial relations, media & telecommunication, and real property. “Kami memang lebih banyak di hukum bisnis. Tidak praktik di pidana,” imbuhnya.
Pheo sendiri dikenal sebagai individu yang kuat dalam commercial dispute. Sejak 2006, Asia Pacific Legal 500 bahkan menobatkannya sebagai individu yang jago dalam praktik tersebut. Begitu juga IFLR 1000 yang mendapuknya sebagai lawyer yang piawai dalam urusan capital market, banking, project finance, restructuring and insolvency. “Terkait commercial dispute, saya pernah menangani kasus, dimana saking sengitnya masalah, perkara ini sampai dibawa ke arbitrase di Singapura, Hong Kong, London, dan pengadilan di Indonesia. Nah, law firm kami memiliki spesialisasi dan kekuatan untuk perkara demikian,” jelasnya lagi. Diakuinya, meski tensi persaingan dalam menjaring klien di bisnis ini sangat tinggi, peluang proyek hukum yang bergulir ke HHR tidak pernah surut.
Asia Pacific Legal 500 yang sering melakukan pemetaan law firm di dunia mencatat, di Indonesia hanya ada sekitar 20 law firm permanen yang mampu bertahan di atas 10 tahun, salah satunya adalah HHR. Pria yang pernah bekerja di Kartini Muljadi & Rekan, dan Ali Budiardjo, Nugroho Reksodiputro ini pun mengungkapkan, bila sebuah law firm ingin tetap survive maka ia harus jeli dalam melihat peluang baru. Pengembangan bidang baru itu penting. Karena itu pula, ia selalu mencari lahan baru yang masih belum banyak digarap oleh lawyer lain. Sebagai contoh, saat ini ia tengah melakukan penguatan divisi real property, karena memiliki nilai proyek yang sangat besar.
Kondisi hukum di Indonesia juga tak luput dari perhatiannya. Meski perubahan itu tidak bisa dicipta dalam sekejap, tapi ia yakin pergerakan hukum ke arah yang lebih baik itu sudah terjadi. Diakuinya, dulu di pengadilan tidak ada cheks and balances, kini kondisi itu sudah berubah. “Dulu ada istilah KUHP (Kasih Uang Habis Perkara). Sekarang praktik demikian sudah hampir tidak ada. Yang dibutuhkan sekarang adalah lawyer-lawyer yang handal. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, perkara yang datang pasti tak pernah habis. Dengan demikian, profesi lawyer akan selalu dibutuhkan,” tukas pria ini.
Pheo-grafi:
NamaLengkap: Pheo Marojahan Hutabarat Lahir: 30 Januari 1966 Pendidikan: Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Karier:(i) Kartini Muljadi & Rekan, (ii) Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro, (iii) Managing Partner of Hutabarat Halim & Rekan (1995-sekarang).
Tony Budidjaja
Lawyer Bermodal Kejujuran
Naskah: Sahrudi, Foto: Dok. Pribadi
Awalnya ia ingin jadi wartawan. Tapi perjalanan hidup menuntunnya menjadi seorang lawyer. “Tadinya saya pikir saya bisa lebih mudah menyuarakan protes saya atas berbagai ketidakadilan di muka bumi ini bila saya menjadi wartawan,” kenang Tony Budidjaja. Dengan menjadi lawyer justru sekarang Tony merasa idealisme dalam dirinya dapat dijaga dan dikembangkan. Ia memutuskan menjadi advokat karena ingin membuat perubahan dan perbaikan dalam dunia hukum yang gelap ini.
“We serve with excellence and integrity” bagi Tony bukan sekadar slogan dalam kantor hukumnya, Budidjaja & Associates (B&A), tapi adalah sebuah budaya kerja yang dibangun dan dipertahankannya sejak ia mulai berkarir sebagai seorang advokat di tahun 1996 hingga sekarang tatkala ia memiliki kantor hukum sendiri. Pengalamannya bekerja di beberapa kantor hukum Internasional terkemuka, termasuk Baker & McKenzie, membuat Tony paham betul apa artinya profesionalisme dankepercayaan (trust).
Soal integritas, bagi Tony adalah ‘harga mati’ yang tak bisa ditawar bagi seorang advokat. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Jakarta, yang meraih Magister Hukum (LL.M) di Universitas Leiden, ini menilai advokat sebagai seorang manusia yang diutus Tuhan untuk menjadi pelayan bagi masyarakat dengan bersemboyankan “Berani bersuara akan ketidakadilan. ”Dengan kata lain, bagi Tony kejujuran adalah nyawa dan modal terbesar bagi seorang lawyer. “Jika kejujuran sudah hilang, maka seorang lawyer tidak ada gunanya dan bahkan dapat menjadi sampah masyarakat,” tegasnya.
Itulah kenapa Tony selalu berusaha menjadikan para lawyers di kantornya (B&A) orang-orang yang dapat dipercaya karena kompetensi dan karakternya. “Benar lawyers harus cerdik dan panjang akal tetapi harus tulus dan jujur, cakap dan takut akan Tuhan. Orang yang hidup benar dan jujur akan tidur enak dan merasa aman. Tidak perlu lari dan merasa dikejar-kejar atau dibuntuti hidupnya karena menyembunyikan pelanggaran-pelanggarannya. Lebih baik kalah karena kejujuran daripada menang karena kepalsuan,” tuturnya lagi. Karena itu, Tony tak pernah takut menghadapi seburuk apapun instansi atau pejabat. Ia juga selalu berhasil membuktikan kepada kliennya bahwa sebesar atau serumit apapun suatu kasus yang ditanganinya, ia mampu menolong kliennya menemukan jalan keluarnya, asalkan kliennya sepakat untuk melakukan dengan cara yang benar.
Ia mengenang saat pertama kali memutuskan untuk mendirikan B&A, di mana ia sudah bertekad bahwa lebih baik menjadi lawyer miskin yang bersih daripada kaya tetapi ‘berliku-liku’ jalannya. “Saya mendirikan B&A karena kerinduan saya untuk menunjukkan bahwa ada lawyers Indonesia yang mampu memberikan nasihat hukum dengan standar internasional dengan kerja jujur, kerja keras, dan kerja tuntas. Saya ingin mengubah suatu budaya yang lama bukan dengan mencaci-makinya, akan tetapi dengan cara menciptakan budaya baru,” tekadnya. Bagi Tony, untuk menciptakan budaya baru itu, seorang lawyer tidak boleh berhenti untuk terus meningkatkan kompetensi dan karakternya. “Sebagai lawyer bisnis, kami tidak mungkin bisa bersaing kalau tidak terus belajar. Kita harus punya pengetahuan dan pelayanan di atas rata-rata,” begitu selalu ia tekankan kepada para koleganya di B&A. Dengan alasan itulah di kantornya setiap minggu ada acara rutin seperti Monday Quality Meeting di setiap Senin pagi, cerita Tony, di mana ia dan para koleganya akan duduk bersama untuk bertukar pikiran mengenai nilai-nilai kehidupan yang baik.
Disini setiap orang bergiliran memberikan pandangannya tentang hidup berkualitas, baik dari buku, sahabat atau pengalaman pribadinya. Di sini mereka sama sekali tidak berbicara tentang hukum, tapi tentang bagaimana membangun hidup yang lebih baik. Keesokan harinya,setiap hari Selasa, mereka akan berkumpul untuk berbagi informasi dalam bahasa Inggris mengenai berbagai berita media masa terkini baik itu politik, hukum, ekonomi dan lainnya. Lalu pada hari Jumat, mereka akan mendiskusikan dan mendalami peraturan atau isu hukum terbaru melalui diskusi, debat atau simulasi. Dengan cara itulah antara lain Tony mengasah kemampuan para lawyers di B&A. Maklumlah, hampir semua klien yang ditangani kantornya adalah perusahaan-perusahaan multinasional bahkan banyak juga yang termasuk dalam daftar Fortune 500, serta tak jarang mereka harus bermitra atau berhadapan langsung dengan lawyer-lawyer asing.Di tengah-tengah kesibukan pekerjaannya, pengagum tokoh Yap Thiam Hien yang berobsesi ingin menjadi arbiter internasional yang disegani ini selalu siap meluangkan waktunya untuk melatih dan mementor lawyer-lawyer muda. Impian Tony adalah melahirkan lebih banyak lagi lawyers Indonesia yang internationally qualified yang mampu berdiri sejajar dengan lawyer-lawyer dari negara maju. “Salah satu harapan saya membangun B&A adalah menjadikan B&A sebagai contoh dan teladan bagi kantor-kantor hukum Indonesia lainnya melalui etos kerja dan standar pelayanannya. Kami tidak mengharapkan menjadi kantor hukum yang terbesar atau sukses secara material, tapi kami berharap menjadi kantor hukum yang paling dihormati,”beber pengagum penyanyi Louis Armstrong ini.
Memasuki usianya yang ke-7, menurut Tony, B&A sudah berhasil menciptakan satu sistem administrasi data secara elektronik dan pedoman kerja yang baik (Good Practices, Policies and Procedures) yang biasa diterapkan oleh kantor hukum terbesar di dunia. Tidak heran, B&A telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari berbagai perusahaan ternama di dunia serta memperoleh sedemikian banyak penghargaan internasional berdasarkan hasil survey yang dilakukan terhadap para praktisi hukum di Asia Pasifik seperti: Legal 500, Corporate INTL Legal Awards, Global Law Experts, Asian Legal Business, Asialaw Leading Lawyers, Deal Makers Country Awards, Global 100 dan masih banyak lagi.
Ada satu filosofi yang selalu dipegang pria yang kerap menghabiskan waktu sengangnya dengan berolah-raga bersama keluarga ini yaitu Don’t curse the darkness; light a candle. Lebih baik menjadi “lilin-lilin kecil” yang tetap menyala di tengah kegelapan daripada terus mengeluh dan mencaci maki kegelapan dalam dunia ini. “Bila kita diam saja, maka kegelapan tidak akan berlalu. Bahkan dunia sekitar kita bisa menjadi semakin gelap,”jelas Tony yang juga kerap melakukan aksi sosial bersama istri dan anak-anaknya seperti mengunjungi lembaga pemasyarakatan dan tempat tinggal orang-orang yang terpinggirkan. Dalam pandangannya, Indonesia bisa menjadi negara yang damai dan sejahtera bila ada lebih banyak lagi lawyers yang mau menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, meski harus dianiaya atau dihina.
Tonygrafi:
Nama: Tony Budidjaja. Pendidikan : Diploma dalam bidang Arbitrase Perdagangan Internasional (International Commercial Arbitration), the Chartered Institute of Arbitrators (CIArb), Oxford (2005), Magister Hukum (LL.M) - Universitas Leiden, Leiden (2001), Pelatihan Development Lawyers, the International Development Law Organization (IDLO), Roma (1999), Pelatihan Ekspor – Impor, Transportasi, Perbankan dan Gapura Niaga, the Center for Business Studies, Jakarta (1996), Sarjana Hukum (S.H.) - Universitas Tarumanagara, Jakarta (1996). Pekerjaan: Managing Partner Budidjaja & Associates Law Offices. Organisasi : Australasian Forum for International Arbitration (AFIA) - Perwakilan Indonesia (2008 – sekarang), International Chamber of Commerce (ICC), Indonesia National Committee - Komisi Arbitrase & Perdagangan (2007 – sekarang), The Chartered Institute of Arbitrators (CIArb), Indonesia Chapter - Executive Vice Chair (2007 – sekarang), Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Dewan Pengurus Nasional, Wakil Sekjen (2007 – 2012) Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Dewan Pengurus Pusat, Ketua Bidang Luar Negeri (2007 - sekarang), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) –Anggota (2007 – sekarang), Ikatan Keluarga & Alumni Nederland (IKANED) - Komisi Pendidikan (2007 – sekarang), Ikatan Alumni Indonesia - “International Development Law Organization” - Ketua Umum (2006 – sekarang), Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT) - Senior Researcher/Trainer (2005 – sekarang). Penghargaan terbaru: Leading Lawyers for Dispute Resolution selama 6 tahun berturut-turut yang dianugerahkan oleh Asialaw Leading Lawyers (2006-2012), Leading Lawyers in the sector of Intellectual Property by Asialaw leading Lawyers (2012-2013), Arbitration Law Firm of the Year in Indonesia in section of Litigation by Deal Makers Country Awards (2013), Law Firm of the Year in Competition and Arbitration for the Indonesian Jurisdiction by Global 100 (2013).
Add to Flipboard Magazine.
Popular

Wanita Muslim yang Menginspirasi Dunia
24 July 2014
Film-film Islam Terbaik Sepanjang Masa
01 July 2013