Istinana, Rumahnya Batik

Oleh: Giatri (Editor) - 01 July 2014
Naskah : Gia

Istinana merupakan rumah batik pertama di Sulawesi Tenggara (Sulsel). Uniknya mereka mengadaptasi corak budaya empat etnis besar di Sulsel. Soal desain dan kualitas? batik ini tak kalah menawan jika disandingkan dengan batik lainnya.
 
Rumah batik ini terletak di Jl. Pengayoman, Kompleks Mawar Blok A/20. Berdiri sejak Mei 2011 silam, kelahirannya dibidani oleh dokter gigi cantik yang biasa praktik di RSUD Syekh Yusuf Gowa, sosok itu bernama Andi Ayu Sartika. Ayu, sapaan akrabnya, sebelum membuka Istinana, ia mengatakan sudah menjalankan bisnis batik bersama kerabatnya.

“Awalnya hanya coba-coba, sampai akhirnya saya semakin menyukai usaha ini. Hingga suatu ketika, saya melihat maraknya pegawai kantor yang berpakaian batik pada hari Jumat. Tapi batik yang mereka kenakan semua bermotif budaya Jawa. Saat itulah terlintas ide untuk membuat usaha sendiri dengan motif khas budaya Sulsel,” kenang putri dari pasangan dr Anwaruddin Gani dan Andi Nurni Patahangi ini.

Untuk mewujudkan ide itu rupanya tak semudah mengedipkan mata. Ia pun harus mencari informasi langsung ke salah satu pusat industri batik yang ada Cirebon, Jawa Barat. Lalu memboyong beberapa pembatik dari Cirebon ke Makassar pada 2011 lalu. Juga memesan bahan baku pewarna dan peralatan pembuatan batik langsung dari kota udang tersebut.

“Karena terus terang, mencari pembatik dan bahan baku pewarna, dan lilin untuk mencanting batik masih sulit ditemukan di Sulsel. Kalau motifnya, saya sendiri yang carikan. Tinggal dimodifikasi. Sebagai tahap awal, saya merasa ini baik dilakukan sembari menyiapkan pembatik lokal nantinya,” tutur lulusan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Trisaksi ini.

Istinana memproduksi batik-batik khas budaya empat etnis besar di Sulsel, yakni Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Di antaranya ada yang bemotif keris, Rumah Tongkonan, dan pasapu. Ada juga motif rumah adat Bugis-Makassar, perahu pinisi, Balla Lompoa, Solokoa, Kupu-kupu Maros, dan gambar Pulau Sulawesi hingga motif kontemporer.

Soal teknik membantiknya sendiri, Istinana menngunakan teknik batik tulis dan cap. “Untuk pesanan batik printing jarang kami buat, karena menurut kami batik itu akan lebih bernilai bila dikerjakan dengan tangan karena membutuhkan seni, ketelatenan dan ketekunan dari pembatiknya,” wanita berjilbab ini berujar.

Ayu mengaku, batik produksinya, awalnya hanya dipesan oleh kerabat. Lambat laun, melalui pemasaran dari mulut ke mulut, pesanan pun kian banyak berdatangan. Termasuk dari instansi-instansi pemerintah maupun swasta di daerah Sulsel. Beberapa bupati dan pejabat pemerintah di daerah ini pun telah membeli batik buatannya.

“Selain dari mulut ke mulut, kini saya memasarkan batik kami melalui media sosial semacam Facebook dan BBM (BlackBerry Messenger). Alhamdulillah, membuah hasil,” beber ibu dari Kayluna Baiza Mutiara Khaddafi dan Freya Azura Zulaikha Khaddafi ini.

Dari sekian batik motif khas Sulsel yang diproduksinya, rupanya paling laris dipesan adalah motif khas Toraja. Sedangkan bahan kainnya yang paling laris adalah kain katun. Tapi tak sedikit juga yang pesan batik dari kain sutra dan sifon. “Sutranya kami menggunakan sutra yang diproduksi dari kabupaten Sengkang, penghasil utama sutra asli di Sulsel,” isteri dari Devo Khaddafi ini menerangkan.

Harganya beragam. Mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 2 juta per kain tergantung motif, warna, dan bahan yang diinginkan. Sementara untuk pakaian mulai dari harga Rp 250 ribuan. “Makin banyak warna, maka harganya makin mahal. Motif yang susah pembuatannya juga akan beda harganya dengan motif yang mudah pembuatannya. Jika dipesan dalam jumlah banyak, ada diskon khusus,” jelas wanita kelahiran Jakarta, 14 April 1982 ini.

Kini, produksi mereka pun sebulan bisa mencapai 200an kain batik. Satu kain batik berukuran standar 225 X 115 cm. Ukuran ini bisa untuk satu baju batik orang dewasa. Dari usahanya itu, omset usahanya pun terus meningkat. Rata-rata sebulan bisa mencapai Rp 20 jutaan. Itu pun karena pasaran batiknya baru sebatas wilayah Sulsel. “Kami berharap batik kami bisa juga diterima di pasar nasional dan mancanegara. Dengan begitu budaya Sulsel juga bisa lebih popular,” harap wanita modis ini.

Dalam waktu dekat Istinana akan berekspansi ke luar daerah dengan membuka cabang di Jakarta. “Mohon doa dan dukungannya,” ungkap Bungsu dari tiga bersaudara ini.