9 Tokoh Parlemen Berdedikasi

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 19 October 2016

Naskah: Imam Fathurrohman Foto: Edwin B./Dok. Pribadi

Jika negara ibarat samudera, maka parlemen adalah angin dan eksekutif menjadi perahu layarnya. Sebagai angin, parlemen menjadi indikator penting bagi lajunya perahu layar. Namun, apa jadinya jika angin enggan berembus?

 

Hari ini, Syariefuddin Hasan atau yang akrab disapa Syarief Hasan, tak menemukan embusan angin itu. Bahkan kalau jujur, menurutnya, perahu layar itu saat ini terlihat sangat tenang karena tak adanya angin. Alhasil, samudera pun sepi dari ombak, sehingga ia melihat tidak ada akselerasi percepatan menuju tepian.


“Hakikatnya, fungsi parlemen itu kan untuk check and balance. Kalau check and balance itu tidak maksimal, apa artinya? Jika jumlah dan volumenya proporsional, maka angin akan sangat membantu sebuah perahu untuk berlayar. Nah, hingga hari ini perahu itu sangat tenang karena anginnya enggak ada,” tuturnya kepada Men’s Obsession di kediamannya.


Tenangnya angin bukan berarti eksekutif ‘sukses’ meredam legislatif. Bahkan sejatinya, imbuh Syarief, tak boleh ada istilah ‘meredam’. Seharusnya yang muncul adalah prinsip bahwa check and balance haruslah berjalan dengan baik agar angin menimbulkan ombak yang secara positif mampu mendorong perahu ini lebih cepat sampai dengan selamat. Dan di sisi lain, eksekutif jangan pula berpikir bahwa angin yang akan datang itu adalah angin ribut yang dapat membuat perahu layar tenggelam.  


Komposisi kursi di parlemen saat ini membuat check and balance sulit terjadi. Jumlah kursi antara partai oposisi dan partai koalisi pemerintah terlalu jomplang, tak seimbang.


“Selama dua tahun ini saya malah melihat tidak ada angin. Kami pun dari Partai Demokrat dengan hanya 61 kursi di parlemen pusat menjadi tidak signifikan. Kami hanya merasakan adanya irama air, bukannya ombak. Hari ini, check and balance tidak maksimal,” tegas suami dari Ingrid Kansil itu.


Syarief kemudian membandingkan kondisi parlemen saat ini dengan parlemen di era pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono (SBY). Menurutnya, check and balance di sepanjang tahun 2004-2014 itu sangat kentara. Dinamikanya begitu terasa.


Namun dengan dinamika yang begitu tinggi, menurutnya, perahu pun berlayar baik sehingga sampai di tujuan dengan baik dan selamat. Sebaliknya, jika tidak ada feedback maka tidak akan ada improvement.

 
“Kita memberikan masukan kepada pemerintah bukan berarti kita tidak mendukung pemerintah. Sebaliknya, masukan itu adalah feedback yang juga merupakan solusi. Jadi bagi pemerintah, jika check and balance dapat dimaksimalkan maka akan sangat membantu,” ujar Syarief.