Padnecwara, Pelestari Budaya Jawa
By content (Administrator) - 01 March 2013 | telah dibaca 3924 kali

Tidak semua. Salah seorang putri Solo, Retno Maruti, justru berkomitmen tinggi untuk memelihara serta menjadikan tarian dan budaya Jawa mampu hidup dan terus berkobar di sepanjang waktu dan zaman, melalui sanggar kesenian Jawa Padnecwara yang didirikan bersama sang suami, Sentot Sudiharto.
Padnecwara yang diambil dari bahasa Sansekerta, padmi dan iswara mengandung makna permaisuri raja. Melalui Padnecwara, Retno membuat budaya Jawa tak lagi kuno, bahkan berhasil memukau penonton modern melalui beberapa pagelaran monumental.
Tak hanya itu, Padnecwara juga berhasil melahirkan banyak seniman dan penari klasik muda. Salah satu tujuan didirikannya Padnecwara memang dalam rangka memberdayakan generasi muda untuk turut memelihara budaya dan tradisi Jawa, serta bisa menjadi bangsa yang bangga akan budayanya.

Hingga saat ini, Padnecwara terus berkomitmen untuk terus menghasilkan pertunjukkan tari Jawa yang berkualitas. Tercatat puluhan karya tari sudah dipentaskan. Di antaranya, Sekar Pembanyun, Alap-alapan Sukeso, Roro Mendut, Keong Emas, Begawan Ciptoning, Kongso Dewo, Dewabrata, Portraits of Javanese Dance, dan Bedaya-Legong Calon Arang, dengan koreografer Ayu Bulantrisna Djelantik.
Selain itu, ada pementasan karya tari berjudul Suropati, dengan koreografer Retno Maruti dan Sentot, merupakan salah satu karya yang bekerjasama dengan BIMASENA Group, Hotel Dharmawangsa, pada November 2000. Suropati menceritakan kisah perjuangan hidup seorang pemuda yang berhasil membuat Belanda kalang kabut. Surapati merupakan salah seorang pemberontak di masa penjajahan yang memiliki rasa nasionalisme tinggi.

Salah satu karya yang menjadi salah satu masterpiece Padnecwara adalah Savitri. Karya ini pertama kali ditampilkan pada tahun 1978 di Teater Arena (yang sekarang telah menjadi Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki). Melalui karya ini, Retno Maruti berhasil meraih penghargaan Penulisan Naskah Tari Terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta. Dalam karya ini, Savitri menceritakan tentang keteguhan hati seorang wanita.
Pada bulan April dan Mei 2011 lalu, Padnecwara mementaskan ulang kisah Savitri di Gedung Kesenian Jakarta. Adegan diawali dengan tarian yang dibawakan oleh beberapa penari putra. Di antaranya, Wahyu Santosa Prabawa, Agus Prasetya, Sarjiwo, Hermawan Sinung Nugroho, dan Joko Sudibyo.
Tarian pria ini merupakan hasil koreografi seorang dosen dan ahli tari Yogyakarta, Bambang Pujasworo. Setelah itu disusul munculnya satu persatu penari wanita. Mereka di antaranya, Retno Maruti, Rury Nostalgia, Wati Gularso, Yuni Trisapto, dan Nungki Kusumastuti.

Tarian tersebut diiringi tembang yang ditulis oleh seorang komposer dan dosen ISI (Institut Seni Indonesia) Surakarta, Blacius Subono sebagai penata gending. Subono berhasil menulis tembang tersebut sesuai karakter situasi tokoh dalam setiap adegannya. Pada lagu-lagu tertentu, Subono bahkan memberi nuansa Gregorian, di mana dihadirkan suara 1, 2, dan suara 3.
Yang menarik, Subono bahkan melepaskan keterikatan pathet, di mana pathet itu biasanya menjadi pakem dalam tembang Jawa. Oleh karena itu, tembang-tembang yang mengiringi pementasan Savitri, sungguh terasa nuansa puitisnya yang terdengar mendayu, sekaligus kuat dan mampu membawa penonton ke dunia antah berantah.
Add to Flipboard Magazine.
Tulis Komentar:
Popular

Wanita Muslim yang Menginspirasi Dunia
24 July 2014
Film-film Islam Terbaik Sepanjang Masa
01 July 2013