Jalur Rempah: The Untold Story

Oleh: Giatri (Editor) - 27 November 2015

Naskah: Giattri

Kapur barus salah satu bahan yang digunakan untuk proses mumifikasi di zaman mesir kuno ternyata berasal dari Barus, Indonesia.

Fakta ini dapat ditemui di Pameran ‘Jalur Rempah: The Untold Story’. Pameran yang berlangsung dari 18-30 Oktober 2015 di Museum Nasional ini diadakan oleh Kemendikbud, bekerjasama dengan Yayasan Bina Museum Nasional Indonesia untuk memeriahkan National Museum Week 2015.

Mengapa Jalur Rempah, bukan Jalur Sutera? Tajuk ini terpampang besar di salah satu pintu masuk pameran. Jalur sutera yang jauh lebih dikenal dalam ilmu sejarah ternyata hanya strategi negera penghasil sutra seperti Tiongkok dalam upaya personal branding kekuatan komoditas ekonomi negaranya.

Sejarawan JJ Rizal mengatakan Jalur Sutera (Silk Road) yang namanya begitu tersohor di kalangan pedagang sebagai penghubung negeri Barat dan Timur sebenarnya hanya bagian dari Jalur Rempah. “Mungkin karena namanya puitis sekali. Padahal komoditi yang paling utama dan banyak diperdagangkan adalah rempah-rempah. Karena itu para sejarawan lebih sering menyebutnya ‘Jalur Remah-Rempah’ (Spice Route),” jelasnya.

Rizal menyayangkan hingga kini sebutan ‘Jalur Rempah-Rempah’ itu sangat kurang mendapat apresiasi. Lebih jauh di kalangan masyarakat Indonesia yang menjadi pemain utama dalam sejarah penting yang mengubah peta sejarah dunia itu pun tidak memperlihatkan upaya serius melakukan pelurusan sejarah, agar mereka mendapat penjelasan peristiwa sejarah yang lebih akurat dan berimbang.

"Indonesia seakan menjadi penonton sejarah. Padahal, dengan kekayaan itu, seharusnya Indonesia berada pada posisi pemegang kendali arus sejarah dunia," ucapnya.

Keberadaan rempah juga tercatat di Al Quran yang menyebutkan khasiat kapur barus. Sampai proses pembalseman jenazah raja Mesir menggunakan kapur barus sebagai pengawet dan cengkeh sebagai pemanasnya.

Pameran jalur rempah ini menarik benak pengunjung untuk memutar waktu ke belakang, menelusuri babak demi babak percaturan perdagangan rempah dunia dan kemahsyuran rempah Nusantara, menyelami kembali kejayaan perdagangan peradaban kerajaan-kerajaan kuno dari zaman Hindu-Budha hingga kelamnya zaman kolonialisme.

Ruangan demi ruangan disusun dengan tema-tema tertentu sesuai dengan kronologis sejarah di Indonesia. Sebelum memasuki ruangan itu, pengunjung berkesempatan menonton video berdurasi sekitar 5 menit yang menggambarkan mengenai asal-usul salah satu pelopor rempah Nusantara, Kapur Barus di Sumatera Utara. Dari sinilah kisah tentang rempah berawal.

Di beberapa ruangan selanjutnya, pengunjung akan diajak mengenali potensi rempah di Tanah Jawa hingga Kepulauan Sunda Kecil. Pertama adalah masa pendirian candi Borobudur yang salah satu reliefnya menggambarkan perdagangan rempah di sekitar Asia Tenggara. Kemudian Banten sebagai salah satu pelabuhan tua yang menjadikan rempah sebagai komoditas utamanya.

Setelah puas menikmati alur sejarah rempah awal sejarah Tanah Jawa, pengunjung akan dibawa pada zaman keemasan kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Karena luasnya kekuasaan Sriwijaya, perdagangan rempahnya menjadi salah satu yang terpenting di dunia.

Sriwijaya sebagai kerajaan besar yang mengumpulkan rempah dari kerajaan-kerajaan kecil di bawah kekuasaannya menjadikan kerajaan ini menjadi raksasa eksportir rempah pada zamannya. Di zaman ini pula pernah terjadi harga cengkeh dan pala, nilainya melebihi harga emas.

Masa selanjutnya adalah kejayaan kerajaan Jawa baik Hindu maupun Islam menjadi salah satu kunci keberhasilan perdagangan rempah Nusantara. Kemahsyuran perdagangan rempah kerajaan-kerajaan itu menjadi salah satu magnet para pedagang India dan Arab untuk turut mencicipi segarnya rempah Nusantara. Setali dua uang, selain berdagang mereka membawa pengaruh budaya dan juga agama.