Syarief Hasan (Wakil Ketua MPR RI), Jalankan Amanat Demi Rakyat

Oleh: Syulianita (Editor) - 25 October 2021

Naskah: Angie Diyya Foto: Sutanto

Selaku pimpinan MPR, Syarief selalu bertekad bahwa apapun yang menyangkut masalah hajat dan masa depan bangsa Indonesia, maka perlu melakukan pendalaman dan tidak boleh keliru ataupun terburu-buru dalam menentukan sikap.

Sebagai lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara, salah satu tugas MPR adalah selalu menyerap aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Terutama ketika ada beberapa hal yang sedang menjadi diskursus di masyarakat saat ini. Salah satu aspirasi tersebut, yakni keinginan agar Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau disebut Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dihidupkan kembali. Syarief Hasan menyatakan, “Pihak yang mengusulkan tersebut memiliki argumentasi bahwa pembangunan perlu dilakukan secara berkelanjutan. Negara perlu memiliki masterplan untuk lima puluh tahun ke depan.”

Wakil ketua MPR ini menyebutkan bahwa pembangunan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, memiliki payung hukum UU No. 17 dan UU No. 25. Setelah sepuluh tahun pembangunan yang dilakukan SBY tahun 2004-2014, banyak pembangunan yang berhasil dan masyarakat juga tahu apa saja yang sudah dan belum dilakukan oleh pemerintah. “Perencanaan pembangunan nasional ini dilanjutkan di era Jokowi. Semua sudah ada mekanismenya terpadu. Jadi pembangunan yang dilakukan secara berkelanjutan tersebut hasilnya dapat kita nikmati, salah satunya dari pendapatan perkapita dan menurunnya kemiskinan. Intinya pembangunan tersebut sebenarnya sudah di-cover melalui UU No. 25, namun UU tersebut berakhir pada tahun 2025. Jika perlu dilakukan secara berkesinambungan, pembangunan tersebut tercantum dalam RPJPN yang dilakukan oleh Bappenas berdasarkan visi misi presiden,” jelasnya.

Namun, ada yang berpandangan bahwa GBHN perlu dimasukkan ke dalam konstitusi UUD 1945. Menurut Syarief, inilah yang bisa menjadi persoalan karena hal tersebut baru dapat dijalankan jika dilakukan amandemen, sedangkan amandemen adalah tugas dari MPR. “Yang kedua, apabila GBHN dimasukkan ke dalam UUD 1945 maka akan mengubah sistem ketatanegaraan RI. Akan timbul pertanyaan siapa yang akan membuat GBHN, dan jika sudah ditetapkan, bagaimana korelasinya dengan presiden. Kalau secara formatnya demikian, apakah nantinya MPR lebih tinggi levelnya dari presiden, sedangkan menurut konstitusi kita posisinya sama. Jadi, banyak pertanyaan yang muncul nantinya,” papar Syarief.

Pertanyaan itu termasuk mengenai jika MPR memberikan tugas pada presiden, bagaimana dengan pelaksanaannya, apakah PPHN itu mengikat dengan presiden dan apakah ada konsekuensinya jika tidak dijalankan. Belum lagi mengenai pandangan bahwa bukan cuma GBHN, kedudukan DPD sebaiknya juga diubah agar dapat ikut membahas hal yang menyangkut tentang kepentingan daerah. Jadi mengubah sistem parlemen dari unikameral menjadi bikameral. Unikameral adalah setiap keputusan yang dilakukan DPR tidak perlu meminta persetujuan DPD, sedangkan bikameral apa pun harus mendapat persetujuan DPD.

Syarief Hasan juga menyatakan terkait berbagai hal tersebut pimpinan MPR tetap akan melakukan pendalaman karena bagian dari aspirasi masyarakat. “Kami membahas sejauh mana perubahan yang akan terjadi serta kemungkinan bergesernya sistem ketatanegaraan ini. Sampai sekarang MPR belum memutuskan apa pun, karena terkait dengan 270 juta rakyat Indonesia. Kami sedang melakukan pendalaman mana yang lebih baik. Daripada membuat perdebatan baru lebih baik kita fokus melakukan tugas sebaik-baiknya sekarang ini. Apa pun hasil pendalaman nanti akan kami sampaikan. Saya baru-baru ini mendapat informasi bahwa rakyat pada umumnya menghendaki tidak dilakukan amandemen, hal ini menjadi preferensi MPR dalam melakukan pembahasan sebelum memutuskan mana yang terbaik,” tegasnya.

Selain tentang menyerap berbagai aspirasi, MPR juga tetap melakukan sosialisasi empat pilar, yakni terkait Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan segala yang menyangkut tentang jiwa dan falsafah warga negara. Walaupun di tengah pandemi Covid-19 ini semua anggota MPR diwajibkan untuk sosialisasi empat pilar, bagaimana memelihara negara, memelihara konstitusi, interaksi antaragama dan sebagainya. Banyak cara yang dilakukan hampir semua anggota MPR, baik secara virtual maupun langsung sesuai protokol kesehatan, itu sudah diamanatkan oleh undang-undang sebagai salah satu tugas dan kewajiban anggota MPR yang sampai saat ini tetap dilakukan. 

Berbicara tentang Hari Parlemen Indonesia, sebagai Wakil Ketua MPR Syarief menyatakan mendukung agar proses check and balance di parlemen diutamakan, serta fungsi parlemen tetap maksimal dalam mengawal. “Saya yakin proses check and balance itu penjadi prioritas dalam menjalankan tugastugas anggota dewan supaya semua kepentingan rakyat bisa terakomodasi, dengan cara melakukan pengawasan, mengawal semua program-program pemerintah bisa berjalan sesuai yang ditetapkan, serta juga mengawal APBN agar pembangunan bisa fokus demi kepentingan rakyat, tujuannya menyejahterakan rakyat Indonesia sesuai Pancasila sila kelima,” tegasnya.

Terkait dengan hari parlemen ini pula Syarief menyampaikan harapannya. “Semoga rekan-rekan anggota parlemen, baik dari DPR maupun DPD secara konsekuen dan commited tetap menjalankan tugas sekalipun di tengah Covid-19 dengan segala inovasi demi kepentingan bangsa dan negara. Dengan kita menjalankan tugas dan tanggung jawab serta amanat sebagai anggota parlemen, kita memberikan yang terbaik untuk rakyat dan dapat meningkatkan kesejahteraan bangsa. Demi menjunjung tinggi demokrasi Indonesia yang semakin baik ke depannya.”