Irwan Dewanto (Vice President HR TACO Group), Prestasi dengan Tiga Kata Kunci
“TACO, Rumah Kedua Bagi Karyawan”
Ngobrol panjang lebar dengan Irwan Dewanto tentang human resources (HR) dalam sebuah bisnis, begitu mengasyikkan sekaligus menambah ilmu. Maklum, Vice President Corporate HRGA TACO Group ini telah banyak makan asam garam dunia HR. Usai diajak berkeliling di Indonesia Design District (IDD), PIK 2, Tangerang, yang merupakan experience center TACO Group, ia bercerita banyak kepada Giattri Fachbrilian tentang seluk beluk tugasnya sebagai seorang direktur yang membidangi persoalan HR di TACO Group. Tak hanya itu, pria yang pernah menempuh pendidikan S2 di UI dan saat ini tengah menyelesaikan disertasi S3 di SBM ITB ini juga mau menjawab pertanyaan lain di luar masalah HR. Berikut petikan wawancaranya:
Sebelum kita berbincang lebih jauh, bisa diceritakan sedikit tentang perjalanan Bapak di dunia Human Capital dan SDM? Apa yang membuat Bapak akhirnya jatuh cinta dengan bidang ini, dan adakah momen-momen menarik yang membentuk karier Bapak di sana?
Karier saya dimulai pada 2003 setelah lulus dari Psikologi UGM, sebagai management trainee di Astra Autoparts, lalu hampir 10 tahun di Unilever Indonesia, sebelum akhirnya bergabung dengan TACO Group pada 2017. Sejak awal, saya jatuh cinta dengan dunia HR. Bagi saya, ini lebih dari pekerjaan; ini adalah kesempatan untuk memberi manfaat, membantu karyawan berkembang, dan memberikan dampak positif dalam hidup mereka.
Di TACO, saya terinspirasi oleh visi pendirinya yang mengedepankan tiga nilai utama: bekerja sebagai saluran berkah, profesionalisme, dan kekeluargaan. Kami berhasil menciptakan keseimbangan luar biasa antara keduanya, budaya kerja yang profesional namun tetap hangat dan kekeluargaan. Filosofi ini tercermin dalam HR Goals kami, menjadikan TACO sebagai “rumah kedua” bagi karyawan, meskipun tentu saja, mencapainya tidak mudah. Namun, itulah yang membuat TACO begitu istimewa.
Apakah hal ini juga berperan penting dalam mendorong kesuksesan kinerja TACO Group, Pak?
Alhamdulillah, dalam lima tahun terakhir, bisnis TACO tumbuh tiga kali lipat di sisi top line, sementara bottom line kami tetap mempertahankan profitabilitas yang sangat sehat. Artinya, meski pendapatan meningkat, kami tetap menjaga efisiensi dan keberlanjutan pertumbuhan. Kami fokus pada growth yang tidak hanya menguntungkan shareholder, tetapi juga memberi manfaat bagi toko, konsumen, dan karyawan TACO. Ini semua berkat dukungan dari tim manajemen yang profesional.
Kami memiliki delapan orang di level direksi, yang semuanya adalah ahli di bidangnya—sebuah tim super yang saling mendukung, bukan individu yang berjuang sendiri. Di TACO, kami percaya pada kekuatan super team, bukan superman.
Sekarang ini banyak perusahaan yang menerapkan kerja jarak jauh. Menurut Bapak, apa dampaknya terhadap pengelolaan SDM di TACO? Terutama dalam hal pengembangan dan produktivitas karyawan, bagaimana Bapak melihat perubahan ini?
Pandemi memaksa kita untuk beradaptasi dengan remote working, yang ternyata menjadi berkah tersembunyi bagi HR di TACO. Sebab, 95 persen karyawan kami adalah Gen Z dan milenial yang sangat antusias mengadopsi cara kerja baru ini. Setiap karyawan diberikan laptop, memungkinkan mereka bekerja dari mana saja. Tugas HR adalah menetapkan aturan agar tetap profesional, seperti keharusan untuk tetap on cam saat meeting online, berpakaian rapi, dan menjaga etika kerja meski jarak memisahkan.
Setelah pandemi, kami mempertahankan model hybrid dengan 4 hari bekerja dari kantor dan 1 hari bekerja dari mana saja. Kami juga menerapkan core hours, yaitu jam-jam inti ketika semua karyawan wajib ada di kantor untuk memastikan kelancaran komunikasi antar tim, sementara fleksibilitas jam kerja tetap terjaga.
Meskipun fleksibel, produktivitas tetap kami jaga dengan pendekatan result-oriented. Kami mengajarkan line manager untuk menetapkan hasil yang terukur, memastikan bahwa meski bekerja dari rumah atau kantor, setiap pekerjaan tetap terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan cara ini, bisnis kami berkembang tiga kali lipat, meskipun jumlah karyawannya hanya dua kali lipat. Artinya, produktivitas kami meningkat 50 persen. Ini membuktikan bahwa fleksibilitas dan profesionalisme bisa berjalan beriringan untuk mendukung kesuksesan bisnis.
Bagaimana penerapan teknologi seperti Internet of Things (IoT) dan AI di TACO, Pak? Sejauh mana kedua teknologi tersebut mendukung dan meningkatkan kinerja perusahaan?
Di TACO, kami telah mengadopsi teknologi IoT untuk memantau kondisi mesin secara real-time. Sebelumnya, maintenance dilakukan secara manual, tetapi sekarang engineer dapat menerima notifikasi jika ada potensi kerusakan sebelum terjadi cacat produksi. Teknologi ini juga diterapkan pada boiler dan mesin lainnya di pabrik kami.
Setelah mengikuti tech fest di Asia Tenggara, saya menyadari potensi AI untuk meningkatkan efisiensi dan pelayanan 24/7 dalam melakukan rekrutmen. Namun, setelah mengevaluasi biaya dan SLA, kami memutuskan untuk tetap menggunakan tim rekrutmen internal karena mendeliver SLA lebih cepat dari market untuk semua level dengan biaya yang lebih kompetitif. AI bermanfaat, tetapi tetap harus digunakan dengan bijak, karena keputusan akhir tetap ada di tangan kita.
Apa saja program khusus yang diterapkan di Divisi Human Capital dan SDM TACO untuk mendukung perkembangan karyawan dan meningkatkan produktivitas mereka?
Salah satu inovasi terbaru di TACO adalah TACO Innovation Award, yang mendorong karyawan untuk bekerja dalam tim lintas divisi. Misalnya, menggabungkan produksi, engineering, quality, dan R&D. Setiap tim diminta untuk mengajukan proposal inovasi yang dapat menurunkan biaya, mengurangi limbah, atau meningkatkan keberlanjutan. Proposalproposal ini kemudian dinilai oleh tim juri yang terdiri dari para VP dan direksi, dengan penilaian ketat berdasarkan dampaknya terhadap biaya, lingkungan, dan kelayakannya.
TACO Innovation Award tahun ini, yang merupakan edisi ketiga, berhasil menghasilkan inovasi yang menghemat miliaran rupiah. Meskipun tujuan utama bukanlah penghargaan finansial, program ini bertujuan untuk membangun rasa memiliki (sense of belonging) di antara karyawan. Dalam nilai TACO—Trust, Accountability, Commitment, dan Ownership—ownership menjadi kunci, memberi karyawan kesempatan untuk ikut memiliki perusahaan dan terus berinovasi. Dengan cara ini, TACO terus mengembangkan produk-produk baru yang lebih efisien dan berkelanjutan, selaras dengan visi perusahaan untuk memberikan keberkahan bagi semua pihak.
Tadi Bapak menyebutkan bahwa 95 persen karyawan di TACO berasal dari generasi Milenial dan Gen Z. Banyak berita yang beredar tentang tantangan bekerja dengan Gen Z. Bagaimana TACO memastikan mereka tetap termotivasi, merasa nyaman, dan bisa memberikan kontribusi maksimal untuk perusahaan?
Gen Z adalah generasi yang purposedriven, jadi langkah pertama adalah menjelaskan visi perusahaan dengan jelas. Dengan pemahaman yang kuat tentang why, mereka tidak butuh micromanaging. Mereka akan termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut. Kedua, fokuslah pada hasil, bukan metode kerja. Gen Z sering kali lebih kreatif dan efisien, seperti seorang trainee yang menggunakan Canva untuk membuat laporan dengan lebih cepat dibandingkan metode tradisional.
Ketiga, perusahaan harus supportive. Kita tidak bisa lagi menganggap mereka manja, mereka adalah masa depan perusahaan. Untuk itu, ciptakan lingkungan kerja yang fleksibel dan sesuai kebutuhan mereka, seperti WiFi cepat, laptop, dan jam kerja yang fleksibel. Di TACO, hal ini terbukti dengan tingkat attrition rate yang sangat rendah, hanya 2-3 persen, jauh lebih baik daripada rata-rata industri.
Pak, bagaimana Bapak melihat pentingnya keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi di zaman sekarang, dan apa yang Bapak lakukan untuk memastikan karyawan di TACO bisa merasa sejahtera, baik di tempat kerja maupun di kehidupan pribadi mereka?
Bagi saya, “work-life balance” sudah tidak relevan, yang lebih penting kini adalah “work-life integration”. Pekerjaan dan kehidupan pribadi tak bisa dipisahkan dengan kaku, yang penting, kedua aspek ini saling mendukung dan tujuan kita tercapai dengan baik.
Di TACO, kesejahteraan karyawan kami prioritaskan dengan dua hal utama. Pertama, kami memastikan gaji selaras dengan pasar, bahkan lebih tinggi untuk posisi kompetitif seperti management trainee, agar tetap menarik meski ada alternatif karier lain. Kedua, kami memberikan remunerasi adil melalui sistem Performance Management System (PMS) berbasis teknologi, di mana karyawan mendapat feedback real-time dari atasan dan rekan kerja lewat aplikasi Taconnect.
Selain itu, kami peduli dengan kesejahteraan finansial karyawan, dengan memberikan bimbingan manajemen keuangan dan workshop persiapan pensiun, termasuk untuk pasangan. Kami juga menyediakan mudik gratis sebagai bentuk kepedulian dan strategi bisnis untuk menjaga kelancaran produksi. Semua ini bertujuan agar karyawan merasa dihargai, yang pada gilirannya meningkatkan loyalitas dan produktivitas mereka.
Pendekatan khusus apa yang Bapak terapkan di TACO untuk mendorong karyawan agar bisa berkontribusi lebih dan berkembang secara maksimal?
Menurut saya, seorang HR yang baik harus memiliki dua H: heart dan head. Heart itu penting karena HR berurusan dengan orang. Kalau kita tulus dan empatik, karyawan pun akan merasakannya. Empati ini sangat penting karena HR harus menjadi jembatan antara karyawan dan shareholder, mewakili kepentingan kedua pihak dengan seimbang. Selain itu, purpose juga kunci. Ketika HR memiliki tujuan yang jelas dan baik, karyawan akan terinspirasi dan ikut mendukung visi tersebut.
Sedangkan head lebih ke kompetensi teknis. HR harus menguasai berbagai aspek seperti rekrutmen, pelatihan, sistem remunerasi, dan pengelolaan hubungan dengan serikat pekerja. Tapi yang tak kalah penting adalah pemahaman bisnis. HR harus memahami proses bisnis perusahaan agar bisa berkomunikasi dengan bagian lain menggunakan bahasa yang sama, seperti contoh di balik program mudik gratis yang ternyata juga berhubungan dengan efisiensi produksi.
Jadi, kalau HR punya dua elemen ini, heart dan head, hubungan dengan karyawan akan lebih harmonis. HR bukan musuh karyawan, melainkan mitra yang memahami dan mendukung mereka.
Sebagai penutup, apa pesan dari Bapak untuk mereka yang sudah berkecimpung atau tertarik untuk terjun ke dunia Human Capital, SDM, dan HR?
Pesan saya untuk sesama HR practitioner, semangat terus! Sebagai HR, kita punya kesempatan luar biasa untuk bekerja sekaligus beribadah. Waktu adalah satu-satunya hal yang tak bisa kita putar kembali, tapi dengan pekerjaan ini, selain mendapatkan gaji, kita juga bisa memberikan manfaat bagi orang lain, seperti mengembangkan potensi karyawan dan memberi motivasi. Setiap langkah kita dalam membantu orang lain berkembang, itu juga amal jariyah. Bagi saya, dunia HR adalah panggilan yang indah, mencari nafkah sekaligus mempersiapkan kehidupan setelah kematian. Tidak ada alasan untuk tidak semangat.