AI dan Machine Learning Jadi Senjata Baru Mengelola Kompleksitas Transaksi B2B

Editor Oleh: Redaktur - 18 August 2025

 

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning (ML) kini semakin terasa dalam sektor keuangan global. Teknologi ini tidak lagi dipandang sebagai tren jangka pendek, melainkan sebagai kebutuhan strategis untuk mengelola data dalam volume besar. Di ranah keuangan, AI sudah dimanfaatkan mulai dari robo-advisory, deteksi penipuan, manajemen risiko, penilaian kredit, hingga perdagangan algoritmik.

Dari 2025 ke depan, AI dan ML diperkirakan akan menjadi pilar penting dalam mengelola transaksi bisnis-ke-bisnis (B2B) yang kian kompleks. Volume transaksi yang terus meningkat akibat digitalisasi menuntut teknologi dengan daya olah lebih besar. AI hadir untuk mengambil peran tersebut, terutama dalam mengotomatisasi proses inti yang selama ini masih menyita waktu dan rentan kesalahan.

Salah satu contoh paling nyata adalah percepatan proses pencocokan dokumen. Selama ini, perusahaan kerap menghadapi kendala saat harus menyamakan data dari faktur, purchase order, hingga kontrak kerja sama yang berasal dari berbagai sumber. AI, yang dipadukan dengan teknologi OCR (Optical Character Recognition), mampu mendeteksi pola sekaligus menemukan inkonsistensi. Sistem ini bukan hanya mempercepat rekonsiliasi, tetapi juga mengurangi risiko pembayaran ganda dan mencegah potensi kecurangan.

Manfaat lainnya hadir dari kemampuan AI dan ML dalam memberikan wawasan analitis yang lebih dalam. Dengan menganalisis dataset yang kompleks, perusahaan dapat memperoleh gambaran prediktif mengenai tren pasar sekaligus preskriptif untuk menentukan langkah strategis berikutnya. Analisis ini mendorong efisiensi operasional hingga 40 persen, karena keputusan yang diambil berbasis data nyata, bukan sekadar intuisi.

Namun di sisi lain, tantangan juga muncul dalam transaksi lintas negara. Dilansir dari Paper.id, pembayaran cross-border diproyeksikan mencapai 356 miliar dolar AS pada 2032. Pertumbuhannya tinggi, tetapi hambatan tetap besar. Mulai dari fluktuasi kurs, biaya tambahan dari bank dan penyedia layanan, hingga perbedaan regulasi antarnegara membuat transaksi lintas batas semakin kompleks. Rata-rata, dua pertiga pelaku usaha membayar biaya cross-border sebesar 10–50 dolar AS, ditambah 0,25–3 persen biaya konversi valuta asing. Ironisnya, 70 persen bisnis masih mengalami keterlambatan pembayaran hingga 10 hari meski biaya yang dikeluarkan cukup besar.

Untuk menjawab tantangan ini, sistem pembayaran real-time (RTP) mulai dilirik sebagai solusi. Dengan RTP, pembayaran lintas negara dapat dilakukan lebih cepat dan efisien. Seiring semakin banyak negara mengadopsi infrastruktur ini, peluang memperlancar transaksi B2B internasional akan terbuka semakin lebar.

Kombinasi antara AI, ML, dan sistem pembayaran real-time akan memberi keuntungan strategis bagi perusahaan yang ingin lebih lincah, efisien, dan tangguh menghadapi persaingan global. (Angie | Foto Istimewa)