Oleh: -

Naskah: Giattri Foto: Edwin B.

Pramoedya Ananta Toer adalah Sastrawan Legenda Indonesia yang hidupnya dibaktikan untuk kemanusiaan dan Indonesia. Lewat pikiran yang dituliskan dari sela tekanan penguasa, ia kemudian dikenal. Seorang pencerita ulung yang telah melahirkan lebih dari 50 judul buku. Karyanya tersebut dibaca di banyak negara, diterjemahkan ke dalam 42 bahasa.

Kehidupan yang dilalui Pram bukanlah kehidupan yang mudah. Meskipun sangat produktif, namun hasil kerjanya tidak melewati jalan tanpa masalah. Ia menyaksikan zaman-zaman berganti dan mengalami kelaliman penguasa, bahkan beberapa kali ia harus mendekam di balik jeruji besi. Dihadapkan itu semua, ia tidak pernah mundur barang sejengkal untuk tetap menulis demi angkatan muda yang akan terus lahir, lama setelah ia tiada. 

Im a pretty productive when I am in jail. In jail, I have to spend more time with myself,” kata Pram.

Ia mengumpulkan cerita, mencari data, menjilid potongan-potongan berita untuk kemudian dirangkai dan diceritakan kembali, melalui tokoh-tokoh yang telah menggerakkan pemuda-pemudi yang tak terhitung jumlahnya. Di balik buku-buku, tumpukan hasil riset yang dilakukannya bertahun-tahun, dan ragam cerita yang diambil dari berbagai bagian tanah ini, masih banyak tentangnya yang tidak diketahui, tertimbun dalam tumpukan-tumpukan buku dan perlahan tergerus zaman.

Pameran “Namaku Pram: Catatan dan Arsip" ingin mengajak untuk menyelami lebih dekat, kehidupan penulis besar tersebut. Ada kehidupan yang tidak terlihat di balik figur Pram. Hubungannya yang hangat dengan keluarga, barang-barang yang dimilikinya, hingga hasil-hasil kerja selain karya-karyanya yang dipublikasikan adalah beberapa tentang Pram yang jarang diketahui. Surat-surat dari keluarga di masa Penahanan Pulau Buru, memorabilia pribadi, catatan di Pulau Buru, dan naskah ensiklopedi yang belum sempat selesai adalah beberapa arsip yang dapat dilihat di pameran ini. 

Sebanyak 70-80 persen koleksi yang dipajang di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta tersebut merupakan milik keluarga Pramoedya Ananta Toer. 
Engel Tanzil, kurator pameran "Namaku Pram: Catatan dan Arsip" sekaligus pendiri Dia.Lo.Gue menuturkan pameran ini mencoba menghadirkan sosok Pramoedya dan juga kelanjutan dari pementasan teater Bunga Penutup Abad produksi Titimangsa Foundation.

"Saya ingin buat pameran ini seperti film. Saya ingin seperti sutradara film. Pram itu bukan dimuseumkan, tapi dihidupkan. Kamu bisa mendalami karakter seorang Pram, meriset, membaca tulisannya, mendengarkan interview, hingga caranya berbicara," ungkapnya.

Begitu masuk dalam ruang pameran, ada infografis perjalanan hidupnya yang tertera di dinding. Terpampang pula kutipan-kutipan dari Pram. "Jangan berlagak tidak mengerti, kalian cukup mengerti apa yang harus kalian lakukan. Lakukanlah yang terbaik untuk Indonesia dan untuk kalian sendiri. Kalian cukup pandai, kalian cukup punya keberanian, kalian cukup punya keahlian, mempersatukan semua angkatan muda. BERGERAK! Terus sampai tercapai tujuan dan selamat," begitu kutipan Pram.

Di bagian tengah, ada koleksi arsip karya Pram yang tersimpan dalam meja kaca. Ada juga koleksi buku Pram, di antaranya Hoa Kiau, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Keluarga Gerilja, dan Perburuan. Koleksi kliping berita dan tulisan tangan Pram di kertas semen juga disuguhkan. “Kertas semen itu bekas dari pembangunan di Pulau Buru. Itu semen-semen dari Filipina,” terang Engel.

Di meja kaca lainnya, ada naskah arsip Ensiklopedia Geografi Indonesia dan Ensiklopedi Citrawi Indonesia milik Pram yang belum usai. Arsip surat menyurat milik keluarga Pram ditampilkan, mulai dari Ananda Rita Ananta Toer, Ariana Ananta Toer, Tatiana Ananta Toer, dan Yudistira Ananta Toer. Yang menyita perhatian adalah Satu-satunya surat Pram ketika berada di masa tahanan di Pulau Buru kepada anak laki-lakinya, Yudistira.

Pameran ini dibagi ke dalam sembilan titik, yaitu Dinding Perjalanan Hidup, Ruang Catatan dan Arsip, Ruang Video, Dinding Memorabilia, Kamar Kerja Pram, Sketsa Bakar Sampah, Wajah Buku, Taman Kata-Kata, dan Renungan Buku.

‘Dinding Memorabilia’ memperlihatkan barang-barang pribadi Pram dan pemberian teman-teman atau mereka yang mengaguminya, antara lain lukisan ‘Nyai Ontosoroh’ karya Galam, 2002. Lukisan ‘Solilouy’ karya Enrico Soekarno, 2002, serta gambar Pram dari masa ke masa oleh Enrico Soekarno.