Ramayana Betawi nan Filosofis

Oleh: Giatri (Editor) - 08 December 2014
Naskah : Giattri, Foto : Sutanto

Setelah sukses menggelar Sendratari Ramayana Betawi di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM) 2013 lalu, Dinas Kebudayaan DKI kembali menampilkan pergelaran Ramayana Betawi 'Rama Jadi Raja' di tempat yang sama.Hasilnya, pertunjukan yang mengambil cerita Ramayana yang dikemas dalam seni pertunjukan wayang orang ala Betawi ini, mampu memukai penonton yang hadir malam itu.

Cerita Ramayana yang dikemas dalam seni pertunjukan Wayang Wong Betawi ini, mengandung filosofi yang luhur, bahwa perjuangan hidup dapat menghantarkan diri kita menjadi sosok pemimpin yang tangguh dan dihargai oleh rakyatnya.

“Saya berharap, penonton dapat terinpirasi oleh filosofi yang terkandung dalam cerita Rama Jadi Raja ini. Dan untuk saya pribadi merasa tertantang untuk menyuguhkan pangelaran ini” Ucap Abdurachem Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.

Kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk pelestarian Budaya Betawi ini, dalam penyajianya dikemas dengan artistik, mulai dari tata panggung, busana hingga musik penggiringnya. Dan tak ketingalan juga, gerak tari dalam Pagelaran Ramayana Betawi “Rama Jadi Raja” ini pun juga memiki sisi keindahan tersendiri yang menarik untuk disaksikan.

Secara keseluruhan Pagelaran Ramayana Betawi “Rama Jadi Raja” memakai topeng sesuai dengan karakter yang dibawakan. Musik pengiringnya adalah musik Ajeng, yang keberadaannya sudah hampir punah ditelah jaman.

“Rama Jadi Raja” berkisah tentang Prabu Dasarata yang semakin tua dan ingin turun tahta. Sang Prabu menginginkan anak tertuanya, Rama, untuk menggantikannya. Namun atas permohonan Dewi Kekayi, tahta Ayodya diberikan kepada Bharata dan Rama harus meninggalkan Kerajaan Ayodya selama 14 tahun.

Bharata menyusul kakaknya, Rama, ke hutan lantaran ia menginginkan Rama yang menjadi raja. Namun, Rama menolak, dan memilih menetap di hutan bersama isterinya, Shinta dan adiknya, Laksmana. Akhirnya, Bharata memerintah Ayodya atas nama Rama. Selama di hutan, Rama menghadapi banyak cobaan, diantaranya adalah menghadapi Rahwana yang ingin menculik Shinta dengan segala tipu muslihatnya.

Jatayu yang mengetahui penculikan Shinta, segera menolong. Namun gagal dan terbunuh oleh Rahwana, sebelum menghembuskan napas terakhir, Jatayu sempat memberitahu Rama bahwa Shinta diculik oleh Rahwana. Rama bergegas mengejar Shinta ke Alengka.