Esports di Indonesia, Bisnis Serius atau Cuma Hype?

Editor Oleh: Angie - 27 July 2025

 

Industri esports Indonesia mencatat pertumbuhan mengejutkan dalam 12 bulan terakhir. Valuasi yang semula dipandang sebelah mata kini mencapai angka yang membuat para investor serius melirik sektor ini.

Perubahan paradigma ini tidak terjadi dalam semalam. Namun, indikator kuat mulai terlihat ketika turnamen Mobile Legends: Bang Bang Professional League Indonesia (MPL ID) Season 12 berhasil mencatat lebih dari 2,1 juta penonton puncak dalam satu pertandingan dan total 116 juta jam tonton sepanjang musim. Capaian ini menempatkan MPL ID di antara liga esports dengan durasi tonton tertinggi secara global, bersanding dengan ajang-ajang besar seperti League of Legends Worlds dan The International, meskipun berasal dari segmen mobile dan regional.

 

Momentum Pertumbuhan yang Terukur

Industri esports Indonesia memang belum sebesar pasar global, namun tren pertumbuhannya menunjukkan arah yang positif. Berdasarkan laporan dari Stellar Market Research, pasar esports Indonesia bernilai sekitar US$11 juta pada 2023, dengan proyeksi tumbuh secara stabil hingga US$16 juta pada 2030. Meskipun nilainya masih kecil dibandingkan negara-negara maju, peningkatannya cukup menjanjikan dalam skala lokal.

Faktor utama pendorong pertumbuhan ini adalah tingginya penetrasi smartphone dan akses internet yang makin luas. Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat bahwa jumlah gamer di Indonesia telah menembus 35 juta pengguna pada 2023, naik signifikan dari tahun sebelumnya. Penyebaran koneksi internet dan adopsi perangkat seluler memainkan peran besar dalam mendorong partisipasi masyarakat ke dalam ekosistem game dan esports.

Perhatian dari sektor korporasi juga mulai terlihat. Beberapa perusahaan besar mulai menyisipkan elemen esports dalam strategi pemasaran mereka, meski belum dalam bentuk komitmen investasi jumbo. Dukungan ini membuka peluang bagi ekosistem esports untuk berkembang lebih mapan, sekaligus memperluas basis audiens dan pendanaan.

Kisah Bigetron Esports menjadi benchmark industri. Tim yang didirikan tahun 2017 dengan modal Rp200 juta kini memiliki valuasi US$5 juta. Strategi itu pun terbukti efektif. Revenue Bigetron tidak hanya dari prize money turnamen, tapi diversifikasi ke merchandise, content creation, dan talent management.

 

 

Banyak Tantangan

Namun jangan terlalu euforia. Industri esports Indonesia masih rapuh. Infrastruktur internet yang tidak merata, regulasi yang belum jelas, dan ketergantungan berlebihan pada game buatan luar negeri menjadi batu sandungan serius. Sebab, kontrol terhadap arah pengembangan konten dan industri masih berada di tangan pihak eksternal.

Belum lagi soal sustainability. Kebanyakan tim esports masih bergantung pada investor tunggal tanpa model bisnis jangka panjang yang solid. Jika hype menurun atau sponsor hengkang, potensi keruntuhan sangat besar. Tanpa model bisnis jangka panjang yang jelas, industri ini bisa menjadi gelembung sesaat dan banyak yang akan tumbang.

Jika serius masuk industri ini, fokus pada fundamentals. Jangan ikut-ikutan bikin tim esports kalau tidak paham ekosistemnya. Mulai dari supporting business, seperti perangkat gaming, platform edukasi, atau layanan streaming.

Meskipun, yang paling menjanjikan adalah education technology untuk gaming. Banyak orang tua rela bayar mahal untuk coaching yang membuat anak mereka "pro". Market ini masih blue ocean dengan potensi revenue recurring yang menarik.

Esports Indonesia bukan hype semata. Industri ini riil dengan potensi pertumbuhan eksponensial. Tetapi seperti semua bisnis, butuh pemahaman mendalam dan eksekusi yang tepat. Pertanyaannya bukan apakah esports akan besar di Indonesia, tapi apakah pebisnis siap memanfaatkan momentum ini sebelum terlambat. Kesempatan terbuka lebar, tinggal bagaimana Anda mengambilnya.