DR. KRH. Henry Yosodiningrat (Founder Law Firm Henry Yosodiningrat & Partners) Tekankan Prinsip Integritas, Profesionalisme, dan Berkeadilan

Oleh: Syulianita (Editor) - 29 December 2022

Naskah: Angie Diyya Foto: Sutanto

Berpuluh tahun bersumbangsih pada bangsa dan negara, pria kelahiran Krui, Pesisir Barat, Provinsi Lampung, 1 April 1954 ini memiliki cita-cita yang tak pernah surut untuk mengabdi kepada negeri ini.

Meski sudah mencapai titik karier tertinggi, pengacara kondang ini dikenal berpembawaan ramah. Sebelumnya, Henry mengaku dirinya memang pernah berjanji tidak akan menangani perkara korupsi. Akan tetapi ketika ia menjabat sebagai wakil rakyat/Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dari Daerah Pemilihan Lampung II periode 2014-2019 dulu, ia pernah duduk sebagai Anggota Pansus Angket KPK, saat itulah ia melihat dengan kasat mata adanya penyimpangan bahkan kezoliman yang dilakukan oleh Oknum Penyidik KPK dalam melakukan Penyidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi. Sehingga ia melihat adanya separuh kebenaran dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi, dan ia menganggap bahwa separuh kebenaran itu lebih buruk dari seluruh kebohongan. Menurut Henry ini sangat berpotensi untuk dihukumnya seseorang yang sesungguhnya tidak bersalah, sedangkan dihukumnya orang yang tidak bersalah tersebut merupakan urusan dari semua orang yang berfikir. Hal itulah antara lain yang membuat ia terpanggil untuk kembali ke Profesi Advokat yang telah ditekuninya sejak 45 tahun lalu. 

“Sepanjang tahun 2022 ini saya menangani beberapa kasus, antara lain perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Ambon (dengan Terdakwa Ferry Tanaya), yang dituntut oleh Jaksa dengan tuntutan Pidana Penjara selama 10 tahun 6 bulan, yang oleh Pengadilan Negeri Ambon Terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana yang didakwakan kepadanya, sehingga Terdakwa diputus bebas murni. Selanjutnya Putusan itu dikuatkan oleh Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi, dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” ungkap penerima Best Lawyers Obsession Awards 2021 ini. 

Perkara lainnya, ia juga telah dipercaya oleh Polda Metro Jaya untuk membela 2 orang Terdakwa anggota Resmob yang didakwa melakukan penembakan terhadap anggota Laskar FPI (yang dikenal dengan kasus KM50). Dalam perkara tersebut para Terdakwa telah dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dengan tuntutan 6 tahun penjara. Dimuka persidangan mereka terbukti melakukan perbuatan pidana yang mengakibatkan matinya 6 orang Anggota Laskar FPI, namun Henry dapat meyakinkan Majelis Hakim, dan ia sanggup untuk mempertanggungjawabkan keyakinannya itu baik dihadapan hukum maupun dihadapan Allah SWT, bahwa 2 orang anggota Polisi ini tidak boleh dihukum karena perbuatan mereka tersebut terpaksa dilakukan demi pembelaan disebabkan adanya serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun membebaskan kedua orang tersebut dari tuntutan hukuman yang juga merupakan bebas murni. Bahkan putusan tersebut telah dikuatkan Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Kini pun Henry sedang dipercaya menjadi Penasehat Hukum yang membela 3 orang Terdakwa dalam perkara Obstruction Of Justice (OOJ) terkait kasus Ferdy Sambo, yaitu Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria dan AKP Irfan Widyanto. Ke 3 orang ini (semula) terkesan “sedemikian buruknya perbuatan mereka yang digambarkan sebagai dengan orang yang disengaja merintangi Penyidikan dengan cara menghilangkan berbagai bukti yang berkaitan dengan perkara Ferdy Sambo yang didakwa telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Alm. Josua Hutabarat”. Dengan cara sangat teliti dan penuh kehati-hatian serta didasari logika dan keyakinan, Henry telah menempuh berbagai upaya demi meyakinkan Majelis Hakim bahwa sesungguhnya mereka ini tidak bersalah. “Untuk itu kita tunggu hasil akhir dari persidangan perkara ini. Disamping itu masih banyak perkara lainnya baik perdata maupun pidana yang hingga kini masih saya tangani,” tuturnya saat ditemui Men’s Obsession di kantornya di Prosperity Tower (SCBD) Jl Sudirman Jakarta.

Nama Henry Yosodiningrat juga berseliweran di media beberapa waktu silam saat dirinya menjadi kuasa hukum Irjen Pol Teddy Minahasa, lalu memutuskan mundur. “Alasan saya menerima Irjen Pol Teddy Minahasa karena sudah mengenalnya sejak masih berpangkat AKP. Saat itu istrinya datang ke rumah, setelah saya mendengar langsung cerita Teddy, saya merasa tertantang untuk membuktikan kebenaran yang disampaikan. Akan tetapi, di perjalanan dengan berbagai pertimbangan dan banyak alasan kami pun sepakat untuk berpisah. Saya memberi kesempatan dia menunjuk pengacara lain, atas dasar banyak alasan,” ungkap Ketum DPP GRANAT yang terpilih kembali di periode 2022-2027 ini.

Dalam implementasi penegakan hukum, Henry juga melihat satu hal yang paling utama, yakni penegakan hukum harus dilakukan secara profesional dan berkeadilan. Karena hakekat dari hukum itu adalah keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal itu terlihat dengan jelas dalam setiap Putusan Pengadilan, tertulis “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ia berpendapat bahwa ‘sebaik-baiknya peraturan perundang-undangan bila dilaksanakan tidak dengan itikad baik, akan jauh lebih baik dengan berbagai kekurangannya sebuah peraturan perundang-undangan tapi dilaksanakan dengan orang yang baik disertai itikad yang baik pula’. “Saya juga melihat bahwa saat ini masih ada oknum yang memperjualbelikan hukum di semua tingkatan, oleh karena itu diperlukan revolusi mental karena orang harus mempunyai rasa malu dan rasa tanggung jawab terhadap hukum dan terhadap Allah,” tegas Henry.

Menurutnya, saat ini banyak pihak yang menjadikan uang sebagai ‘Tuhannya’ dan mudah kalap jika dihadapkan pada setumpuk uang. Inilah yang harus dibenahi. Oleh karena itu dalam disertasi pendidikan S3-nya beberapa waktu lalu Henry membahas tentang politik hukum untuk mencegah tindak pidana korupsi dengan penguatan dibidang legislasi yang harus menutup peluang guna mencegah hal itu terjadi. Ia melihat di era Jokowi kini peluang tersebut sudah mulai ditutup, seperti lewat satu pintu dan lainnya.

Semangatnya menular jelas kepada ketiga putra-putrinya, yakni Hj. S. Kartika Putri Yosodiningrat, SH, LLM., Dr. H. Radhitya Yosodiningrat, SH, MH., dan Dr. S. Ragahdo Yosodiningrat, SH, LLM. Ketiganya mengikuti jejak Henry untuk berkiprah sebagai advokat. Kepada anak-anaknya, ia selalu mendidik dan menanamkan nilai-nilai kejujuran, integritas moral, dan profesionalisme. Demikian pula ketika memberikan pengajaran dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat.

Sebagai advokat yang praktik sejak tahun 1978, Henry menularkan semangat tersebut kepada para advokat muda. “Saya ingin ke depan para advokat ini menjadi sosok yang memiliki kredibilitas dan integritas. Karena banyak advokat lain yang hanya fokus mengajarkan bagaimana mencari uang. Allah SWT tidak akan pernah salah alamat dalam mengirimkan rezeki untuk hambanya. Jadi orientasinya jangan bagaimana mencari uang, tetapi keterpanggilan menjalani profesi advokat secara terhormat. Dengan sendirinya, akan dimintai orang jasanya. Karena dalam setiap perjanjian dengan klien, saya akan mengedepankan kepentingan klien dengan tidak mengorbankan kehormatan dan martabat advokat. Bagi para calon Advokat, satu hal yang penting jangan sekali-kali menerima uang dari klien yang bukan merupakan hak atau honorarium. Hal ini kadang ada seperti titipan untuk oknum penyidik, oknum jaksa bahkan oknum Hakim sejak Pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung. Jika hal itu dilakukan, maka kita telah masuk dalam lingkaran Tindak Pidana Korupsi (sebagai pihak yang menyuap) yang merupakan perbuatan yang sengat tercela serta mempermalukan nama keluarga besar,” ujarnya.

Kedua, Henry juga sangat melarang anak-anaknya dan lawyer di kantor hukumnya untuk menerima uang dari klien selain Honorarium Advokat yang merupakan haknya, atau biaya-biaya resmi di Pengadilan (biaya perkara, biaya sita dan biaya resmi lainnya yang bisa dipertanggungjawabkan dengan tanda terima dari pengadilan). Henry menekankan kepada anak-anak dan lawyer dikantornya bahwa ‘Advokat itu tidak boleh memberikan jaminan kepada Kliennya, bahwa perkaranya pasti akan menang dan pasti dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Advokat’. “Saya tekankan bahwa Advokat ini adalah profesi yang mulia atau officium nobile (profesi yang mulia). Advokat itu harus menjadi teladan dalam berperilaku, satu keteladanan lebih baik dari seribu wejangan,”ujar Henry menegaskan kembali.

Di akhir wawancara, berbicara mengenai obsesi dan harapan tahun 2023, Henry hanya tersenyum seraya menjawab. “Di umur saya ini, saya sudah tidak memiliki obsesi besar. Saya hanya ingin melihat ke depannya hukum adalah panglima. Kemudian, syukur jika suatu hari orang menyebut profesi advokat identik dengan menyebut nama saya. Atau sebaliknya, jika menyebut nama saya identik dengan profesi advokat. Saya hanya ingin menjadikan anak-anak saya menjadi Advokat yang tangguh, profesional, berkeadilan dan berkepribadian serta memiliki integritas moral, memiliki warna tersendiri. Itu yang saya harapkan,” tutupnya.