Search:
Email:     Password:        
 





Dr. Henry Yosodiningrat S.H., M.H. (Founder of Law Firm Henry Yosodiningrat & Partners)

By Syulianita (Editor) - 25 December 2019 | telah dibaca 6578 kali

Hidup adalah Pengabdian

Naskah: Gia Putri Foto: Sutanto

 

Selama lima tahun menjadi Anggota DPR RI periode 2014-2019, Henry Yoso, begitu ia kerap disapa, telah menjalankan perannya secara maksimal sebagai penyambung lidah rakyat dari Dapil II Lampung. Setelah purna tugas, advokat tersohor negeri ini pun bertekad mewakafkan sisa usianya untuk mengabdi kepada negeri ini, seperti menyelamatkan generasi bangsa dari kejahatan narkotika dan mencetak advokat-advokat yang berkarakter demi terwujudnya penegakan hukum yang profesional dan bermartabat.

 

Bagi Henry hidup adalah pengabdian, yang tidak harus ditempuh dengan duduk di kursi parlemen, banyak cara yang bisa dilakoni. “Saya sudah selesai dengan diri saya sendiri, tidak lagi memikirkan kekayaan dan jabatan, tapi masih banyak orang yang masih perlu saya perhatikan. Oleh karenanya, sebagai penggagas, pendiri, dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat), saya kembali fokus mengabdi keliling Indonesia. Selama beberapa bulan saja, saya sudah mendatangi Maluku, Maluku Tenggara, ke pelosok-pelosok negeri untuk menyelamatkan bangsa dari narkotika,” urai politisi PDI Perjuangan ini.

 

Granat yang kini sudah berusia 20 tahun boleh dikatakan perkembangannya sangat pesat, hampir semua kabupaten, kota, sampai ke pulau terluar sudah di bentuk badan pelaksana dengan cabang dan sebagainya. “Di sekolah-sekolah tinggi dan pemukiman juga sudah ada cabang-cabang, relawan pun terus bertumbuh,” ungkapnya.

 

Henry menuturkan, narkoba itu lebih berbahaya dari korupsi karena bisa menghilangkan satu generasi. Ini menjadi sebuah ‘PR’ besar karena jumlah penyalahguna narkoba tidak juga menurun. Tak hanya itu, masuknya barang-barang haram tersebut ke Tanah Air juga semakin meningkat. “Nah, upaya yang dilakukan oleh Granat adalah membantu pemerintah dengan segala upaya secara konsepsional dan sistemastis dalam 4 hal, yakni mencegah masuknya narkoba ke wilayah NKRI, memberantas peredaran gelap narkoba, mencegah terjadinya penyalahgunaan di semua kalangan, dan menanggulangi korban,” terang Henry.

 

Henry menegaskan, ia cenderung mengarahkan agar semua fokus pada upaya mencegah penyalahgunaan narkoba. Menurutnya, jika upaya ini berhasil dilakukan tanpa mengesampingkan upaya- upaya lainnya, maka jikapun narkoba diedarkan secara gelap atau dibagikan cuma- cuma, bahkan dipaksakan setiap orang akan menolak. “Karena dia sudah memahami, sudah mendapat pembekalan terkait upaya pencegahan,” ujarnya. Dengan cara seperti apa? Sambung Henry, dengan politik hukum, yakni penguatan legislasi. “Jangan membuat aturan yang tumpang tindih dan bertabrakan dengan aturan yang lain. Jadi, mencegah dengan cara yang konsepsional dan sistematis bukan dengan cara yang sporadis sudah tidak laku cara-cara itu sekarang,” tegasnya.

 

Selain sebagai Ketua Umum Granat, Henry juga kembali menata Law Firm Henry Yosodiningrat & Partners yang sempat tersendat-sendat. Selama menjadi anggota DPR RI, kalau boleh dibilang, ia nyaris tidak pernah diberitakan soal korupsi. Apalagi terseret kasus-kasus penyelewengan uang negara, suap atau KKN.

 

Karena baginya haram untuk menerima dan menikmati, selain gaji dan tunjangan sebagai wakil rakyat. Melalui firma hukum yang dibidaninya, Henry juga telah berhasil melahirkan advokat-advokat muda yang berkualitas. “Saya sudah praktik sebagai advokat sejak tahun 1978. Kemudian, saya buka kantor sendiri dari tahun 1984, saya tidak pernah mengajak bergabung para lawyer yang sudah jadi, kebanyakan fresh graduate karena saya ingin membentuk advokat-advokat yang berkarakter serta teguh dengan etika profesi, ternyata tidak terlalu sulit. Ada beberapa di antara mereka yang belum disumpah sebagai advokat, tetapi sudah lulus ujian. Namun, saya berani menantang kemampuan mereka dengan para advokat yang sudah buka kantor sendiri.

 

 

Syaratnya satu, mereka mau mengikuti ritme kerja saya, yakni kerja keras. Di awal-awal, mereka kaget karena bisa pulang sampai pukul 03.00 pagi, kadang hari Sabtu dan Minggu juga masih bekerja. Dan ternyata, mereka menikmatinya,” bebernya.

 

Ia juga bekerja sama dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menggelar Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) di HY Education Center, bahkan Henry menjadi salah satu pengajarnya.

 

“Mimpi saya adalah supaya advokat- advokat muda Indonesia menyadari betul bahwa profesi advokat adalah officium nobile, profesi yang mulia, sehingga mereka kelak dikemudian hari menjadi advokat yang berintegritas, bangga dengan profesinya, bukan menjadi advokat yang berorientasi untuk mencari kekayaan, tetapi menjadi advokat yang betul-betul memperjuangkan keadilan. Akan menjadi kesedihan bagi saya ketika meninggal nanti, melihat dunia advokat carut-marut, ketika banyak pencari keadilan yang tidak terlayani secara profesional,” imbuhnya.

 

Ia menegaskan soal rezeki, Tuhan tidak akan pernah salah alamat mengirimkannya. “Kalau advokat berintegritas, dia tidak perlu lagi hunting klien, melakukan promosi, tapi karena kepercayaan publik dari mulut ke mulut, klien akan datang dengan sendirinya. Kalau memang tidak kuat menyandang profesi ini biasanya di awal-awal banyak yang mundur karena tidak terlalu menjanjikan, tetapi ketika dia tekuni, menjalani dengan cara yang terhormat, maka kelak ketika dia meninggalkan dunia ini, dia pun akan meninggalkan nama yang harum,” tambah pria tegas ini.

 

Ia pun menguntai mimpi besarnya, suatu saat keadilan itu bukan lagi dituntut, tetapi diberikan karena keadilan itu merupakan hak setiap orang. “Semoga suatu hari nanti, kita semua memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi. Karenanya di setiap kesempatan, saya kerap menutup dengan kata-kata, atas perhatian dan kerja sama yang baik dalam penegakan hukum yang profesional dan berkeadilan diucapkan terima kasih. Karena, hakikat dari hukum itu adalah keadilan,” pungkasnya.

  

Disertasi Korupsi, Raih Predikat Cumlaude

"Proses legislasi pencegahan korupsi belum optimal dikarenakan belum melibatkan berbagai pihak, khususnya pemangku kepentingan, seperti partai politik dan pemangku sistem peradilan pidana di Indonesia (KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung)."

  

Di usia yang tidak lagi muda, yakni 65 tahun, Henry mampu menyelesaikan program Doktornya. Penelitian untuk disertasinya ia lakoni di sela-sela kesibukannya sebagai wakil rakyat periode 2014-2019. “Setiap Sabtu saya ke kampus dan jadwalnya sangat padat dari pukul 09.00 – 17.00 WIB. Target saya, sebelum purna tugas sebagai anggota DPR, saya harus meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Trisakti. Alhamdulillah, begitu mengakhiri masa pengabdian, besoknya saya ujian tertutup,” ungkap pria yang selalu berpenampilan necis ini.

 

Di depan para penguji dan promotornya, di antaranya Prof. DR. Eryantouw Wahid, DR. Anas Yusuf, DR. Endiyk M. Anshor, politisi PDI Perjuangan ini berhasil mempertahankan disertasinya “Politik Hukum Pencegahan Korupsi: Optimalisasi Legislasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”. Ia pun meraih predikat Cumlaude.

 

Dalam disertasinya, Henry berkesimpulan politik hukum pencegahan korupsi di Indonesia belum mengarah sebagai wadah penampung aspirasi masyarakat ke arah penguatan norma pencegahan dalam peraturan perundang-undangan. Adapun norma pencegahan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku sekarang, hanya menitikberatkan kepada sosialisasi tindak pidana korupsi dan partisipasi publik atau masyarakat melalui pemberian informasi tindak pidana korupsi.

 

"Selama ini bicara soal korupsi hanya dititik beratkkan pada penindakan saja. Saya melihat hampir setiap hari dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK, pemidanaan berat, kemudian dipermalukan, dimiskinkan, tapi nyatanya jumlah koruptor semakin bertambah. Sehingga saya berpikir, apa penyakitnya? Penyakit korupsi sudah ada sejak sebelum UU tindak pidana Korupsi disahkan, sebelum KPK didirikan,” terang Henry. Lebih lanjut ia menuturkan, harus ada yang dibenahi, yakni selama ini ia selalu membaca berbagai peraturan perundang- undangan yang menyangkut masalah korupsi, tetapi tidak pernah dituangkan pasal tentang pencegahaan.

 

“Kita ini sudah tertinggal dari negara lain, misalnya Singapura, mereka tidak mengedepankan upaya pemberantasan, tapi upaya pencegahan. Mulanya tidak berdampak begitu banyak dan juga tidak populer karena orang selalu tertarik dengan penindakan. Namun kini, tindakan pidana korupsi di Singapura sangat menurun apa penyebabnya? Tentunya dengan politik hukum, yakni penguatan legislasi di bidang pencegahan. Sehingga, keberhasilan itu bukan diukur dari seberapa penjara dipenuhi oleh para koruptor, banyak orang yang di tangkap dan diadili. Melainkan dilihat dari tidak ada satupun penjara kasus korupsi. Jadi, keberhasilan ditilik dari kosongnya penjara, bukan dari penuhnya penjara,” ia menerangkan dengan serius.

 

Pria yang menekuni profesi advokat/ penasehat hukum sejak 1978 ini juga menggarisbawahi, proses legislasi pencegahan korupsi belum optimal dikarenakan belum melibatkan berbagai pihak, khususnya pemangku kepentingan, seperti partai politik dan pemangku sistem peradilan pidana di Indonesia (KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung).

 

Lantas mengapa ia memiliki semangat tinggi untuk mengenyam pendidikan, ia beralasan tidak ada kata berhenti untuk belajar, ia juga ingin memotivasi semua anak dan cucunya.

 

“Karena orang sekaya apapun, pernah memangku jabatan apapun, di batu nisannya tidak akan pernah ditulis pernah menjabat apa atau apa saja kekayaannya. Sementara, kalau gelar akan menempel hingga akhir hayat,” urai pria yang mengidolakan Presiden Sukarno dan Advokat Adnan Buyung Nasution ini.

 

 

Mengikuti Jejak Sang Ayah

Ada hal menarik ketika menyambangi Law Firm Henry Yosodiningrat & Partners yang berada di Twin Plaza Hotel & Office Tower, Jakarta Barat, yakni ketiga buah hati Henry membantu membesarkan firma hukum yang dibidaninya. Namun, ayah empat anak ini menggarisbawahi, jalan hidup yang dipilih oleh buah hatinya tersebut tidak ada campur tangannya sama sekali. “Mereka itu jangankan untuk menjadi advokat, masuk Fakultas Hukum saja tidak saya arahkan,” ungkapnya.

 

Putri sulungnya, Tika Yosodiningrat, ketika baru selesai ujian dan menunggu pengumuman kelulusan sekolah menengah atas (SMA), pergi ke Australia untuk berlibur bersama keluarga besar sekaligus mengunjungi beberapa perguruan tinggi yang sudah diincarnya. “Dia sudah memutuskan mau kuliah di Fakulitas Ekonomi di Australia, bahkan tempat tinggal sudah oke. Tiba-tiba begitu sampai di Jakarta, anak saya bilang, Pa saya tidak jadi masuk Fakultas Ekonomi, saya mau ambil Fakultas Hukum. Lalu saya jelaskan, Fakultas Hukum S1-nya harus di Indonesia. Dia pun tidak masalah. Kemudian, dia melanjutkan S2-nya di Inggris. Saat pulang, dia membantu saya,” terang Henry.

 

Begitu pun dengan putra keduanya, Adhitya Yosodiningrat yang mengikuti jejaknya. “Kalau yang ketiga, Aga Yosodiningrat, tadinya setelah lulus dari SMA Taruna Nusantara di Magelang, dia mengikuti tes di Akademisi Polisi. Lulus, tetapi tidak terpilih. Lalu, saya tanya, apakah akan mendaftar tes Akpol lagi tahun depannya atau tidak, dia bilang, beri saya kesempatan berpikir selama tiga hari. Tiga hari kemudian, dia kembali ke Jakarta dan mengatakan, pah aku mau kuliah di Jakarta saja, sudah diterima di Fakultas Hukum di Universitas Pelita Harapan (UPH),” kenang Henry. Selepas meraih gelar sarjana hukum di UPH, putranya lalu melanjutkan S2 di Belanda. Begitu selesai, ia menyampaikan niat untuk bergabung di kantor Henry.

 

Namun, Henry bilang, ia harus merasakan bagaimana bekerja di tempat orang. "Tiga bulan kemudian, baru ia bergabung bersama saya,” tuturnya. Henry menegaskan, meskipun mereka bekerja di firma hukum miliknya harus tahan banting. “Ternyata alhamdulillah mereka bisa mengikuti ritme saya. Saya punya cerita, waktu putri saya baru praktik, dia saya suruh mendampingi klien di salah satu polsek di Banten, pulang pukul 02.00 pagi. Lalu, saya tugaskan dia ke Pengadilan Negeri Kudus dan dia melakukannya dengan senang hati,” kenang Henry.

 

Ia juga berpesan kepada anak-anaknya bahwa sukses seseorang tak bisa dilepaskan dari bagaimana dia mencintai pekerjaannya. “Kalau tidak mencintai pekerjaan, pasti tidak akan sukses, tetapi alhamdulillah mereka mampu bekerja dengan passion,” pungkasnya

 

Kita Sudah Jauh tertinggal!

Beberapa waktu lalu, Men’s Obsession diterima Henry di law firm-nya yang berada di bilangan Jakarta Barat. Kami diperkenalkan dengan ketiga buah hatinya yang ternyata memiliki passion yang sama di bidang hukum sebagai advokat. Namun, yang tak kalah menarik adalah perbincangan kami dengan pria yang masih tampak prima di usianya yang sudah menginjak kepala enam. Kurang lebih selama 45 menit perbincangan kami mengalir deras, bukan hanya cerita inspiratifnya dalam mengabdi pada bangsa dan negara ini yang seakan mengingatkan bahwa hidup itu harus lebih dari sekadarnya. Ia juga menguntai untuk menjadi bahagia itu tidak perlu dengan hal-hal yang mewah saja karena bahagia itu sederhana. Berikut petikan wawancaranya. 

 

 

Setelah Bapak mengabdi sebagai Wakil Rakyat, Bapak kembali fokus sebagai Ketua Umum Granat dan advokat, ada target ke depannya?

Saya sudah mengabdi sebagai wakil rakyat selama 5 tahun. Saya pikir pengabdian kepada rakyat harus terus saya lanjutkan, tidak harus di DPR, banyak cara yang bisa dilakukan. 20 tahun sudah, saya menggagas, mendirikan, dan menjadi Ketua Umum DPP Granat. Upaya yang dilakukan oleh Granat adalah membantu pemerintah dengan segala upaya secara konsepsional dan sistemastis dalam 4, yakni mencegah masuknya narkoba ke wilayah NKRI, memberantas peredaran gelap narkoba, mencegah terjaidnya penyalahgunaan di semua kalangan, dan menanggulangi korban, dengan berkeliling ke daerah-daerah dan pelosok-pelosok Tanah Air.

Selain itu, kini saya kembali menata law firm saya dan mencetak advokat-advokat muda yang profesional dan bermartabat, yang menyadari profesi advokat adalah officium nobile, profesi yang mulia, sehingga kelak dikemudian hari mereka menjadi advokat yang berintegritas, bangga dengan profesinya, bukan menjadi advokat yang berorientasi untuk mencari kekayaan, tetapi menjadi advokat yang betul-betul memperjuangkan keadilan.

 

Saat ini, jenis narkoba sudah semakin beragam, bahkan para pengedarnya sudah menggunakan cara-cara baru, misalnya menjual secara online. Bagaimana Bapak menyikapinya?

Kita sudah jauh tertinggal. Perkembangan hukum itu, mengikuti perkembangan masyarakat, teorinya begitu. Sekarang dalam tindakan pidana narkotika, khususnya perkembangan masyarakat sangat cepat. Sementara, perkembangan hukum kita lambat, Indonesia masih tetap menggunakan UU 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

Di dunia sudah tercipta berapa ribu turunan narkotika dengan berbagai jenis. Sedangkan di Indonesia, masih diatur dan dimasukan dalam daftar lampiran oleh Menteri Kesehatan. Ketika Menkes membuat daftar hari ini bertambah 10 jenis, minggu depan muncul jenis baru lagi.

Apa yang harus kita lakukan? Revisi undang-undangnya, itu salah satu contoh yang sangat sederhana, orang awam pun paham, misalnya pasal tentang menggunakan benda atau zat yang menimbulkan dampak yang sama sebagaimana diatur pada pasal sebelumnya diancam pidana. Selain itu, kewenangan BNN harus ditambah supaya mereka mempunyai power yang strong untuk melakukan hak-hak mereka.

 

Apa sikap Bapak ketika mendengar wacana BNN akan dibubarkan karena dinilai gagal?

Saya tidak setuju, saya bersama teman- teman di Granat akan berada pada barisan terdepan untuk mencegah hal itu terjadi. Kami siap berdiskusi untuk menjelaskan, misalnya BNN dinilai tidak mampu menutup pintu masuk, padahal tahu enggak pintu masuk ke republik ini ada sejuta pintu?

Terlebih, banyaknya pintu masuk dari luar Indonesia. Sehingga, tidak mungkin personel BNN yang jumlah sedikit bisa menjaga jutaan pintu masuk ilegal ke Indonesia. Supaya diketahui, panjang garis pantai kita, pelabuhan pintu masuk kita. Sementara berapa personil BNN, Polri, ini kan kejahatan jaringan internasional, sifatnya sistematis, dan modusnya berubah- ubah, BNN sudah mengerahkan semua kemampuannya. Nah, kalau ada orang ngomong bubarkan BNN lihat dulu anatomi kejahatannya ini seperti apa.

Saya sayangkan pernyataan itu. Seharusnya, DPR memperkuat lembaga BNN bukannya malah mengancam akan membubarkan. Intinya saya menganggap teman-teman yang ngomong gagal paham anatomi narkotika. Justru seharusnya tambah penguatan. Kita kan bisanya cuma ngoceh darurat narkoba, kita tahu di lapas isinya mayoritas narapidana narkoba, pengendalian narkoba di lapas, kenapa bukan itu yang sorot?

 

Bapak juga mendirikan Granat Fighting Club untuk mewadahi anak-anak muda menyalurkan hobi dan bakatnya?

Sekarang juga sudah ada Granat Judo Fighting Club. Saya ini bukan petarung, tapi saya menjadikan anak-anak muda menjadi petarung dan juara dalam bertarung. Salah satu anak didik saya, Fajar menyumbangkan medali emas untuk Indonesia di cabang olahraga (cabor) Sambo pada SEA Games 2019. Begitu juga di ajang One Pride
MMA Indonesia TVOne, anak-anak didik saya banyak yang muncul menjadi juara.

Saya menginginkan mereka fokus pada olahraga, kemudian menjadi duta anti narkoba, jadi mereka bisa bicara, mau sehat dan menjadi juara seperti saya, jangan pakai narkoba. Membentuk mereka menjadi fighter itu membutuhkan biaya yang banyak, mulai dari menyiapkan training program, membayar pelatih, tetapi karena beladiri sudah menjadi hobi saya sejak SMP, saat ini saya Karateka Sabuk Hitam DAN V, saya tidak mempermasalahkan meskipun harus merogoh uang cukup besar karena sebuah kebanggaan sendiri bisa mencetak fighter yang bisa mengharumkan nama bangsa.

 

Bagaimana Bapak membagi waktu agar work life balance?

Saya selalu menyempatkan diri untuk berolahraga, seperti berenang atau jalan cepat di pekarangan rumah. Hobi saya melepas penat juga sederhana, saya datang ke villa
di Lampung, membaur dengan penduduk sekitar, kadang mereka tidak mengenali saya karena saya pakai celana training dan topi.

Meskipun saya memiliki cottage di pinggir laut, saya lebih memilih menggelar tikar di bawah pohon kelapa, rebahan sembari membaca buku.

Di tempat tinggal saya di Jakarta, saya juga ciptakan suana seperti di hutan, ada ikan arapaima dari Amazon, ada pohon yang saya beli dari Madagaskar, hingga pohon yang sudah berusia 100 tahun dari Kediri. Bahagia itu sederhana, menikmati suasana alam, mendengar suara burung-burung dan jangkrik yang saling bersahut. 

 

Apa legacy Bapak, baik sebagai advokat, Ketua Umum Granat, dan seorang ayah?

Saya hanya ingin ketika orang berbicara tentang dunia advokat, identik bicara tentang Henry Yoso. Saya juga tidak memiliki pamrih apa-apa, cukuplah orang mengenal saya, “Oh Pak Henry yang gencar memberantas narkoba itu ya.”

Saya berharap kelak anak bangsa betul-betul bersih dari narkoba. Sehingga, ketika menghadapi Indonesia emas tahun 2045, kita betul-betul diisi oleh generasi emas juga, jangan sampai generasinya keropos. Saya berdoa semoga Tuhan tidak mencabut usia saya sebelum menyelesaikan PR besar ini.

Sementara, mimpi saya sebagai seorang ayah adalah ingin mengantarkan anak bungsu saya menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Alhamdulillah, ketiga kakaknya sudah S2 dan kini tengah mengambil S3. Saya berharap Tuhan memanjangkan usia saya.

 

 

“Saya Sudah Mempersiapkan Kematian.”

 

Mati itu pasti, hanya saja setiap insan manusia tidak tahu kapan akan dicabut nyawanya oleh Sang Pencipta. Menyadari hal ini, Henry pun telah menyiapkan kematian. “Mungkin tidak banyak orang yang sudah menyiapkan kematian seperti saya. Saya sudah menggali liang lahat, yakni di pendopo rumah saya. Saya lagi mencari batu kali yang ketika saya tiada tinggal dituliskan di sini dimakamkan Dr. H. Henry Yosodiningrat, S.H., M.H.,” ujar Henry lirih.

 

Ia menjelaskan, ketika ia mengembuskan nafas terakhirnya, ia tidak mau merepotkan orang, “Masih cari di mana dikuburkan, menggali kuburan, dimakamkan di mana. Bahkan, saya berpesan pada anak-anak dan istri saya, bapak minta kalau nanti meninggal di manapun, kecuali sedang menunaikan ibadah Haji di Tanah Suci, bawa jenazah pulang, tolong di semayamkan di pendopo di rumah Lampung. Setelah itu, pasang karpet merah menuju makam saya,” tuturnya.

 

Karena Henry sadar dan siap suatu ketika Tuhan memanggilnya, terlebih pekerjaannya dalam melawan sindikat narkotik secara terang-terangan, terbuka, tentu sangat rentan bahaya. “Karena mungkin saja, nyawa atau kepala saya disayembarakan. Jadi, setiap ke luar rumah, saya sudah menyiapkan hati akan kembali atau tidak,” tandasnya.

 


 

 



Add to Flipboard Magazine.
Komentar:

                       
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250