Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T. (Founder & Rektor UNIKOM)
By Syulianita (Editor) - 29 January 2020 | telah dibaca 7046 kali
Creating ICT-Based Global Entrepreneurs
Naskah: Suci Yulianita Foto: Sutanto/Dok. UNIKOM
Tak banyak entrepreneur yang memiliki jiwa entrepreneur sejati. Rajin, tekun, pantang menyerah, jeli melihat peluang, action oriented, memiliki entrepreneurial mindset, serta disiplin merupakan kunci dan syarat mutlak untuk menjadi seorang entrepreneur. Dan, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T. merupakan salah seorang entrepreneur andal di negeri ini, yang kiprahnya terkenal hingga ke mancanegara melalui kampus yang didirikannya sejak tahun 2000 silam, Universitas Komputer Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama UNIKOM.
Ya, jika mendengar nama UNIKOM tentu tak terlepas dari sosok Eddy Soeryanto Soegoto, sang Founder sekaligus Rektor. UNIKOM merupakan salah satu Universitas ternama di Bandung dan Indonesia yang namanya menjulang dan mentereng berkat segudang prestasi yang ditorehkan, baik oleh para mahasiswa maupun para dosen, mulai dari skala nasional hingga internasional.
Bahkan, seolah ingin memberi contoh terbaik, sang rektor pun pada akhir 2019 lalu menutup tahun dengan prestasi membanggakan. Ia meraih gelar guru besar di bidang Manajemen Kewirausahaan, yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. “Salah satu tujuan saya menjadi guru besar ini untuk memacu para dosen agar bisa mengikuti jejak saya. Sebagai pimpinan tentu kita harus memberikan contoh, tekun mengurus jabatan fungsional hingga Guru Besar, lulus S3 tercepat dalam waktu 2 tahun 1 bulan, dan hal positif lainnya,” ungkap Prof. Eddy tanpa bermaksud membanggakan diri.
Seorang entrepreneur harus memiliki sikap action oriented, mampu menciptakan sesuatu dari nol, dari yang tak ada menjadi ada, dari biasa menjadi luar biasa, menghasilkan sesuatu berdasarkan daya kreativitas dan inovasi yang dimilikinya. Dan, itulah yang telah dihasilkan Prof. Eddy.
Perjalanan panjang Prof. Eddy dalam membangun UNIKOM berawal dari hobi mengajar. Awalnya, sembari kuliah di ITB, Prof. Eddy menjadi guru, mengajar private door to door dengan berjalan kaki menyusuri Kota Bandung. Kemudian berkembang, ia memberanikan diri membuka lembaga bimbingan belajar, berkembang lagi menjadi LPKIG, berkembang lagi menjadi 2 Sekolah Tinggi (STMIK IGI & STIE IGI) yang akhirnya melebur menjadi UNIKOM pada tahun 2000.
Sangat menarik jika melihat UNIKOM hadir dari tangan seorang entrepreneur seperti dirinya. Ia memiliki pengalaman dan bekal sebagai seorang entrepreneur sekaligus tokoh pendidik. Dengan demikian, Prof. Eddy yang terjun langsung memimpin di dalamnya ini, tahu betul bagaimana dan akan dibawa ke mana kampus yang terletak di Jalan Dipati Ukur Bandung ini. Itulah mengapa UNIKOM bisa berkembang sedemikian pesat dan menghasilkan prestasi-prestasi membanggakan.
Ya, berkat jiwa leadership entrepreneur yang dimilikinya Prof. Eddy mampu memotivasi dan menggerakkan sistem di UNIKOM menjadi Perguruan Tinggi ternama di Tanah Air dalam waktu relatif singkat. Dalam memimpin, posisinya sebagai seorang entrepreneur membuatnya berani mengambil keputusan tanpa harus dihambat birokrasi dan aturan yang mengganggu. “Entrepreneur itu action oriented, jeli melihat dan meraih peluang dan cermat dalam menggerakkan sistem. Jadi, prioritasnya action. Nah, nanti pada saat action dia akan menemukan bagaimana harus melakukan akselerasi agar poin demi poin sasaran atau target itu bisa dicapai secara cepat,” tegasnya.
Prof. Eddy mencontohkan bagaimana UNIKOM bisa mengungguli Perguruan Tinggi senior/besar yang sudah puluhan tahun lebih dulu berdiri. Menurutnya, banyak Perguruan Tinggi digerakkan bukan oleh entrepreneur, namun oleh sosok yang ditunjuk. Dengan demikian, banyak kasus mereka tidak berani mengambil keputusan, merasa khawatir takut salah atau gagal. Sementara, UNIKOM dipimpin langsung olehnya selaku pendiri melalui motivator dengan leadership entrepreneur.
Ia terjun dan terlibat langsung di dalamnya, jadi sudah tentu ia mengetahui bagaimana menggerakkan sistem, membuat kebijakan, dan mencapai target serta lika-liku sekecil apapun yang ada. Dengan penuh semangat, Prof. Eddy menjelaskan bahwa kecepatan maju tidaknya suatu Institusi atau Perusahaan itu ditentukan oleh sang pemimpin. Dan dalam memimpin tentu dibutuhkan faktor leadership. Jadi, jika sang pemimpin tidak memiliki jiwa leadership yang mumpuni, maka Institusi, Perusahaan atau Perguruan Tinggi tersebut akan lambat, tidak berkembang atau susah untuk maju.
Itulah mengapa UNIKOM bisa berkembang demikian pesat dan menghasilkan prestasi-prestasi membanggakan. “Jadi, itu salah satu kelebihan kami. Kalau saya ingin menggerakkan sesuatu, kecepatannya sangat tinggi karena tidak ada yang menghambat. Jadi, saya bisa menggerakkan langsung sumber daya yang kami miliki. Sementara, hal ini belum tentu bisa dilakukan teman-teman dari Perguruan Tinggi lain,” jelas Prof. Eddy. Sebagai seorang entrepreneur, juga sebagai guru besar di bidang entrepreneur, Prof. Eddy mengakui ia memiliki kewajiban moral untuk bisa menghasilkan entrepreneurentrepreneur baru atau start up-start up baru berwawasan Global melalui kampusnya, terutama entrepreneur di era digital 4.0 yang berbasis ICT atau technopreneur. Dengan demikian, UNIKOM dapat memberikan andil dalam meningkatkan jumlah entrepreneur baru di Indonesia yang saat ini baru sekitar 3,1% dari minimal 4% dari total populasi penduduk Indonesia yang 267 juta jiwa di 2019, sesuai saran Bank Dunia. Menyikapi hal ini maka sejak tahun 2007 UNIKOM sudah mewajibkan Entrepreneurship menjadi mata kuliah wajib diseluruh program studi yang ada di UNIKOM.
Sulung dari sembilan bersaudara ini berharap Indonesia bisa semakin maju dengan banyaknya entrepreneur yang lahir, termasuk dari UNIKOM. Untuk itu, menurut Prof. Eddy, akselerasi jumlah entrepreneur di Tanah Air akan terjadi apabila Perguruan Tinggi di Indonesia mewajibkan mata kuliah entrepreneurship di seluruh program studi. Karena, seorang entrepreneur sejatinya bisa dihasilkan dari program studi apapun. Ia mencontohkan dirinya dari Teknik Industri, Ciputra dari Arsitektur, Nadim Makarim dari HI, dan Chairul Tanjung dari Fakultas Kedokteran Gigi.
Prof. Eddy mengungkapkan, survey oleh Y&R, BAV Consulting serta Wharton School of the University of Pensylvania, US membuktikan bahwa semakin banyak kesempatan berwirausaha di suatu negara maka semakin baik pula iklim ekonomi di negara tersebut. Hasil survey berjudul “Best Countries for Entrepreneurship” tersebut merilis daftar tahunan negara berpredikat paling baik dilihat dari kemudahan dan kesempatan berwirausaha. Negara-negara ekonomi maju, seperti Swiss, Inggris, USA, Jepang dan Jerman terbukti merupakan Best Countries for Entrepreneurship. “Pemerintah Swiss mengalokasikan 2,97% PDB nya untuk riset dan pengembangan wirausaha, Inggris menyiapkan 1,66% PDB nya untuk membangun iklim usaha. Di AS, para entrepreneur sangat disanjung dan dihargai media,” ungkapnya.
“Bercermin pada negaranegara tersebut di atas sudah selayaknya pemerintah Indonesia mengalokasikan lebih besar lagi PDB nya untuk membangun iklim usaha dan pengembangan wirausaha di Indonesia. Pendidikan Tinggi membekali para mahasiswanya dengan mata kuliah kewirausahaan dan Industri mensupport dengan memfasilitasi untuk kerja praktek mahasiswa di perusahaanperusahaannya sehingga link and match dapat tercipta. Ini merupakan solusi dalam meningkatkan jumlah entrepreneur di Indonesia," ungkap Prof. Eddy. Kalau bicara prosentase, sambungnya, jumlah entrepreneur akan lebih banyak dihasilkan apabila sekitar 4700 Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia menjadikan mata kuliah kewirausahaan sebagai mata kuliah wajib di seluruh program studinya. "Hal ini karena seorang entrepreneur dapat lahir dari program studi apapun yang ada di suatu Perguruan Tinggi. Indonesia harus mengejar ketertinggalannya dalam jumlah entrepreneur yang baru 3,1% dari rasio penduduknya. Bandingkan dengan Malaysia 5%, Thailand 4,5% dan Singapura 7%, China dan Jepang di atas 10%, Amerika Serikat 12% ,” tegasnya.
Jika melihat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI periode 2019 – 2024, Nadiem Makarim yang memiliki latar belakang sebagai seorang technopreneur, Prof. Eddy berharap Pak Menteri bisa membuat suatu terobosan baru sehingga nantinya akan banyak entrepreneur baru yang lahir dari Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia, khususnya entrepreneur yang berbasis pada ICT, technopreneur-technopreneur baru. “Nah, kami berharap bahwa Pak Nadiem bisa menularkan keberhasilannya sebagai seorang entrepreneur guna menghasilkan entrepreneur-entrepreneur baru di Tanah Air,” ucapnya.
Mata Kuliah Wajib dan Prestasi Mendunia
Sejak awal memimpin UNIKOM, Eddy Soeryanto Soegoto mewajibkan empat mata kuliah dasar yang harus dipelajari untuk seluruh program studi tanpa terkecuali. Yang pertama adalah perangkat lunak komputer atau software, kedua, perangkat keras komputer atau hardware, ketiga, animasi multimedia, dan keempat, mata kuliah entrepreneurship atau kewirausahaan. UNIKOM yang memang merupakan Perguruan Tinggi berbasis ICT, maka Eddy mewajibkan mata kuliah ICT selama 7 semester untuk seluruh prodi di UNIKOM tanpa terkecuali. “Baik itu Fakultas teknik maupun fakultas non teknik, termasuk hukum, sastra, desain, dan sebagainya, itu semuanya wajib belajar software selama 7 semester dan hardware 1 semester. Jadi, untuk Ilmu Hukum, Sastra Inggris, Sastra Jepang, wajib belajar perangkat keras komputer,” papar Prof. Eddy.
Dan, karena dasar keilmuan seluruh mahasiswa UNIKOM ini adalah pada bidang ICT, maka Prof. Eddy mengembangkan lagi dengan inovasiinovasi pada bidang teknologi tinggi, dan berkreasi menciptakan produk-produk yang kemudian menjadi unggulan dan kebanggaan bangsa Indonesia. Seperti di bidang robotika, bidang roket, kemudian berbagai bidang yang terkait dengan konten digitalisasi, terbukti meraih prestasi membanggakan baik skala nasional maupun internasional.
Sungguh membanggakan jika melihat prestasi UNIKOM yang sudah 9 tahun menjadi juara dunia kontes robot di Amerika Serikat. Bahkan pada 2007 lalu, UNIKOM menjadi Perguruan Tinggi pertama dari Indonesia yang dikirim ke negara Paman Sam tersebut untuk mengikuti kompetisi robot. “Setelah itu berturut-turut. Sudah 9 tahun menjadi juara dunia kontes robot, sudah 10 tahun juara nasional kontes roket, 7 tahun juara Indonesia ICT Award, INAICTA, sudah 4 tahun juara nasional microsoft. Bahkan Unikom adalah salah 1 Perguruan Tinggi yang memenangkan 2 kategori kompetisi microsoft yang dikirim ke Amerika Serikat. Satu memperoleh penghargaan 100 juta, dan satunya 50 juta,” ia menjelaskan.
Terbaru, UNIKOM mampu menutup tahun 2019 dengan sangat manis. Pada September 2019 lalu, salah satu mahasiswa program studi Sistem Informasi UNIKOM, Rizky Muhammad berhasil menjadi juara dunia ICT di ajang Worldskills yang digelar di Kazan Rusia. “UNIKOM sebagai pemenang tentu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Jadi bukan untuk UNIKOM sendiri atau warga Jawa Barat, tapi kita bicara pada konteks nasional. Jadi, itulah yang menjadi titik tolak kita kenapa UNIKOM itu betul betul melakukan inovasi dan kreativitas pada bidang-bidang ICT,” tegas Prof. Eddy.
Tak hanya di bidang eksakta, prestasi di bidang lain yang juga diraih mahasiswa UNIKOM, antara lain juara nasional di bidang animasi multimedia pada 2018 lalu. Kemudian, UNIKOM juga dikenal sebagai juara nasional untuk program studi Sastra Jepang dan Bahasa Inggris, Desain dan bidang seni. Begitu pula pada bidang olahraga, prestasi membanggakan diraih para atlet UNIKOM dari cabang olahraga Bulutangkis, Karate, Taekwondo, dan Pencak Silat dalam ajang pertandingan antar Perguruan Tinggi se-Indonesia.
Sejak kehadirannya pada tahun 2000 lalu, prestasi demi prestasi dari berbagai bidang terus dikejar UNIKOM, terutama di bidang ICT. Tak hanya mahasiswa yang gencar berinovasi dan berkreasi sehingga menghasilkan prestasi membanggakan. Lebih dari itu, Prof. Eddy juga mendorong para dosen untuk mampu berkarya menghasilkan suatu publikasi internasional terindeks scopus.
Menghasilkan Entrepreneur Hebat dan Budaya PIQIE
Prof. Eddy menjelaskan, tengoklah bagaimana kampus-kampus ternama yang memberikan porsi pendidikan entrepreneurship dan bisnis sangat besar pada mahasiswanya mampu menghasilkan entrepreneur hebat berkelas dunia. Harvard Graduate School of Business menempati peringkat tertinggi sebagai sekolah bisnis dan kewirausahaan terbaik dunia, melahirkan Bill Gates (Founder Microsoft), Mark Zukenberg (Founder Facebook), Caldwell (CEO Ford Motor Company), dan James Mc Nerney (CEO Boeing). Stanford Graduate School of Business, melahirkan David Filo dan Jerry (Founder Yahoo!), Andrew Grove (CEO Intel), Phil Knight (CEO Nike), Henry Mc Kinnel (CEO Pfizer), Pensylvania University melahirkan Donald Trump (Presiden AS), Warren Buffet (CEO Berkshire Hathaway), dan Robert Crandall (CEO American Airlines Inc.).
“Di Indonesia, para entrepreneur dapat dilahirkan melalui peran aktif perguruan tinggi melalui tridarmanya. UNIKOM mewajibkan mata kuliah entrepreneurship di seluruh program studi, menerapkan learning management system dalam proses belajar, melakukan pelatihan digital preneur, interaktif learning class, membuat business plan, menciptakan produk berbasis digital dan ICT, serta berbagai aktivitas yang memacu mahasiswa untuk menjadi seorang wirausaha,” ungkap Prof. Eddy.
Lebih lanjut Prof. Eddy menjelaskan bahwa prestasi-prestasi yang berhasil diraih dan proses menghasilkan para entrepreneur di UNIKOM dilakukan dengan menerapkan budaya UNIKOM yang telah disusunnya sejak kali pertama UNIKOM berdiri, yakni PIQIE: Profesionalism, Integrity, Quality, Information Technology, and Excellence.
“Semua dosen dan karyawan UNIKOM harus bekerja secara profesional, memiliki integritas diri yang baik, kualitas pekerjaan harus bagus, wajib menggunakan IT dalam proses aktivitas sehari-hari, kemudian harus menghasilkan karya unggul yang bisa menghasilkan prestasi Nasional dan Internasional,” tandas Prof. Eddy.
INCITEST & ICOBEST, Inovasi Terbaru UNIKOM
Di bawah kepemimpinan Prof. Eddy, UNIKOM terus berbenah dan berinovasi. Dengan demikian, maka tak heran jika UNIKOM mampu berkibar. Selain terlihat dari prestasi-prestasi mahasiswa yang kian mentereng, kemajuan UNIKOM juga jelas begitu terlihat dari bangunannya yang semakin megah. UNIKOM kini memiliki gedung baru yang terletak bersebelahan dengan gedung lama. Bukan sekadar gedung sebagai sarana belajar mengajar dengan fasilitas lengkap, namun Prof. Eddy merancang gedung tersebut menjadi sebuah bangunan yang megah dengan interior desain yang sangat mewah bak hotel berbintang, lengkap dengan taman kecil yang ditata sedemikian indah.
Untuk membuat UNIKOM semakin besar, Prof. Eddy juga selalu mendorong para dosen dan mahasiswa UNIKOM agar bisa berinovasi menghasilkan produk-produk teknologi hingga bisa dipublish kepada masyarakat luas. Sukses dengan segudang prestasi mentereng, rasanya tak cukup baginya. Sebaliknya, Prof. Eddy terus mencari dan menggali inovasi untuk membuat UNIKOM menjadi lebih baik lagi.
Inovasi yang terbaru adalah ajang internasional yang digelar UNIKOM, International Conference on Informatics, Engineering, Science and Technology (INCITEST). Ini adalah konferensi internasional terindeks scopus yang dikejar oleh seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia khususnya. UNIKOM rutin menggelar INCITEST setiap tahun dan tahun 2020 ini menjadi tahun yang ketiga. “Setiap tahun saya wajibkan dosen UNIKOM membuat karya ilmiah dan harus disertakan di publikasi internasional ini. Bekerja sama dengan IOP, publisher yg berpusat di London,” katanya.
Tak hanya INCITEST. Bekerja sama dengan Thomson Reuters yang berpusat di Perancis, UNIKOM juga telah menyelenggarakan International Conference on Business, Economics, Social Sciences, and Humanities (ICOBEST). Baru tiga tahun digelar, Prof. Eddy mengakui peminatnya cukup banyak. Pendaftaran secara online memudahkan siapapun dan dari manapun, bahkan dari mancanegara sekalipun dapat dengan mudah mendaftar untuk turut serta dalam konferensi INCITEST dan ICOBEST ini.
Termasuk dari UNIKOM sendiri, Prof. Eddy mewajibkan para dosen dan mahasiswa S2 untuk turut serta dalam publikasi ilmiah internasional ini. Namun, untuk bisa mengikutinya ada tahapan seleksi ketat yang harus dilalui para peserta. Dimulai dengan menginput abstrak hingga revisi full paper sesuai kriteria yang telah ditetapkan oleh Publisher Internasional tersebut. Apabila lolos, maka full paper tersebut akan dikirim ke IOP di Inggris atau ke Thomson Reuters di Perancis.
Selain mewajibkan dosen mengikuti INCITEST dan ICOBEST, Prof. Eddy juga mendorong dan mewajibkan dosen untuk studi lanjut S3 dan mengurus jabatan fungsionalnya. Menurutnya, dosen minimal harus berpendidikan S3. “Saya menggerakkan SDM yang kami miliki untuk maju. Misalnya dosen, itu saya pacu untuk bisa studi lanjut S3. Jadi saya bilang ke mereka, Anda wajib sekolah, mau ke dalam negeri mau ke luar negeri, silahkan. UNIKOM biayai,” pungkasnya. Kini semakin banyak dosen UNIKOM yang bergelar doktor, sebagian sedang studi S3 dan sisanya sedang mempersiapkan diri untuk studi S3.
“Saya Ingin Semakin Banyak Entrepreneur yang Lahir!”
Ada yang berbeda dari kunjungan tim Men’s Obsession ke UNIKOM kali ini. Selain karena tampilan gedung baru UNIKOM yang berdiri megah di samping gedung lama, puluhan rangkaian bunga ucapan Selamat atas gelar baru Guru Besar (Profesor) yang baru diraih sang Founder sekaligus Rektor UNIKOM, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T. menyambut kedatangan kami.
Ya, Eddy Soeryanto Soegoto memang telah ditetapkan sebagai Guru Besar Kewirausahaan oleh Menristekdikti Prof. Mohamad Nasir terhitung sejak tanggal 1 Oktober 2019. Peresmian/ Pengukuhan sebagai Guru Besar baru sempat dilaksanakan pada 12 Desember 2019 lalu. Dengan demikian, Prof. Eddy dan UNIKOM mampu menutup tahun 2019 dengan sangat manis.
Kala kami berkesempatan mengunjungi sang rektor di ruang kerjanya yang tertata apik, ia bercerita banyak hal mengenai perkembangan kampus yang didirikan tahun 2000 ini. Meski termasuk baru, UNIKOM mampu menjadi Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia. Berikut beberapa petikan wawancaranya;
Apa saja prestasi terbaru yang diraih UNIKOM?
Pada 2019 kita menjadi juara dunia kompetisi ICT, World Skill Competition, di Kazan, Rusia. Prestasi ini membanggakan bagi UNIKOM, warga Jawa Barat dan tentu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Menjadi 100 Perguruan Tinggi Terbaik Nasional 2019 oleh Kemenristekdikti, masuk Klaster Utama PT Nasional 2019, Top 10 PTS Nasional untuk Karya Ilmiah Internasional 2019, Juara Asia Pasific ICT Award (APICTA) 2019 di Vietnam, 2 Juara-1 Nasional ICT Skill Competition 2019, Juara Nasional Kontes Roket Indonesia 2019, Juara Nasional Microsoft 2019, serta sukses menyelenggarakan INCITEST dan ICOBEST. Semua ini kita syukuri dan menjadi pemacu untuk lebih baik lagi ditahun-tahun mendatang. Faktor kreativitas dan inovasi harus selalu diterapkan guna membangun keunggulan dan menghasilkan value added melalui sinergi antara pimpinan UNIKOM, dosen-dosen, karyawan, serta mahasiswa kita.
Seberapa besar UNIKOM mendukung mahasiswa berprestasi terutama dari sarana dan prasarana?
UNIKOM akan men-support apapun yang dilakukan dosen maupun karyawan dan mahasiswa untuk menghasilkan suatu produk yang memiliki nilai tambah yang bisa membuat bangga UNIKOM, civitas akademikanya, warga Jawa Barat, dan warga Indonesia secara nasional. Contoh, mahasiswa melakukan penelitian dengan dosen. Semua sarana dan prasarana kita penuhi, kalau dia berangkat mau ke manapun dia kompetisi, kita siapkan dana dan akomodasinya.
Dan, ada satu nilai positif yang barangkali juga bisa diikuti oleh Perguruan Tinggi lainnya di Indonesia. Jadi, kalau mahasiswa kami juara, contoh, juara 1 nasional di bidang microsoft, diberi microsoft Rp100 juta, ya kami beri lagi Rp100 juta, sehingga total yang diterima dosen dan mahasiswa Rp200 juta. Di samping, dia sudah dapat beasiswa dan studi lanjut sampai S3, kalau dia dapat hadiah begitu ya kita kasih lagi. Jadi 100, persen buat mereka, mahasiswa dan dosen.
Apakah Alumni UNIKOM diharapkan menjadi entrepreneur?
Sejak tahun 2007 mata kuliah Kewirausahaan telah menjadi mata kuliah wajib bagi seluruh program studi di UNIKOM selain mata kuliah Software, Hardware, dan Animasi Multimedia. Kami ingin menjadikan lulusan UNIKOM sebagai Entrepreneur Global dengan basic ICT yang handal.
Mereka mampu menjadi Job Creator pada era digital 4.0 dengan basic ICT dan ilmu di Prodi yang mereka miliki. Global Entrepreneurship Index (GEI) Indonesia berada di peringkat 94 dari 137 negara yang di survei oleh GEDI, USA, tahun 2019. Rendahnya peringkat ini menunjukkan bahwa kita belum mampu mengolah keunggulan jumlah pasar dan SDM yang sangat besar yang kita miliki.
Indonesia masih harus meningkatkan kemampuan dibidang teknologi dan inovasi guna mengembangkan entrepreneurship. Jadi perlu kerja keras dan sinergi yang lebih baik lagi antara Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Industri untuk meningkatkan peringkat kita. Sehingga, akan lebih banyak menghasilkan entrepreneur-entrepreneur baru yang bisa menggerakkan roda ekonomi kita.
Apa yang melatarbelakangi terbentuknya King Sejong Institute?
UNIKOM adalah salah satu Perguruan Tinggi pertama kali yang membangun kerjasama dengan Youngsan University di Korea, di mana kami membangun double degree. Jadi, dua tahun kuliah di UNIKOM. Lalu, dua tahun kuliah di sana. Jadi, kami mengirimkan ratarata 30 mahasiswa ke Youngsan untuk belajar di sana.
Tentu sebelum berangkat ke Korea mereka harus belajar bahasa Korea dulu. Nah, dari situlah kami mendatangkan dosen Korea yang bisa berbahasa Inggris, kemudian dibantu dengan dosen kami yang bisa berbahasa inggris juga. Kami bina mahasiswa-mahasiswa kami. Lalu, mereka yang berhasil lolos pada level tertentu untuk bahasa Korea itulah yang kami kirim ke Korea. Youngsan University inilah yang ditunjuk oleh pemerintah Korea melalui King Sejong Institute untuk membangun kerja sama dengan UNIKOM dalam program pengembangan Bahasa Korea di Jawa Barat. Jadi, UNIKOM ini satu-satunya yang ditunjuk oleh pemerintah Korea dalam penyelenggaraan kursus Bahasa Korea di Jawa Barat.
Bapak sukses sebagai seorang entrepreneur, apa yang menjadi filosofi hidup dan kunci sukses Bapak selama ini?
Kunci sukses tentu bekerja sesuai prinsip seorang Entrepreneur: Mandiri, Visioner, Problem Solver, Action Oriented, Piawai Menggerakkan Sumber Daya, Jeli Meraih Peluang, Mendahulukan yang Urgent dan Penting, Kreatif dan Inovatif, Kerja Keras, Jujur, Leadership, dan Disiplin.
Filosofi hidup saya adalah selalu berbuat baik kepada orang lain, harus menghasilkan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kalau Saya sukses, maka keluarga juga harus berhasil, demikian juga dosen, karyawan, dan mahasiswa. Saya akan bahagia bila bisa memberikan sesuatu yang berarti bagi orang lain. Kebahagiaan dalam hidup ini adalah apabila kita bisa berkontribusi memberikan sesuatu yang bisa berguna, bernilai tambah bagi orang lain, bisa bermanfaat bagi mereka, mereka merasakan ada hal-hal positif yang didapatkan dari kita.
Add to Flipboard Magazine.
Popular

Wanita Muslim yang Menginspirasi Dunia
24 July 2014
Film-film Islam Terbaik Sepanjang Masa
01 July 2013