Kodak Tak Pernah Benar-Benar Mati, 7 Langkah Tak Terduga yang Menghidupkannya Kembali

Oleh: Angie (Editor) - 30 April 2025

Masih banyak yang mengingat Kodak sebagai bagian dari kenangan. Kamera genggam, gulungan film, cetakan foto keluarga yang disusun rapi di album adalah beberapa di antaranya. Tapi tak banyak yang tahu, perusahaan yang dulu menguasai dunia fotografi ini pernah berada di ambang bubar jalan. Bangkrut, tertinggal zaman, bahkan dijadikan contoh klasik kegagalan dalam membaca perubahan.

Tapi cerita Kodak tak selesai di sana. Dari reruntuhan kejayaannya, perusahaan ini justru mulai menata ulang arah. Tak semata bernostalgia atau sekadar bertahan hidup, tapi dengan mencoba jalur-jalur baru yang dulu tak pernah dilirik. Beberapa keputusan terdengar berisiko, bahkan aneh, tapi justru itu yang pelan-pelan menarik mereka keluar dari krisis, walau tak sesukses dulu.

Inilah tujuh langkah tak biasa yang diam-diam membawa Kodak kembali berdiri.

 

1. Terlalu Nyaman di Puncak Bisa Jadi Awal Kejatuhan

Pada masa jayanya, Kodak menguasai hampir 90 persen pasar film fotografi dunia. Namun justru karena terlalu dominan, mereka abai terhadap perubahan yang pelan-pelan menggerus bisnis utama. Saat kamera digital mulai menarik perhatian publik, Kodak tetap bertaruh pada film. Ironisnya, kamera digital pertama justru ditemukan oleh insinyur mereka sendiri, Steven Sasson, pada 1975. Tetapi alih-alih melihatnya sebagai masa depan, para petinggi perusahaan lebih memilih membungkam inovasi itu demi mempertahankan zona nyaman.

 

 

2. Temuan Revolusioner yang Justru Dihindari

Steven Sasson tak cuma punya ide dan gagasan, ia juga membuat prototipe kamera digital pertama di dunia. Tapi reaksi perusahaan sangat konservatif. Kamera digital dianggap “terlalu mengancam” lini produk utama mereka, yakni film. Atasan Sasson bahkan berpesan agar temuannya tidak disebarluaskan. Kodak saat itu memang sedang di atas angin, memproduksi kamera, flash, hingga film dalam skala besar. Tapi kekuatan itu justru membuat mereka takut berubah. Akhirnya, inovasi yang seharusnya menempatkan mereka di garis depan justru membuat mereka tersandung sendiri.

 

3. Titik Nol: Kebangkrutan yang Mengubah Arah

Tahun 2012 menjadi babak baru yang tak mudah. Kodak resmi bangkrut, menanggung utang lebih dari 6,7 miliar dolar. Tapi di titik terendah inilah perubahan besar dimulai. Memangkas bisnis yang tidak efisien, dan mulai fokus ke sektor percetakan digital serta material industri. Kodak tak lantas hilang dari peta persaingan. Mereka memilih menjual 1.100 paten kepada Apple dan Google dengan nilai mencapai 525 juta dolar AS. Langkah ini menjadi awal dari arah baru berfokus pada bisnis percetakan B2B dan pengembangan bahan kimia canggih.

Kisah Kodak menunjukkan bahwa masa sulit bisa jadi kesempatan untuk memulai ulang. Selama masih ada aset tersembunyi seperti kekuatan merek, hak kekayaan intelektual, dan tim yang solid, selalu ada ruang untuk berbelok arah dan tumbuh lagi. Memang perubahan instan, tapi langkah ini jadi pijakan penting untuk keluar dari bayang-bayang masa lalu.

 

Berikutnya: Nostalgia Tak Bisa Jadi Satu-Satunya Penyelamat

Para penggemar fotografi klasik, terutama dari kalangan Gen Z, mulai melirik kembali estetika film.