Bambang Hendroyono (Sekjen KLHK), UU Cipta Kerja Membawa Konsep Perlindungan

Oleh: Syulianita (Editor) - 31 October 2020

"Cermati UU CK Secara Jelas Agar Bisa Dipahami"

 

Bagaimana Bapak melihat dinamika di masyarakat pasca disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja, khususnya terkait klaster bidang lingkungan hidup dan kehutanan?

Banyak informasi bias di ruang publik terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang harus diluruskan. KLHK tentu berkepentingan mengawal UU Omnibus Law berkaitan dengan tiga UU, yaitu UU 32 tahun 2009, UU 41 Tahun 1999, dan UU 18 Tahun 2013.

 

Bagaimana posisi rakyat dalam konteks ini?

Dalam konteks ini rakyat harus dilindungi dan diberikan akses untuk mengelola dan sejahtera dari sumber daya alam. Di sinilah peran UU Omnibus Law Cipta Kerja hadir.

 

Salah satu contoh konkretnya?

Ya, dengan UU Omnibus Law ini, tidak boleh ada lagi rakyat yang menjadi petani kecil asal ditangkap, justru mereka harus dirangkul. Tampaknya memang UU ini harus dipahami secara detail ya agar semua pihak bisa memahami secara baik? Jelas. Karena itu, saya mengajak semua pihak untuk mencermati pasal per pasal, bahkan ayat per ayat, serta kaitan antar UU, sehingga tujuan utama lahirnya UU Omnibus Law Cipta Kerja dapat dipahami dan didukung bersama untuk kemajuan Indonesia.

 

Dalam kaitan lingkungan hidup dan kehutanan apa saja yang harus ditegaskan dalam UUCK ini?

UU Cipta Kerja sangat penting untuk menyelesaikan warisan masalah berkaitan dengan konflik-konflik tenurial kawasan hutan. Kita tidak ingin ada lagi kriminalisasi masyarakat lokal atau masyarakat hukum adat dan masalah-masalah kebun di dalam kawasan hutan diberi akses mengelola kawasan dalam bentuk Perhutanan Sosial. Inilah pertama kalinya Perhutanan Sosial diakui dalam UU. lzin pengelolaan untuk kelompok rakyat kecil ini sudah berjalan selama beberapa tahun terakhir di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Sebagai gambaran, sebelum 2015 rakyat hanya menguasai sekitar 4% saja dari izin pengelolaan hutan.

Namun, saat ini realisasi Perhutanan sosial sudah mencapai 4,2 juta ha dan lahan hutan untuk masyarakat sudah sekitar 2,6 juta ha, ini kira-kira menjadi 13-16% perizinan untuk rakyat kecil (bandingkan dengan sebelumnya yang hanya 4%). Komposisi untuk rakyat ini akan terus naik karena secara ideal nanti dengan target 12,7 juta ha hutan sosial dan Tora, maka akan dicapai izin untuk rakyat kecil hingga 30-35 %. Jelas ini mengoreksi kebijakan pada masa kalu yang akibat-akibatnya sekarang kita rasakan dan sedang dibenahi satu persatu.

Ada tantangannya?

Tantangannya tidak mudah, tapi pemerintah terus berupaya berpihak kepada rakyat, salah satunya dengan hadirnya UU Omnibus Law Cipta Kerja.

 

Apa penegasan berikutnya?

UU Omnibus Law bidang Lingkungan Hidup dan kehutanan, sangat berpihak kepada masyarakat, di mana masyarakat sekitar hutan diikutsertakan dalam kebijakan penataan kawasan hutan, melalui Hutan Sosial dan TORA. Simple- nya, ini dimaknai bahwa izin diberikan langsung kepada rakyat kecil, bukan lagi korporasi. Izin untuk korporasi membuka hutan primer dan gambut sendiri sudah dihentikan total secara permanen oleh Bapak Presiden. Oleh karena itu, jelas bahwa dengan UU ini pemerintah berpihak pada rakyat dan melindungi semua hak rakyat sekitar hutan, termasuk hak masyarakat hukum adat.

 

Lalu, bagaimana terkait penyelesaian kebun rakyat dan korporasi dalam wilayah hutan?

Nah, terkait penyelesaian kebun rakyat dan korporasi dalam kawasan hutan serta belum punya izin (keterlanjuran), sangat tidak benar jika dikatakan UU Omnibus Law memberikannya 'cuma-cuma' tanpa ada sanksi apapun. Faktanya, korporasi yang 'terlanjur' berada di dalam kawasan, akan dikenakan sanksi denda atas keterlanjuran akibat 'kebijakan masa lalu' dan sanksi denda itu akan menjadi penerimaan negara. Denda yang paling benar yang memungkinkan akan masuk ke kas negara untuk nantinya dikembalikan bagi kepentingan rakyat. Jika setelah UU Omnibus Law masih ada yang 'bermain-main' lagi di dalam kawasan, maka akan diterapkan sanksi pidana yang tegas.

Ketentuan ini menjadi penting karena kasus-kasus keterlanjuran yang ditemukan menyangkut hak hidup orang banyak secara turun temurun dan dibutuhkan kepastian berusaha untuk menjaga stabilitas ekonomi di daerah. Kita perlu ingat, ada banyak rakyat yang menggantungkan hidup dari sektor hutan. Keterlanjuran harus ditertibkan dengan peraturan yang tegas, terang, dan adil bagi semua pihak. UU Omnibus Law mengakomodasi semua hal itu!

 

Bagaimana dengan klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha?

Berkenaan dengan klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha, saya menyesalkan ada narasi mengatakan bahwa UU Cipta Kerja menghilangkan AMDAL itu tidak benar! Justru melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja, mempermudah pemerintah mencabut perizinan berusaha bagi perusak lingkungan. Dengan menggabungkan pengurusan izin AMDAL dengan pengurusan perizinan berusaha, jika perusahaan melanggar, maka pemerintah bisa mencabut keduanya sekaligus.

Jadi, tidak benar jika dikatakan UUCK menjadikan kemunduran terhadap perlindungan lingkungan karena tidak ada perubahan terhadap dasar aturan Amdal. UUCK hanya menyederhanakan perizinan, yang tidak hanya dibutuhkan pelaku usaha, tapi juga dibutuhkan masyarakat kecil untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

 

Bagaimana dengan isu bahwa kewajiban kawasan hutan 30 persen hilang dalam UUCK?

Terkait kekhawatiran beberapa kalangan bahwa kewajiban kawasan hutan 30% hilang dalam Omnibus Law, juga sangat tidak tepat karena catatan ini sudah di-cover dalam kewajiban pertimbangan bio-geofisik dan sosilogi masyarakat sebagai pertimbangan untuk penggunaan dan permanfaatan selain pertimbangan daya dukung daya tampung air, karakteristik DAS, dan keanekaragaman flora fauna. Justru dalam UU Omnibus Law, ini bisa lebih ketat daripada hanya soal angka 30%.

 

Artinya?

Ya, artinya implikasi kewajiban memiliki dan menjaga kawasan hutan, akan lebih ketat dalam aspek sustainability dan penerapan tools untuk itu seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Termasuk tools analisis pengaruh terhadap rantai kehidupan seperti rantai pangan (food chain), rantai energi, siklus hidrologi, rantai carbon, dan lainnya atau disebut LCA (Life Cyde Assessment) yang sudah diawali oleh KLHK.

Penjelasan dan penegasan yang sangat gamblang. Tapi, masih banyak hal kritis lainnya yang berkembang di publik?

Itu menandakan demokrasi di Negara kita masih berjalan dengan baik. Tapi yang pasti, KLHK berprinsip yang bengkok harus kita luruskan, yang gelap akan kita terangkan. Sehingga, kita akan seia sekata bergerak bersama mewujudkan Indonesia Maju.

 

Bagaimana dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)?

KLHK telah membentuk Tim Penyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), yaitu Tim RPP Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Tim RPP Bidang Kehutanan, dan Tim RPP Bidang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Denda Administratif. Pembentukan Tim RPP ini sesuai instruksi Presiden agar segera disusun Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan UUCK agar implementasi dari UUCK dapat segera diterapkan, serta menghindari perbedaan penafsiran di masyarakat yang cenderung negatif terhadap Undang-Udang Cipta Kerja ini.

 

Bagaimana masukan yang diterima untuk RPP ini?

RPP pelaksanaan UUCK Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mendapatkan masukan yang sangat penting. Masukan-masukan dari RPP ini sangat berguna sebagai aturan turunan dari UUCK, sehingga implementasinya di lapangan lebih mudah dan jelas.

 

Pokok pengaturan dalam RPP ini meliputi berapa Bab?

Rencananya ada beberapa bab, antara lain persetujuan lingkungan, Buku Mutu, Pengelolaan Limbah B3, Dana Penjamin Pemulihan Lingkungan, Pengawasan, dan Sanksi.

 

Bagaimana dengan pendekatan yang disusun dalam RPP ini?

Adapun pendekatan yang disusun dalam RPP ini menempuh tiga cara, yaitu pertama, menyusun ketentuan baru dan mencabut PP lama (PP No 27 Tahun 2012). Kedua, perubahan pasal dalam batang tubuh atau PP eksisting, yakni PP tidak dicabut, hanya penyesuaian beberapa pasal, dan ketiga, menyusun ketentuan baru yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri atau Permen.

 

Bagaimana dengan pengintegrasian kembali izin lingkungan dalam perizinan berusaha?

Ya, dalam UUCK ada pengintegrasian kembali izin lingkungan ke dalam perizinan berusaha sehingga proses perizinan usaha menjadi lebih singkat, 3 tahapan dari sebelumnya 4 tahapan. Kementerian LHK juga memastikan bahwa perizinan berusaha sebagai bagian dari keputusan tata usaha negara yang juga memuat aturan izin Amdal masih dapat digugat oleh masyarakat. Selain itu, KLHK juga menyebutkan bahwa keterlibatan masyarakat terkena dampak dari keputusan izin AMDAL masih diakomodasi dalam UU Ciptaker.

 

Jadi, apa makna dari perubahan UUCK ini?

Perubahan dalam UU Cipta Kerja lebih diarahkan pada penyempurnaan kebijakan dalam aturan pelaksanaannya. Hal tersebut merujuk tujuan UUCK, yakni memudahkan setiap orang dalam memperoleh Persetujuan Lingkungan dengan tetap memenuhi ketentuan yang ditetapkan.