Edward (CEO SMU Healthcare)

Oleh: Syulianita (Editor) - 17 March 2022

Strategis dan Adaptif Majukan Perusahaan

Naskah: Angie Diyya Foto: Sutanto

Di bawah arahan dan tangan dinginnya, perusahaan inovatif yang bergerak di bidang investasi dan operasional layanan kesehatan ini berhasil meraih capaian positif untuk pertama kalinya bahkan meningkat dari tahun ke tahun.

Kemampuan perencanaan strategis, berpikir komprehensif, dan problem solving adalah skill yang wajib dimiliki seorang pemimpin visioner. Itulah hal yang disampaikan CEO SMU Healthcare, Edward dalam perbincangannya dengan Men’s Obsession, seraya menceritakan perjalanannya di dunia layanan kesehatan.

Sebelumnya selama 15 tahun tinggal di Amerika Serikat, ia sudah memiliki usaha house cleaning service yang cukup stabil. Namun, pada 2008 terjadi krisis moneter di negara tersebut. Pada masa-masa sulit itulah Edward memutuskan kembali di Indonesia. Ketika sang istri melanjutkan sekolah kedokteran, ia mempertimbangkan keinginan membuka bisnis sendiri, tetapi ternyata mendapatkan tawaran bekerja di rumah sakit Siloam posisi Junior Manager of Finance. Ia diminta menangani sebuah project audit, kemudian diamanahkan memimpin pembangunan rumah sakit baru.

“Saat itu saya sempat merasa khawatir karena tidak pernah leading proyek, tapi saya beranikan diri meminta mentor untuk belajar selama satu bulan. Kemudian saya langsung diberikan empat proyek untuk ditangani,” tuturnya. Selama dua tahun lebih bekerja di sana ia menangani proses pembangunan tujuh rumah sakit baru Siloam. Ia lalu pindah mencari tantangan baru ke Omni Hospital, kemudian grup Mayapada, hingga ke private equity.

Menurut Edward, ilmu harus didapatkan dari mana saja. Karenanya ia juga kerap belajar dari negara lain, termasuk Singapura dan Jepang. Ilmu dan pengetahuan inilah yang diserap dan diterapkan untuk membangun rumah sakit di Indonesia yang lebih baik. Ia lalu sempat direkrut sebagai CEO UniMedika, sebuah grup rumah sakit untuk pasien BPJS. Hal ini diterimanya mengingat populasi peserta BPJS di Indonesia sangat besar. Dalam satu setengah tahun, perusahaan Falcon House Partners telah memiliki tiga rumah sakit baru.

Tak berhenti di sana, Edward tetap membuka diri untuk peluang lainnya. Ia lalu menerima tawaran menjabat CEO SMU Healthcare, layanan kesehatan yang membawahi bidang Kerja Sama Operasional (KSO) dan secara khusus menjalin kemitraan antara rumah sakit pemerintah dan swasta.

“Pada November 2019 saya bergabung dengan SMU dan sudah mempunyai ekspektasi apa yang akan dikembangkan. Namun, waktu itu saya baru tahu perusahaan dengan PMA atau modal asing ini ternyata sangat merugi. Bulan yang sama ketika saya join rupanya masuk catatan bulan terburuk SMU dalam performa keuangan. Saya langsung mengkaji dan mengajukan usulan strategi pembenahan secepat mungkin,” ungkapnya.

Dengan segenap upaya, Edward segera melakukan perhitungan drastis. Ia mengatakan ternyata selama ini data untung rugi perusahaan hanya diketahui direktur dan owner. Padahal menurutnya transparansi dan keterbukaan harus ada. Semua karyawan dari staf maupun manager perlu tahu performa perusahaan. Jika karyawan tidak tahu kondisi real, mereka tidak tergerak hatinya untuk peduli menyelamatkan perusahaan dari keterpurukan. Walaupun ada rumor miring berkembang tentang alasan masuknya Edward di perusahaan tersebut, ia tetap melakukan gebrakan untuk membenahi perfoma company. Masalah utama yang diidentifikasi salah satunya adalah over recruitment. Sang CEO langsung mengambil langkah efisiensi dengan mengurangi man-power hingga di bawah 40% dan mengencangkan ikat pinggang untuk menyehatkan perusahaan, sehingga terjadi penyesuaian drastis. Ia sudah memperhitungkan mana hal yang perlu sentralisasi dan yang desentralisasi.

Selain menghadapi situasi krisis keuangan, saat itu secara tak diduga muncul pula pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak perusahaan melakukan layoff. Keadaan ini menurut Edward seperti sebuah rem yang mengharuskan untuk adaptasi serta melakukan saving extra dengan mengesampingkan hal yang tidak perlu. Pada masa-masa itu, sebagai leader ia juga tak sungkan memberikan contoh, salah satunya melakukan penghematan biaya dalam urusan seperti tiket pesawat dan hotel untuk perjalanan dinas.

“Jadi sebenarnya sebelum Covid-19 pun kami sudah healthy. Saya pada dasarnya tidak tega, tapi saya tetap berpikir bagaimana menyelamatkan ‘perahu’. Apalagi ternyata banyak pihak yang kurang kooperatif saat itu. Ini kembali kepada common sense dalam berusaha. Bisnis itu tidak perlu menunggu masa kritis untuk melakukan adaptasi, walaupun Covid-19 adalah a good wake up call bagi banyak perusahaan. Kita harus beradaptasi agar bisa tetap langgeng,” kata Edward.

Tujuh bulan pertama pandemi adalah rentang paling sedikitnya pasien masuk, karena orang masih khawatir pergi ke rumah sakit. Maka otomatis belanja rumah sakit juga turun. Sebagai pemain industri healthcare yang bergerak di bidang alat katerisasi jantung, SMU berstrategi dan berdiskusi agar para vendor mau menurunkan harga, sehingga perusahaan tetap bisa saving. Pada September 2020 akhirnya SMU Healthcare berhasil mencatatkan ebitda positif pertama kali. Baik dirinya maupun founder dan investor tidak menyangka prestasi itu bisa diraih hanya dalam kurun waktu sepuluh bulan meskipun ekonomi nasional sedang berada di garis krisis.

“Saya ingin membuktikan bahwa saya leader yang bisa dipercaya. Untuk menyemangati tim, saya berusaha accessible, mengadakan meeting secara terbuka. Seiring waktu, saya rasa orang-orang sudah berpikir sekarang perusahaan telah berada di jalur yang tepat,“ pungkas ayah satu putri ini.

Di bawah kepemimpinannya, pada tahun 2021 revenue perusahaan naik 30% walau tanpa menambah lokasi baru maupun cutting down operation. Selama dua tahun, pengeluaran operasional turun 26%, sedangkan ebitda dari minus melonjak ke 136%. Net profit pun naik sebesar 66%. Pencapaian luar biasa ini, sambung Edward, dilakukan dengan 38% man-power tersisa.

Setelah selama ini menjadi penyedia alat Cath-Lab, CT-Scan, dan Radiologi, memasuki tahun 2022, Edward menyebutkan target SMU berikutnya adalah menghadirkan alat radioterapi pengobatan kanker, walaupun tentu biayanya tidak murah. Pihaknya sudah berdiskusi dengan banyak rumah sakit untuk mempersiapkan ekosistem. Selain itu, untuk meningkatkan income SMU harus berekspansi, namun tantangannya adalah menjaring investor luar negeri. Investasi di infrastruktur bidang kesehatan sangat diperlukan.

“Menurut saya inilah pentingnya Kementerian Investasi membuat regulasi dengan koordinasi yang baik dan menjamin investor asing, termasuk juga dalam hal perizinan. Kementerian Kesehatan juga harus lebih berperan melindungi investor. Ini adalah tugas bersama, demi perkembangan healthcare Indonesia yang lebih baik,” ujarnya serius. Di akhir pertemuan, pria pehobi bermain computer game dan berkebun ini berbicara tentang aspirasi dan obsesinya. “Sebagai orang yang memiliki latar belakang di bidang swasta, saya ingin kelak lebih dapat memberikan manfaat, seperti bagaimana bisa membantu pemerintah tentunya agar bisa lebih efektif dan berdampak lebih luas.”

Simak artikelnya juga di e-magazine  : https://mensobsession.com/e-mag/219-s-1s3o6t