Search:
Email:     Password:        
 





Bambang P. Soemantri Brodjonegoro - Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional

By Syulianita (Editor) - 11 May 2020 | telah dibaca 2874 kali

Meningkatkan Riset dan Inovasi untuk Negeri

Naskah: Sahrudi Foto: Sutanto/Istimewa

 

Mendapatkan kepercayaan menjadi menteri selama dua periode jelas bukan hal mudah. Kapasitas, integritas, dan kapabilitas yang tinggi tentu menjadi syarat utama. Tapi, bagi Bambang P. Soemantri Brodjonegoro ia memiliki persyaratan tersebut. Tak heran jika pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ia juga diberi kesempatan duduk di Kementerian. Karena itulah, edisi kali ini kami menghadirkan Bambang Brodjonegoro sebagai sosok inspiratif dalam rubrik "Cover Story". Men's Obsession mendapat kesempatan untuk bertemu dengan menteri yang selalu tampil low profile ini di ruang kerjanya.

Tiga kali menduduki posisi menteri dengan bidang berbeda sudah menjadi cukup bukti untuk menilai kompetensi dan kredibilitas mumpuni dari Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D.

 

Mengawali kiprah di kementerian sebagai Wakil Menteri Keuangan era Kabinet Indonesia Bersatu di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), nama Bambang Brodjonegoro terus menjadi magnet hingga pimpinan pemerintahan berganti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Oleh Presiden Jokowi pada era Kabinet Indonesia Kerja, putra dari Soemantri Brodjonegoro ini pernah diserahi tugas sebagai Menteri Keuangan, lalu bergeser ke Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), dan sekarang dipercaya menjadi Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kepercayaan yang diberikan negara selama tiga periode pemerintahan dari dua presiden berbeda merupakan apresiasi atas profesionalismenya. Tidak berdasarkan pertimbangan politik.

 

Memang, alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang meraih Ph.D. bidang Ilmu Regional dan Ekonomi Pembangunan di University of Illinois at Urbana-Champaign ini memiliki performa kinerja yang luar biasa. Saat menjabat sebagai Menteri Keuangan, Prof Bambang mengeluarkan banyak kebijakan strategis semisal mengegolkan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak. Kemudian, ketika menjabat sebagai Menteri PPN ia menggawangi rencana pemindahan ibu kota negara. Dan, kini ia melakoni tugas sebagai Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional.

 

Beberapa saat setelah dilantik, Prof Bambang mengeluarkan arahan pertamanya bahwa Kemenristek akan melaksanakan dua agenda penting, yaitu menyinergikan beberapa program Pendidikan Tinggi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta mendirikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sesuai amanat Undang-undang Sisnas Iptek.

 

“Mengapa Pemerintah menginginkan adanya BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) adalah karena Presiden RI Joko Widodo
dalam arahannya menyatakan bahwa beliau tidak ingin kegiatan penelitian pengembangan pengkajian dan penerapan (Litbangjirap) di setiap lembaga, tidak hanya LPNK dalam koordinasi Kemenristek, tetapi juga aktivitas litbangjirap dalam koordinasi Kementerian/Lembaga lainnya, mempunyai kecenderungan melakukan kegiatan sendiri-sendiri,” kata Menristek saat Serah Terima Jabatan (Sertijab)
di Gedung Kemenristek, melalui keterangan resminya.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkapkan bahwa penelitian dan pengembangan yang dilakukan sendiri-sendiri akan menjadi tidak efektif. “Karena ada keterbatasan anggaran, akhirnya kualitas penelitiannya menjadi terbatas, bukan karena kualitas penelitinya atau researcher (peneliti)- nya, tapi lebih karena dana yang memang terbatas harus dibagi dalam jumlah besar,” lanjut Prof Bambang.

 

 

Oleh karena itu, program 100 hari Menristek akan fokus pada program, struktur dan imlementasi BRIN, serta mensinergikan program- program pendidikan tinggi dengan Kemendikbud. Pada seratus hari pertama kepemimpinannya, Prof Bambang tidak mau waktunya terbuang percuma dengan kesibukan urusan administratif birokrasi. “Saya ingin semua orang bekerja keras (double gardan) untuk menyelesaikan home works bersama-sama,” tandasnya.

 

Satu hal yang menjadi tantangan dari Prof Bambang adalah mendorong akademisi untuk memulai perubahan pola pikir riset dan pengembangan teknologi. Karena itu, ia menekankan pentingnya kedekatan hubungan antara akademisi dan dunia industri dalam pengembangan riset. Melalui kedekatan tersebut, para dosen peneliti bakal mendapatkan ilmu yang jauh lebih luas ketimbang hanya berkutat dalam konsep dan teori.

 

Pada awal kepemimpinannya, Prof Bambang juga menargetkan agar semua lembaga penelitian baik dari kementerian, nonkementerian, perguruan tinggi maupun swasta harus bersinergi. Karena selama ini, tak sedikit sumber daya manusia di negeri ini yang memiliki talenta bidang penelitian dan mereka ada di berbagai organisasi.

 

“Nah, tentu kita ingin agar Indonesia mempunyai inovasi yang bermanfaat buat masyarakat agar bisa menembus pasar, dan karenanya tidak ada cara-cara lain selain melakukan sinergi,” ujar Prof Bambang, beberapa waktu lalu.

 

Dengan adanya BRIN yang sekaligus juga Kemenristek, Prof Bambang optimis harapannya untuk melakukan sinergi dan harmonisasi di antara para peneliti baik secara individu maupun lembaga dapat terlaksana dengan baik.

 

Sehingga, kata dia, pada saatnya nanti produk yang dilahirkan benar- benar produk unggul. Bila sinergi itu bisa tercipta maka produk yang dilahirkan benar-benar produk terbaik hasil dari sinergi tersebut. Prof Bambang juga menekankan agar inovasi yang diciptakan peneliti harus disesuaikan dengan apa yang menjadi tantangan dan kebutuhan Indonesia saat ini dan menonjolkan potensi sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia.

 

Dengan kata lain, pertimbangan dalam prioritas riset dan inovasi di masa depan harus bergantung pada hal yang dapat dimanfaatkan dan berguna untuk masyarakat Indonesia dan dunia. “Jangan sampai kita mengusulkan inovasi dari sisi kemampuan peneliti atau keberadaan teknologinya saja. Tapi, kita harus bisa mendorong inovasi yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak,” ujarnya saat menjadi Pembicara Kunci pada Penutupan Sidang Paripurna III Dewan Riset Nasional di Hotel Aryaduta Jakarta (2/12). Karena itu, Prof Bambang ingin agar generasi millennial Indonesia harus bisa menguasai dulu teknologi yang dibutuhkan.

 

 

Mendorong Indonesia Menjadi Negara Maju

Inovasi yang berdaya saing. Inilah yang menjadi fokus perhatian Prof. Bambang Brodjonegoro sejak hari pertama ia memimpin Kementerian Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional.

 

Prof. Bambang percaya inovasi akan mampu mendorong perkembangan ekonomi nasional dan Indonesia akan menerapkan ekonomi berbasis inovasi seperti layaknya banyak negara maju di dunia. Tentu ini bukan sebuah tugas mudah. Terlebih, inovasi di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain.

 

Dalam Indeks Daya Saing Global atau Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang diterbitkan World Economic Forum (WEF), misalnya, Indonesia menempati posisi 50, dengan kapasitas inovasi (innovation capacity) di urutan 74 sedunia. Ada beberapa alasan di balik rendahnya peringkat Indonesia dalam soal inovasi. Yang pertama, menurut Prof Bambang, jumlah dan kualitas sumber daya di Indonesia belum sesuai standar negara lain. Ini terlihat dari penelitian berkualifikasi S3 yang rendah, rasio peneliti terhadap jumlah penduduk yang kecil, hingga masalah produktivitas.

 

“Kita harus serius membenahi SDM di bidang riset dan teknologi sebagai sumber lahirnya inovasi di kemudian hari,” kata Prof Bambang. Alasan yang kedua adalah ketidakselarasan antara riset dan birokrasi. Riset sulit berkembang akibat adanya jenjang struktural dan rumitnya birokrasi seperti sekarang. Perlu ada “debirokrasi” untuk penelitian.

 

Selain itu, Indonesia juga perlu prioritas riset nasional dan diversifikasi sumber dana riset—tidak hanya dari pemerintah, tapi juga swasta. “Korea, Thailand, dan Jepang risetnya didominasi swasta 70-80%. Ini ideal, karena swasta-lah yang mengetahui apa yang menjadi kebutuhan di pasar yang membutuhkan riset dan inovasi. Bukan pemerintah,” kata Prof. Bambang.

Sebagai Kepala Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN) yang melakukan koordinasi atas seluruh penelitian secara nasional, Prof Bambang mengatakan, badan ini akan melanjutkan mimpi B.J. Habibie sebagai Bapak Teknologi Indonesia untuk hilirisasi dan mengkomersialkan hasil riset dan inovasi.

 

Terobosan inovatif yang dibuat oleh peneliti dan akademisi harus dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia dan mendorong kemajuan ekonomi bangsa. Sebab, ketika produk inovasi dan teknologi telah mengambil porsi terbesar dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, saat itulah Indonesia dapat menjadi negara yang maju dan mandiri. Berkaca melalui pengalamannya berkarir sebagai dosen dan juga dekan di Universitas Indonesia, Prof Bambang menyadari pentingnya sinergi antara akademisi atau peneliti, dunia usaha, dan pemerintah untuk mencapai visi tersebut.

 

Karena itulah, dalam memimpin kementerian yang menaungi seluruh bidang pengembangan inovasi dan penelitian ini, ia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam menjembatani kebutuhan dunia usaha dengan keahlian para peneliti dari berbagai lembaga akademik atau penelitian. Beberapa kebijakan untuk mendorong kolaborasi antara tiga aspek atau triple helix tersebut telah dibuat, antara lain kebijakan super deduction tax, khususnya bagi investor atau perusahaan swasta yang mengembangkan kegiatan riset dan pengembangan di Indonesia.

 

Tidak tanggung-tanggung, pemerintah memberikan potongan sebesar 300 persen demi mendorong investor dan perusahaan swasta agar mau melakukan lebih banyak kegiatan riset. Saat ini, Menteri Bambang masih fokus untuk menyelesaikan struktur dan program Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ke depan, sembari mengejar agenda riset dan inovasi yang sudah ada. Ke depan, diharapkan integrasi riset dapat tercapai dengan baik dan dapat mendorong Indonesia menjadi negara maju berbasis inovasi.

 

 

Kembangkan Riset Antisipasi Corona

Di tengah wabah Pandemi Covid-19 atau Corona, Kementerian Ristek tidak tinggal diam. Menurut Prof Bambang, pemerintah Indonesia saat ini tengah mengembangkan dua alat pendeteksi virus Corona atau Covid-19.

 

Alat deteksi virus Corona tersebut merupakan buatan dalam negeri sendiri. Prof Bambang mengatakan, kedua alat yang dimaksud adalah rapid test dan PCR.

 

Saat usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi melalui video conference, Rabu (15/4/2020), Prof Bambang mengemukakan bahwa tes ada dua, baik berbasis PCR maupun rapid test. "Untuk rapid test, kami sudah laporkan Pak Presiden selama 1,5 bulan atau 6 minggu dari sekarang rencananya sudah ada 100 ribu produksi, 100 ribu unit rapid test," kata Prof Bambang.

 

Ia menambahkan, untuk alat test PCR, pihaknya telah melakukan pengujian dengan menggunakan virus strain Asia dan sedang mencoba strain lokal atau virus berasal dari orang Indonesia yang terinfeksi Covid-19. Pengujian itu dilakukan untuk mengetahui status transmisi lokal penyebaran virus tersebut.

 

Saat ini, BPPT sedang bekerja sama dengan Eijkman Institute untuk mendapatkan virus strain lokal tersebut. Setelah itu, masuk ke tahap produksi. Bio Farma sudah menjadi mitra industri yang siap. Prof Bambang berharap bulan depan sudah bisa dimulai produksi.



Add to Flipboard Magazine.
Komentar:

                           
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250