Search:
Email:     Password:        
 





Yudianta Medio N. Simbolon, Menjadikan Dunia Hukum Sebagai Passion

By Syulianita (Editor) - 20 May 2019 | telah dibaca 2502 kali

Naskah: Giattri F.P. Foto: Edwin Budiarso

 

Profesi hukum Advokat merupakan profesi yang mulia dan terhormat (officium Nobile). Hal ini menjadikan motto saya “Ignorantia Iuris Nocet” yang berasal dalam Bahasa Latin, yang artinya “Ketidaktahuan akan hukum akan mencelakakan”.

 

Kesan ramah langsung terpancar saat Men’s Obsession menemui Yudianta Medio N. Simbolon di firma hukum yang dibidaninya, yakni Simbolon & Partners Law Firm yang berada di bilangan Jend. Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Senyum acapkali tersungging dari bibir pria berpenampilan necis tersebut. Kurang-lebih selama 45 menit di kantor yang bergaya kekinian itu, ia menguntai beragam hal menarik terkait sepak terjangnya di bidang hukum yang sudah mendarah daging dalam dirinya. “Dunia hukum adalah passion saya,” ungkap Yudi membuka pembicaraan.

 

Ia mengaku, pada awalnya ketika ia masih menempuh pendidikan di sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas (SMA), ia bercita-cita menjadi seorang dokter dengan alasan ia melihat profesi dokter identik dengan pekerjaan yang mulia yang karena keilmuannya berusaha untuk menyembuhkan orang sakit.

 

Namun, seiring dengan berjalannya waktu serta kebetulan Yudi belum beruntung diterima di Fakultas Kedokteran maka ia pun melirik untuk mendaftar di Fakultas Hukum, dengan alasan hukum itu selalu menyentuh setiap sisi dan dimensi kehidupan manusia, mulai dari kelahiran, perkawinan, bahkan kematian, ada dokumentasi hukum yang menegaskan peristiwa tersebut pada setiap orang. “Selain itu, saya juga men-challenge keinginan almarhum Ayah saya maka saya menyakini bahwa profesi hukum Advokat merupakan profesi yang mulia dan terhormat (officium Nobile). Hal ini menjadikan motto saya ‘Ignorantia Iuris Nocet’ yang berasal dalam Bahasa Latin, bila diartikan ‘Ketidaktahuan akan hukum akan mencelakakan’,” ujar pria kelahiran Pekanbaru, Riau ini.

 

Selepas menyelesaikan studi jenjang sarjana di Fakultas Hukum di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jurusan Hukum Ekonomi pada tahun 1997, ia bekerja di PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sebagai Supervisor pada Sistem, Prosedur, dan Biro Kepatuhan. Lalu di tahun 2000 hingga tahun 2004, ia memutuskan untuk bergabung di Indonesian Banking Restructuring Agency (IBRA) atau Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai Senior Officer of General Legal Counsel Division. “Di sini saya bertemu dengan mentor/atasan saya yang juga senior saya di Universitas Padjadjaran, Sdr. Ary Zulfikar (Azoo). Selanjutnya, setelah dibubarkannya BPPN maka tanggal 1 Mei 2004, saya diajak oleh Sdr. Azoo untuk bergabung di firma hukum yang akan didirikannya, AZP Legal Consultant,” ungkapnya.

 

Bukan Yudi namanya jika cepat berpuas diri, ia selalu haus akan tantangan sehingga ia pun memutuskan untuk mendirikan firma hukumnya sendiri, Simbolon & Partners Law Firm. "Banyak yang bilang saya ini modal nekat keluar dari law firm yang telah memberikan zona kenyamanan bagi Saya (comfort zone). Di tahun 2005, di ruangan yang hanya berukuran sangat kecil 2x2 meter semacam virtual office, saya bekerja sendiri, mulai dari mengetik, mengkonsep surat hingga menghadiri pertemuan dan persidangan. Namun, saya punya target dalam waktu 2 tahun, saya harus punya kantor dengan minimal 5 karyawan. Alhamdulillah, dengan dukungan dari teman-teman dan kolega yang ada Simbolon & Partners Law Firm bisa berkembang pesat hingga saat ini dengan karyawan lebih dari 15 orang,” ujarnya. Bahkan, firma hukum yang dibidaninya sebagian besar atau 80% adalah klien-kliennya berasal dari asing. Bahkan untuk kasus-kasus pidana tertentu yang dialami WNA berasal dari Amerika, Jerman, Swedia, Belanda dan Jerman, tidak jarang Yudi dan Tim ditunjuk dan harus selalu berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Jerman, Kedutaan Besar Belanda, Kedutaan Besar Amerika, dan Kedutaan Besar Swedia pada saat menangani perkara pidana tersebut. 

 

Ada kisah menarik yang dialami Yudi, yakni ketika menangani perkara pidana yang cukup pelik. “Saya diminta menjadi penasihat hukum/pengacara untuk mewakili seorang WNA Swedia, serta melakukan koordinasi dengan Kedutaan Besar Swedia di Indonesia. Kasus yang ditangani oleh kantor hukum Saya adalah terkait dugaan tindak pidana di bidang penerbangan berupa perusakan kaca jendela di dalam kabin salah satu pesawat udara Indonesia, rute Bangkok-Jakarta yang kejadiannya sekitar tanggal 30 Maret 2016.

 

Dalam perkara ini meskipun kliennya terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum mengenai dugaan tindak pidana didalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan, melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib dalam penerbangan, mengambil atau merusak peralatan pesawat udara yang membahayakan keselamatan, mengganggu ketentraman mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan pesawat dan kerugian harta benda. 

 

Dalam perkara tersebut, Yudi dapat membuktikan dan menyakinkan Majelis Hakim yang Mulia bahwa terdakwa mengalami penyakit schizophrenia. Pihaknya juga menghadirkan saksi-saksi yang meringankan terdakwa dalam persidangan, yang saksi tersebut berasal dari luar negeri serta tim dokter psikologyang telah melakukan visum et repertum psikiatrum. “Dalam putusannya Majelis Hakim telah memberikan pertimbangan hukum yang tepat. Sehingga, memberikan putusan lepas (onslag van recht vervolging) dari segala tuntutan pidana karena ada alasan pemaaf sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHPidana. Perkara ini juga cukup rumit untuk proses eksekusi atas putusan tesebut dengan mengembalikan ke negara asal, yaitu Swedia di mana yang bersangkutan masih menderita penyakit schizophrenia,” papar pria berdarah Batak tersebut.

 

Menutup pembicaraan, ia mengatakan obsesinya, menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang, seperti “sepercik air yang akan membawa kesegaran”. “Obsesi inilah yang kemudian membawa saya untuk mencapai banyak hal yang lebih tinggi, seperti menjadi lawyer (nah ini sudah dijalankan). Kemudian obsesi lainnya, menjadi trainer, penulis, dosen, dan pengusaha sukses. Obsesi yang jelas (clear obsession) membuat saya untuk ‘ngotot’ mencapai impian-impian saya. Saya yakin dengan usaha, kerja keras, serta doa dari orang-orang terkasih, cita-cita saya satu demi satu akan terwujud,” pungkas peraih gelar Magister Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jurusan Hukum Bisnis ini.

 


Add to Flipboard Magazine.

Tulis Komentar:


Anda harus login sebagai member untuk bisa memberikan komentar.

                         
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250