BRI Go Smaller Go Shorter

Oleh: Syulianita (Editor) - 25 September 2019

Naskah: Hasan Salampessy Foto: Dok. BRI

 

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sejak lahir sudah memiliki DNA sebagai bank ‘wong cilik’ yang menjangkau hingga ke pelosok. Dengan tanpa menghilangkan ciri khas tersebut, bank terbesar di Indonesia ini menegaskan ke depan akan lebih digital agar produk dan jasanya semakin bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

"Komitmen kami tetap konsisten, yakni BRI akan dominan di UMKM. Saya ulangi, komitmen BRI akan tetap dominan di UMKM dengan misi bahwa BRI harus bisa melayani rakyat sebanyak mungkin dengan harga semurah mungkin,” ungkap Direktur Utama BRI Sunarso. Langkah konkret yang akan dilakukan, yakni dengan digitalisasi layanan perbankan. Dengan digitalisasi, ia menegaskan segala aktivitas perbankan khususnya di BRI akan menjadi lebih cepat dan efisien. Bahkan, Sunarso membuat semboyan “Go Smaller Go Shorter” yang berarti menyasar segmen lebih kecil, tetapi dengan proses lebih cepat berkat digitalisasi.

 

“Digitalisasi ini akan mengarah pada 2 hal, pertama mendigitalkan bisnis proses untuk memperoleh efisiensi. Kedua, digitalisasi harus menemukan new bisnis model untuk meng-create new bisnis baru,” ujar Sunarso. Digitalisasi sendiri, lanjutnya, butuh budaya atau kultur tertentu sehingga dipastikan harus ada transformasi dalam perusahaan. “Sudah pastilah kami harus transformasi perusahaan ini di dua area, digital dan culture. Sasarannya, kami akan lebih fokus pada mikro. Lebih tepatnya,  akan lebih mikro lagi, Go Smaller Go Shorter, harus mengarah ceruk pasar lebih kecil. Go Smaller Go Shorter untuk BRI ke depan,” tuturnya.

 

Rencana bisnis tersebut telah dituangkan dalam blueprint transformasi BRI yang disebut Brivolution sejak tahun 2016. Dalam blueprint tersebut BRI ingin menjadi ‘The Most Valuable Bank in South East Asia’ dalam waktu 5 tahun sejak dieksekusi tahun 2017. “Untuk mencapai visi itu, memang jalannya harus kembali lebih fokus ke UMKM, UMKM, dan UMKM. Nanti final destination kami pada tahun 2022, harus kami achieve pada 2022,” tegasnya.

 

Bersaing dengan Fintech

 

Sunarso mencetuskan program Go Smaller Go Shorter demi menyasar pasar yang lebih luas, bahkan memasuki pasar financial technology (fintech). Dengan misi tersebut, ia yakin BRI akan semakin baik kinerjanya. Bank yang berdiri sejak 16 Desember 1895 ini akan membuat fintech dalam tiga tahun ke depan. Bahkan, tak menutup kemungkinan akan menyaingi fintechfintech yang juga berfokus pada pendanaan sektor UMKM. “BRI harus memiliki fintech dan acting as fintech, punya kapasitas sebagai fintech juga. Kemudian, apakah nanti akan beradu dengan fintech yang sudah banyak? Ya, memang arahnya ke sana. Kami biarkan, BRI bersaing di pasar dengan fintech apapun,” sambungnya. 

 

Selain bersaing, kata Sunarso, rencana pembiayaan ke sektor UMKM ini juga bisa ditempuh dengan berbagai cara lainnya, seperti mengakuisisi fintech maupun berkolaborasi dengan fintech-fintech yang sudah ada. “Kami juga bisa membuat fintech. Dan, kemudian fintech itu kami tempatkan di anak perusahaan. Kami bisa own langsung atau melakukan kolaborasi/kerja sama dengan fintech,” jelas Sunarso.

 

Saingi Fintech via BRISpot

 

BRI mengembangkan layanan pengajuan kredit mikro secara digital yang disebut BRISpot. Hal ini tentu saja dipicu karena layanan fintech khususnya kredit yang kini tengah bertumbuh dengan pesat dan subur di Indonesia serta menjadi pesaing perbankan dalam sektor penyaluran kredit kepada masyarakat. Langkah ini bertujuan untuk memudahkan nasabah dalam mengajukan kredit agar lebih mudah dan efisien menggunakan teknologi. Nantinya, layanan BRISpot tak hanya diterapkan untuk kredit mikro, tapi juga kredit dalam kategori yang kecil. Dengan langkah ini proses pengajuan dan analisa kredit bisa lebih cepat.

 

Direktur Konsumer BRI Handayani menjelaskan bahwa aplikasi ini merupakan sebuah terobosan digital BRI untuk membuat proses kredit mikro lebih cepat, efisien, paperless (tanpa kertas), dan digital base. BRISpot juga bisa mendorong permintaan kredit yang lebih tinggi, dan pada tahun ini juga akan digunakan untuk kredit konsumer. Handayani pun menambahkan, "Jadi, prosesnya keseluruhan digital sehingga keputusan penyaluran kredit bisa kurang dari satu hari. Ini harapannya bisa menyaingi fintech yang mampu memberikan kredit tanpa agunan dengan sangat agresif.” 

 

Setelah gencar melakukan inovasi-inovasi untuk mendorong layanan digital banking, BRI kembali mendapatkan ISO 27001 untuk produk Open Banking BRI pada 2019. Produk tersebut adalah BRI Application Programming Interface (BRIAPI). Lewat produk pihak ketiga memungkinkan menggunakan fitur atau fungsi layanan finansial dari Bank BRI dalam platform milik mereka dengan cepat dan aman.

 

Capaian BRI

 

BRI mampu mempertahankan posisi sebagai bank dengan pencetak laba terbesar di Indonesia sejak tahun 2005 dengan tetap fokus menggarap segmen UMKM. Komitmen BRI fokus pada segmen UMKM mampu menjadi tulang punggung kinerja perseroan yang positif dan berkelanjutan. Hingga akhir triwulan II tahun 2019, secara konsolidasian bank berkode emiten BBRI ini mampu mencetak laba Rp16,16 triliun atau tumbuh 8,19 persen dengan aset mencapai Rp1.288,20 triliun atau tumbuh 11,70 persen. Perseroan juga mampu menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp945,05 triliun atau tumbuh 12,78 persen. Proporsi DPK masih didominasi oleh dana murah (CASA) berupa tabungan dan giro dengan komposisi mencapai 57,35 persen. Kinerja cemerlang, BRI turut berkontribusi terhadap kinerja saham berkode BBRI yang juga terus tumbuh. BBRI menjadi saham yang paling banyak diburu oleh investor termasuk para millenials. Pada penutupan perdagangan bulan Juli 2019, saham BBRI ditutup di angka Rp4.480 per unit saham atau telah meningkat 22 persen di sepanjang tahun 2019. Dengan kapitalisasi pasar BBRI mencapai Rp552,59 triliun, menempatkan BRI sebagai bank dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di Asia Tenggara.