Project 1945 Membawa Identitas Indonesia ke Industri Parfum Modern

Membangun brand berbasis budaya bukan pekerjaan sederhana. Jeffrey, pendiri Project 1945, justru memilih jalur itu dengan keyakinan bahwa cerita dan identitas lokal bisa bersaing di industri parfum yang selama ini didominasi merek internasional.
“Berawal dari diskusi santai, saya menyadari banyak produk gaya hidup kita masih terinspirasi dari luar negeri. Padahal, Indonesia punya kekayaan budaya dan alam yang tidak kalah menarik. Dari situ muncul ide untuk mengangkatnya ke dalam produk parfum,” ujar Jeffrey.
Keputusan itu diwujudkan pada 2021, ketika stigma terhadap parfum lokal masih kuat. Banyak orang meragukan kualitasnya, namun Jeffrey bersama tim tetap meluncurkan tiga seri perdana: The Great Batavia, Sunset in Sumba, dan Bambu Runcing. Masing-masing menghadirkan narasi berbeda, dari wangi klasik Batavia tempo dulu hingga aroma berani yang terinspirasi semangat perjuangan rakyat.
Setelah itu lahir Princess of Java, parfum yang menggambarkan personifikasi Kartini, serta Waters of Maluku yang memadukan aroma cengkeh asli dengan sentuhan segar. Jeffrey menekankan bahwa setiap produk selalu mengusung cerita. “Kami ingin parfum bukan hanya soal aroma, tetapi potret identitas Indonesia. Ada keaslian, ada kebanggaan, dan tetap bisa dipakai sehari-hari,” katanya.
Proses menciptakan wangi khas bukan tanpa hambatan. Jeffrey mengaku butuh waktu panjang untuk memahami dunia perfumery secara teknis. “Tantangan kami adalah menciptakan aroma segar yang tetap tahan lama di iklim tropis. Itu perlu banyak belajar soal penggabungan molekul dan keseimbangan kimia. Semua dilakukan agar produk lokal bisa sejajar dengan standar internasional,” jelasnya.
Perjalanan Project 1945 tidak berhenti pada sisi produk. Jeffrey percaya kolaborasi adalah cara agar brand terus relevan. Tahun ini, ia menggandeng delapan seniman lokal untuk membuat edisi khusus bertema kemerdekaan. Hasilnya, bukan hanya parfum dengan kemasan baru, tetapi juga ruang bagi para seniman untuk memamerkan karya mereka.
Strategi ini sekaligus menegaskan positioning Project 1945: brand lokal yang berani menyatukan budaya, seni, dan gaya hidup modern. Jeffrey menilai, anak muda kini mencari produk yang punya makna, bukan hanya fungsi. “Kalau bisa memakai parfum sambil membawa cerita tentang negeri sendiri, itu nilai tambah yang kuat,” ujarnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, Jeffrey sadar bahwa kemajuan teknologi menawarkan cara-cara baru untuk semakin dekat dengan konsumen, dan salah satunya melalui Shopee Live. Menurutnya, live streaming membuka ruang interaksi yang efektif, terutama ketika ingin menjelaskan detail produk parfum yang tidak mudah digambarkan hanya lewat gambar atau deskripsi. Saat ini, Project 1945 bahkan mengadakan sesi Shopee Live hingga empat atau lima kali dalam seminggu sebagai cara menjaga kedekatan dengan pasar.
Dengan pijakan tersebut, Project 1945 tumbuh perlahan tapi konsisten. Jeffrey meyakini, potensi pasar masih terbuka lebar. “Kami percaya parfum lokal punya peluang besar, asal terus menjaga kualitas dan tetap berinovasi,” tambahnya. Bagi yang ingin mencoba, koleksi Project 1945 dapat ditemukan secara resmi melalui Shopee. (Angie | Istimewa)