Oleh: -
Naskah : A. Rapiudin/berbagai sumber, Foto : Dok.MO
 
Alexander Graham Bell mungkin tidak menyangka bahwa alat komunikasi ciptaannya bakal mengubah peradaban manusia, jauh setelah ia meninggal. Penemuan telepon ternyata sangat berpengaruh terhadap kemajuan di berbagai bidang dan sendi-sendi kehidupan manusia. Padahal, pada awal menciptakan telepon, keinginan Bell sederhana saja, berharap temuannya akan berguna bagi masyarakat di sekitarnya.
 
Namun, seiring kemajuan dan perkembangan zaman, telepon kemudian mengalami berbagai modifikasi sehingga bentuknya menjadi lebih beragam dan praktis. Saat ini, kita mengenal yang namanya telepon seluler atau handphone atau telepon genggam. Sama seperti penggunaan telepon pada umumnya, telepon genggam juga diciptakan untuk memudahkan seseorang dalam berkomunikasi langsung dengan orang lain.
 
Kemajuan teknologi membuat telepon genggam tak lagi sekadar alat komunikasi langsung, tapi bisa difungsikan untuk kebutuhan lainnya. HP saat ini bisa digunakan untuk memotret, merekam video, main games, serta untuk internet. Karena beragam fungsinya itu, maka telepon genggam saat ini sudah seperti barang ‘wajib’ bagi semua orang demi kemudahan dan kenyaman dalam berkomunikasi. Hampir semua orang kini memiliki telepon genggam lantaran harganya yang relatif dijangkau.
 
Mungkin saja banyak yang  tidak tahu apa yang melatar belakangni Alexander Graham Bell menciptakan telepon. Alexander Graham Bell lahir di Edinburg, Skotlandia, 3 Maret 1847. Ia berasal dari keluarga yang sangat mementingkan pendidikan. Ayahnya seorang psikolog bernama Alexander Melville Bell.
 
Setelah menyelesaikan kuliahnya di University of Edinburg dan University College di London, Bell memutuskan menjadi asisten ayahnya. Dia membantu orang-orang yang cacat pendengaran untuk belajar berbicara dengan metode yang telah diterapkan oleh ayahnya, yaitu dengan memperhatikan posisi bibir dan lidah lawan bicara.

Saat tinggal di London , Bell sempat belajar tentang percobaan yang dilakukan oleh Herman Ludwig von Helmholtz, berupa tuning fork dan magnet yang bisa menghasilkan bunyi yang terdengar nyaring. Kemudian baru pada 1865 Bell mempelajari lebih mendalam tentang suara yang keluar dari mulut saat berbicara.

Bell kemudian memutuskan mengajar di Sarah Fuller, Boston yang merupakan sekolah khusus orang-orang tuli pada 1870. Ketika dirinya diangkat menjadi guru besar psikologi di Boston University pada 1873, Bell kemudian mengadakan suatu pertemuan khusus para guru yang menangani masalah murid-murid yang mengalami cacat pendengaran.