Oleh: -

"Saya sangat terbuka dengan masukan-masukan semua yang akan memberikan kebaikan, kebaikan kepada Kementerian ini, kebaikan kepada sumber daya yang ada. Kebaikan kita semua.” Kalimat yang meluncur dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada acara Serah Terima Jabatan di Kementerian ESDM, Rabu (23/10) lalu. Kalimat ini jelas menunjukkan kepribadian bersahaja dan terbuka. 

 

Di saat bersamaan dirinya juga mengingatkan kepada semua jajarannya untuk tetap fokus kepada amanah yang dipercayakan Presiden Joko Widodo, salah satunya untuk mengatasi defisit neraca perdagangan yang ada. “Kita saat ini mengalami current account deficit (CAD) perdagangan yang harus menjadi perhatian kita semua,” ungkapnya. Arifin Tasrif pun bergerak cepat. Langkah menata sektor ESDM selama lima tahun ke depan dengan mengusung prinsip kerja Cepat, Cermat dan Produktif atau yang ia sebut Si “Cecep”. Alasannya sederhana, “Karena saya sekolah di Bandung saya beri nama ‘Cecep’,” ungkap Arifin di hadapan jajarannya awal tahun 2020 lalu.

 

Sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik, sistem birokrasi yang panjang di institusi Pemerintahan memang kerap menghambat pekerjaan. Untuk itu, ia mengintruksikan agar semua pekerjaan dijalankan secara cepat. Ketegasan ini mengimbangi kesahajaan yang dimilikinya.

 

“Saya tidak peduli birokrasi, yang penting cepat. Boleh lewat jalur-jalur birokrasi, yang penting cepat. Kita harus punya target waktu menyelesaikan tugas-tugas kita,” tegas Arifin. Kecepatan ini menurut Arifin harus diimbangi dengan kecermatan yang tinggi, agar setiap pekerjaan sesuai dengan acuan dan terkontrol dengan baik. Sementara itu, Prinsip kerja yang terakhir adalah produktif. 

 

Arifin mendorong setiap aturan pekerjaan sudah seharusnya dilakukan secara fleksibel sehingga tidak memberatkan para pelaksana tugas. “Kalau aturan-aturan itu membelenggu kita sendiri, tidak membuat kita kreatif dan inovatif segera kita ubah,” terang Arifin.

 

Secara latar belakang, Arifin tidak asing dengan sektor ESDM. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Pupuk Indonesia tahun 2010 – 2015. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Jepang ini menuturkan bahwa akan bekerja semaksimal mungkin untuk membangun sektor ESDM. “Kalau ada hal-hal yang bisa dibahas bersama, kita bisa lakukan. Kita perlu kerja sama dengan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan negara ini,” ujarnya.


Tak hanya mengatasi defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi (migas), arifin mengungkapkan bahwa Presiden juga mengamanahkan kepada dirinya dan jajarannya untuk mengatasi defisit neraca perdagangan migas termasuk pembangunan kilang dan peningkatan produksi migas, percepatan energi terbarukan, hilirisasi minerba, dan percepatan investasi lainnya.

 

Di samping itu, berbagai target yang menjadi Quickwins sektor ESDM juga ditetapkan, antara lain penurunan harga gas untuk industri, konversi pembangkit listrik Diesel ke gas dan EBT, regulasi kendaraan listrik, melanjutkan program B30, regulasi eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah, pemanfaatan lahan bekas tambang untuk EBT, serta program Dymetil Ether (DME) pengganti LPG.

 

Belum genap sebulan dilantik, Arifin langsung meninjau lokasi pembangunan Refinery Development Master Plan (RDMP), RU V Balikpapan milik PT Pertamina (Persero) di Kalimantan Timur. Proyek RDMP Kilang RU V Balikpapan merupakan salah satu dari empat kilang yang akan ditingkatkan kapasitasnya. Arifin memberikan apresiasi dan menekankan pentingnya Project Monitoring and Controlling, dan mengharapkan agar proyek bisa dipercepat paling tidak 3 bulan dengan tetap menjaga keselamatan kerja dan memperhatikan kemampuan karyawannya.

 

Tak lupa, Arifin juga mengingatkan agar Pertamina cermat dan jangan ragu untuk mencari mitra-mitra yang bisa mendukung tercapainya hasil tersebut dengan resiko yang bisa dikendalikan. Tak butuh waktu lama, Arifin pun membuat gebrakan. Sinyal positif bagi investasi hulu migas dibuka. Arifin kembali mempertimbangkan hadirnya kontrak bagi hasil penggantian biaya operasi (Cost Recovery) bagi wilayah kerja baru dan terminasi. Skema tersebut akan menjadi opsi bersama sistem fiskal Gross Split bagi para investor migas.

 

Arifin menjelaskan, kedua skema memiliki kelebihan dan kekurangan masing - masing. Ada investor yang lebih memilih skema kontrak Cost Recovery untuk lapangan yang terletak di daerah sulit dan berisiko tinggi karena skema tersebut dinilai lebih rasional. “Semakin risk dan daerah remote, mereka pilih PSC (Cost Recovery). Komponen PSC itu bisa reasonable. Itu kami sudah pengalaman PSC. Meski PSC juga ada satu keluhan, tiap tahun perlu di-review dan prosesnya lama,” jelasnya.

 

Sebaliknya, Gross Split dianggap lebih cocok untuk wilayah kerja eksisting karena memiliki tingkat kepastian bisnis yang lebih tinggi. Keterbukaan dirinya untuk menerima masukan dari investor, membuka ruang bagi Pemerintah untuk mengkaji dan memperbaiki regulasi mengenai skema perhitungan bagi hasil yang terbuka. “Jadi ke depan kita lakukan perbaikan dan kami terbuka dengan investor,” ujarnya.

 

Namun dirinya menekankan bahwa apabila skema cost recovery digunakan kembali, harus tetap efisien dan procurement tetap bisa lebih cepat. Tak hanya di hulu, di hilir migas, pria yang menyelesaikan pendidikan sarjana jurusan Teknik Kimia dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 1972 ini juga merespon cepat arahan Presiden Joko Widodo atas berlarutnya penyelesaian masalah harga gas industri.

 

Kementerian yang dipimpinnya telah menyusun opsi untuk menurunkan harga industri tertentu sampai dengan target Maret 2020. Diketahui, beberapa opsi yang ditawarkan adalah dengan menurunkan biaya transmisi yang merupakan komponen penentu dalam menetapkan harga gas industri.

 

Di samping itu, opsi menyerahkan sebagian gas kepada negara (Domestic Market Obligation/DMO) juga dibuka. Kewajiban ini akan segera ditetapkan dalam aturan DMO baru. “Kita akan membagi kepada industri-industri yang strategis dan pendukung dan mana yang bisa dilakukan perdagangan sesuai dengan kewajaran bisnis,” tegasnya.

 

Sementara, opsi terakhir yang ditawarkan adalah impor gas. Pihak swasta diberi keleluasaan mengimpor gas untuk pengembangan kawasan industri yang belum terhubung jaringan gas. Penerima Honorary Fellowship Award dari AFEO (ASEAN Federation of Engineering Organization), atas kontribusinya dalam dunia keprofesian sebagai insinyur di Indonesia dan regional ASEAN juga terus membuktikan bahwa kerja sama dan harmonisasi sektor energi yang dipimpinnya akan terus menghasilkan perubahan positif dan berdampak signifikan.

 

Kementerian yang dipimpinnya memastikan akan mengoptimalkan konsumsi gas bumi dalam negeri mulai tahun 2020 ini. Kepastian ini dibuktikan dengan penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan PT Pertamina (Persero) terkait penyediaan pasokan dan pembangunan inf rastruktur Liquef ied Natural Gas (LNG) untuk pembangkit tenaga listrik milik PLN. Penandatanganan beleid tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi neraca perdagangan minyak dan gas Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komoditas migas minus USD1,18 miliar pada Januari 2020.

 

“Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, defisit neraca perdagangan harus menjadi perhatian serius,” ungkapnya. Melalui HoA tersebut, ditargetkan pembangkit listrik berbahan bakar diesel untuk dikonversi menjadi gas bumi dengan total kapasitas sekitar 1,7 Giga Watt di 52 lokasi. Mayoritas atau 77% terletak di Indonesia Timur, selebihnya di Barat (Nias & Kalimantan). Dengan kebutuhan gas 167 BBTUD, penghematan yang dihasilkan mencapai sekitar Rp3 hingga 4 triliun. Konversi ditargetkan selesai 2022. Tahun 2020 diselesaikan untuk 430 MW. Sementara Investasi Pertamina untuk program tersebut USD1,3 miliar.

 

Terbaru, Kementerian ESDM juga telah menetapkan bahwa tarif tenaga listrik (tariff adjustment) untuk bulan April sampai dengan Juni 2020 tidak ada penyesuaian tarif tenaga listrik atau tarif nya ditetapkan sama dengan tarif tenaga listrik sebelumnya. Hal ini semata-mata untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan daya saing industri.

 

Penetapan tarif tenaga listrik kali ini lebih cepat dan lebih tranparan. Langkah tak lazim ini adalah demi menstimulus peringkat Indeks Kemudahan Bisnis (Ease of Doing Business/EODB) melalui penyambungan listrik (getting electricity). Kementerian ESDM juga meminta agar PT PLN (Persero) dapat terus berupaya melakukan langkah- langkah ef isiensi operasional dan memacu penjualan tenaga listrik secara lebih agresif, sehingga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dapat diupayakan lebih efisien

 

Melalui prinsip kerja ‘Cecep’ yang diusungnya, Arif in berharap setiap pekerjaan yang dihasilkan akan memberikan nilai tambah dan manfaat besar kepada masyarakat. “Jadikanlah Si ‘Cecep’ ini kendaraan untuk menuju lebih baik. Ini yang saya harapkan dari saudara-saudara yang ada di Kementerian ESDM,” pungkasnya.