New Balance Ubah 4 Mitos Lari Lewat Semangat “Run Your Way”

Editor Oleh: Redaktur - 11 October 2025

Berlari kini tak lagi sekadar olahraga, tetapi telah menjadi gaya hidup yang inklusif dan penuh makna. Berdasarkan riset global yang dilakukan New Balance, 70 persen generasi produktif terutama Gen Z dan milenial berlari minimal sekali dalam seminggu dengan tujuan yang beragam. Sekitar 20 persen di antaranya memiliki target latihan spesifik seperti capaian jarak atau waktu, sementara 50 persen lainnya berlari demi kesehatan fisik dan mental.

Melihat fenomena tersebut, sejak 2023 New Balance meluncurkan kampanye “Run Your Way” yang bertujuan mendorong masyarakat untuk berlari tanpa tekanan dan tanpa batasan. Melalui kampanye ini, New Balance mengajak semua orang untuk berlari dengan cara dan ritme masing-masing, bukan sekadar mengejar kecepatan atau prestasi.

“Kami percaya olahraga lari akan semakin tumbuh pesat jika persepsinya dibuat lebih terbuka dan inklusif. Kuncinya adalah mengubah stereotipe dan mitos yang membuat orang ragu untuk mulai berlari,” ujar Martina Harianda Mutis, Sports Brand Marketing General Manager MAP Active. “Lari harus menjadi pengalaman yang menyenangkan dan bermanfaat bagi semua orang, bukan hanya bagi mereka yang sudah terbiasa.”

Salah satu mitos paling umum adalah anggapan bahwa tidak semua orang bisa berlari. Padahal, setiap orang yang berlari tak peduli jarak atau kecepatannya  sudah bisa disebut pelari. Bahkan kini muncul tren baru seperti stroller run, di mana orang tua berlari sambil mendorong bayi mereka. “Kalau baru mulai dan tubuh terasa pegal atau lelah, itu hal wajar. Tubuh sedang beradaptasi. Fokuslah dulu membangun kebiasaan, bukan jarak atau pace,” tutur Daniel Mananta, publik figur dan Brand Ambassador New Balance.

Mitos lain yang coba diubah New Balance adalah pandangan bahwa lari selalu tentang kecepatan. Dalam semangat Run Your Way, keberhasilan lari bisa diukur dari banyak hal mulai dari detak jantung yang lebih stabil, jarak tempuh yang bertambah, hingga waktu pemulihan yang makin cepat. “Tiga bulan sebelum Marathon Berlin, saya baru pertama kali ikut maraton di Jakarta. Saat itu finis hampir lima jam. Tapi dengan latihan konsisten, saya bisa memecahkan rekor pribadi di Berlin. Jadi yang penting bukan cepat atau jauh, tapi mulai dan nikmati prosesnya,” jelas Dr. Tirta, dokter sekaligus pelari maraton.

Isu biaya juga sering membuat orang enggan memulai. Padahal, dibandingkan olahraga lain, lari termasuk yang paling hemat karena hanya memerlukan sepatu lari yang tepat sebagai investasi utama. “Mahal atau murahnya lari itu tergantung cara kita mengaturnya. Lebih baik uang digunakan untuk hal yang mendukung konsistensi, misalnya menyewa pelatih, ketimbang membeli perlengkapan yang tidak perlu,” tambah Daniel.

Bahkan motivasi karena tren atau fear of missing out (FOMO) pun bukan hal buruk. Penelitian yang diterbitkan Journal of the American College of Cardiology (JACC) menunjukkan bahwa berlari hanya sekali seminggu dapat menurunkan risiko penyakit jantung hingga 47 persen. “Berlari seminggu sekali saja sudah membawa banyak manfaat bagi sistem jantung, metabolisme, hingga kekuatan tulang dan otot. Kalau awalnya karena FOMO, tidak masalah yang penting bisa menjadi kebiasaan positif,” terang Dr. Tirta.

Melalui kampanye Run Your Way, New Balance ingin menegaskan bahwa setiap langkah, sekecil apa pun, tetap berarti. Lari bukan tentang siapa yang tercepat, tapi tentang bagaimana setiap orang menemukan versinya sendiri untuk menjadi lebih sehat dan bahagia.  (Ali | Foto Dok. New Balance)