Jahja Setiaatmadja (Presiden Direktur BCA) Mengantar BCA Merajai Asia

Oleh: Iqbal Ramdani () - 31 July 2018

Petang itu, Jahja menyambut hangat Men’s Obsession di ruang Solitaire Menara BCA, Jakarta. Senyum kerap tersungging di bibirnya. Ia tampil necis dengan balutan jas hitam yang dihiasi dasi kupu-kupu, raut wajahnya segar, dan rambutnya ditata klimis, ditambah aksesoris cincin bermata hijau yang melingkar di jari manisnya. Kurang lebih selama tiga puluh menit Jahja berbagi hal menarik mulai dari strategi BCA di era digital hingga bagaimana bank berkode emiten BBCA tersebut menggaet generasi milenial.

 

Tak terasa BCA sudah berusia 61 tahun dan Bapak sendiri sudah mengabdi di BCA selama 28 tahun. Bisa diceritakan apa saja kiat sukses yang Bapak terapkan sehingga semua karyawan menuju satu visi misi target BCA?

Ya, kalau dibilang sukses, saya kira banyak orang yang lebih sukses dari saya, tetapi BCA secara konsisten menyiapkan dan memberikan strategi jangka panjang dan paparan kinerja bukan dengan internal saja, tetapi juga dengan media bahkan kalau ada acara public expose, kami siaran langsung ke segenap kantor wilayah sehingga paling tidak mengetahui arahan dari kantor pusat. Setahun sekali, kami juga mengadakan budget meeting di mana kami mengarahkan rencana jangka pendek dan panjang BCA, sehingga kami harapkan ini bisa menularkan dan memeratakan apa yang sudah di sampaikan ke tingkat pimpinan hingga ke bawah.

 

Kalau dilihat kilas balik, BCA telah mengalami berbagai macam dinamika situasi, termasuk krisis moneter. Bagaimana pandangan Bapak terhadap perekonomian Indonesia sampai akhir 2018?

Secara basic, perekonomian kita jauh lebih bagus dari pada tahun lalu. Meskipun bukan seperti tahun keemasan dulu 2012 hingga 2013. Namun ada beberapa hal yang berdampak global, nah ini tidak terelakkan. Misalnya, trade war antara China dengan Amerika. Kemudian mood Amerika yang
menaikkan terus suku bunga, di mana mau tidak mau kita harus ikut juga kalau tidak nanti bisa crush. Jadi tidak semua ‘positif’ untuk pergerakan ekonomi. Kami berharap, menjelang akhir tahun bisa lebih normalisasi, semua berjalan dengan lancar. Sehingga menyongsong tahun depan yang orang bilang
tahun politik, kita tidak perlu khawatir, tetap yakin semua berjalan sesuai dengan ekspektasi bersama.

 

Berarti optimistis target akhir tahun BCA akan tercapai? Namun, itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, tentunya ada berbagai kendala yang dihadapi. Lantas apa saja yang paling menantang di tahun ini? 

Sebenarnya yang harus kita amati tahun ini adalah stabilitas moneter dan yang paling penting dari kurs serta suku bunga karena bagaimanapun Indonesia tidak bisa terhindar dari pengaruh global. Kalau suku bunga naik dan kita terlambat sedikit saja mengikuti, kurs itu terancam. Kalau kurs terancam, bahayanya bahan bakar naik, seluruh harga pokok penjualan naik, ini namanya inflasi. Jika inflasi kita meningkat menjadi lima sampai enam persen, otomatis bunga tergolong naik. Itu dilematika yang harus kita hadapi.

 


BCA sendiri apakah sudah mempunyai sejumlah strategi?

Ya, dengan berbagai komoditas kami. Pemodalan kami baik, kredit kami juga baik, kinerja kami masih tumbuh di atas rata-rata industri. Namun, kami harus tetap memegang prinsip kehati-hatian. Itu yang harus kami jaga.

 


Dari berbagai produk dan solusi perbankan BCA, apa saja yang menjadi urat nadi bagi BCA?

Yang paling penting adalah giro dan tabungan karena merupakan basis BCA untuk melayani. Masyarakat ‘tergantung’ dengan keduanya. Payment system juga hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sehingga menjadi darah di tubuh BCA. Jadi, kami juga concern kepada e-payment maupun setoran tunai. Waktu lebaran kemarin, kami menyediakan dana sampai sekitar Rp45 triliun untuk kebutuhan selama dan setelah lebaran. Selesai lebaran, setoran tunai cukup besar sampai bertruk-truk kami bawa ke bank Indonesia untuk disetor kembali. Itu menunjukan meskipun pengguna kartu: Flazz, credit card, dan debit card sudah intens, tetapi masyarakat kita masih cash society.

 

Berarti bisa dibilang antara digital dan kebutuhan di sini sebenarnya masih on progress?

Jalan masih panjang untuk mengubah semua transaksi tunai ke digital.

 


Di usia sekarang, apakah Bapak melek digital? Saya ini generasi kolonial, tapi melek digital seperti kaum milenial.
Lantas bagaimana caranya berbaur dengan generasi milenial?

Kita harus selalu update. Misalnya sedang musim game online Candy Crush, ya kita harus belajar Candy Crush. Sekarang Toon Blast, kita belajar Toon Blast. Bukan untuk addicted, tapi just to know bagaimana mereka mengembangkan itu. Ada juga namanya instagram, facebook, dan lainnya. Kami coba get familiar, contohnya waktu berkunjung ke cabang, yang kami tanyakan ke teman-teman di sana bukan soal kerjaan, tapi get along with them, wefie dan selfie bareng, membuat suasana cair. Kami harapkan para pimpinan cabang dan wilayah juga bisa ikut serta sehingga berbaur dengan anak buah, supaya terjalin rasa kekeluargaan yang erat di antara mereka. Konsep itu harus terus kami kembangkan.

 

Apakah BCA sudah mempersiapkan produk untuk menggaet generasi milenial karena dalam jangka waktu 5 - 10 tahun ke depan mereka akan mendominasi?

Tentu, karena kalau Anda lihat kami memproses 22-27 juta transaksi perhari dan 97 persennya sudah digital, antara lain melalui ATM, internet banking, mobile banking, dan mobile apps. Meskipun di cabang transaksinya cuma 3 persen, tapi volumenya besar sekitar 40-57 persen. Oleh karena itu, kami tetap menambah kantor cabang meskipun jumlahnya tidak seperti dulu yang bisa mencapai 80-100 dalam setahun, sekarang sekitar 20-30 cabang sudah cukup. 

 

Bagaimana strategi BCA dalam ekspansi membuka cabang di luar negeri atau memang hanya fokus di dalam negeri saja?

Fokus saya tetap di dalam negeri karena masih banyak yang bisa kami eksplor dan melayani masyarakat Indonesia. Daripada kami coba invest di luar negeri, persaingannya pasti berat. Kalau di Indonesia kan, masyarakatnya sudah mengenal BCA jadi tidak perlu promosi lagi. Kami lebih baik menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

 

Lantas apa saja langkah sinergi dengan bank di luar negeri, melihat ada banyak tenaga kerja kita di sana?

Kami ambil contoh, ‘aliansi’ istilahnya. Kami berkolaborasi dengan bank-bank di luar negeri, mulai dari Korea, Jepang, Malaysia, Singapore, sampai negara-negara Timur Tengah dan juga bank lainnya yang mengurusi remittance.

 

Setelah meluncurkan kartu kredit bertanda gerakan pembayaran nasional (GPN) berteknologi chips April lalu, BCA siap menerima kartu lain yang berlogo GPN di sebagain besar ATM miliknya. Bagaimana strategi ke depan terhadap GPN ?

Ini adalah satu tambahan fitur untuk masyarakat yang hanya membutuhkan transaksi di Indonesia. Tapi untuk mereka
yang sering atau pernah ke luar negeri, mereka akan tetap memakai kartu lama karena bisa digunakan untuk bertransaksi di sana. Jadi, kami melayani sesuai kebutuhan nasabah. Butuhnya apa, ya kami berikan.

 


Bagaimana dengan strategi event yang dilakukan BCA, seperti Kafe BCA, Indonesian Knowledge Forum (IKF), dan BCA Expo?

Kalau Kafe BCA topiknya bermacammacam, lebih memberikan kesan bahwa BCA terbuka untuk semua lapisan dan tidak terpaku pada umur atau golongan tertentu. Kalau IKF diarahkan untuk memberikan tambahan pengetahuan kepada masyarakat. Tak kalah penting adalah BCA Expo yang biasa kami gelar menjelang HUT BCA, acara ini sangat dinanti-nantikan customer karena tahun ini BCA berusia 61 tahun, kami memberikan diskon 61 persen. Bisa jadi, tahun depan saat BCA berusia 62 tahun, diskonnya 62 persen. Sehingga beberapa teman yang mengatakan secara joke, kapan BCA berusia 100 tahun, jadi 100 persen diskonnya, hahaha.

 

Mengenai program CSR, tentunya BCA sangat peduli dalam hal ini. Salah satu program unggulan yang dibanggakan adalah Desa Wisata, boleh diceritakan?

Kalau kita bicara kebutuhan dolar yang paling mudah adalah mengembangkan potensi wisata dengan begitu turis datang untuk berbelanja, dolarnya langsung mengalir. Tidak usah repot-repot ekspor ke luar negeri. Nah berdasarkan filosofi itulah, kami mencoba kembangkan beberapa daerah yang ada potensi wisatanya, tetapi bukan hanya promosi orang datang, lalu bisa sukses. Masyarakat setempatnya pun juga harus dipersiapkan agar mereka sadar bagaimana menerima wisatawan, menjaga kebersihan, mengelola uang dan hasil dari penjualannya secara baik, serta mempromosikan kultur daerah tersebut.

 

Kalau datang sudah disodori para asongan, wisatawan langsung takut, kan?

Ini harus betul-betul di perhatikan.

 

Ada pelatihan dari BCA?

Ya, kami siapkan. Sudah kami coba terapkan kepada masyarakat dan cukup berhasil di beberapa tempat. Saya berharap pola ini bisa diikuti perusahaan lain yang juga memiliki visi yang sama. Mudahmudahan didukung oleh pemerintah agar lebih cepat berkembangnya.

 


Sejak 9 Juli lalu, BCA memperlakukan tenun ikat sebagai identitas seragam baru BCA. Bisa dipaparkan latar belakangnya?

Indonesia memiliki ragam kekayaan budaya. Salah satunya adalah tenun ikat yang sangat khas dan memesona. Kekayaan tenun ikat tersebut dihasilkan dari karya kreatif masyarakat yang diwariskan temurun dari generasi ke generasi. Maka, karya kreatif tersebut seharusnya diapresiasi dan dilestarikan. Melalui inisiatif memproduksi seragam BCA bermotif tenun ikat ini, BCA ingin mendorong terciptanya kebutuhan yang sifatnya massal terhadap tenun ikat sehingga masyarakat penenun memiliki kesempatan mengembangkan dan menerima manfaat dari kebutuhan massal tersebut. Kami berharap inisiatif ini dapat menggugah pelaku ekonomi dalam negeri untuk memanfaatkan nilai dan warisan kekayaan makna dari tenun ikat tersebut untuk memperkuat identitas Indonesia.  Model baru seragam BCA bermotif tenun ikat akan dikenakan karyawan BCA demi memperkuat identitas nasional BCA di lebih dari 1.200 kantor cabang BCA di seluruh Indonesia. Pada seragam itu ada makna filosofisnya. Karyawan harus bangga ketika mengenakannya. Mereka harus tahu latar belakang dari seragam tersebut. Sehingga mendorong rasa loyalitas, dedikasi, dan sense of belonging kepada perusahaan.

 

 

Seperti apakah kaderisasi yang Bapak lakukan di perusahaan untuk mempersiapkan generasi muda menjadi pemimpin?

Bukan hanya milenial saja yang harus kami perhatikan, tapi yang sudah cukup umur. Kemudian jenis pekerjaan, perubahan dari manual ke otomatis. Itu kan butuh suatu transformasi. Kami memiliki progam pelatihan untuk membangun mental karyawan agar bisa berubah. Kalau dulu hanya administrative support manager, nantinya itu akan lebih kepada bagaimana mereka bisa mendukung ujung tombak dari karyawan yang melayani langsung nasabah. Untuk generasi milenial sendiri perlu dimotivasi agar lebih kreatif dan inovatif. Mereka merupakan pengguna teknologi tinggi, maka penerapan sistem pelatihan teknologi tinggi menjadi andalan. Beberapa metode yang diterapkan seperti e-learning, mobile learning, menggunakan sarana gamification, video atau bahkan youtube. Berbagai program tersebut diimbangi upaya BCA dalam membangun work-life balance untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas karyawan.

 


Dengan adanya digitalisasi, apakah ke depan akan ada pengurangan karyawan?

Sementara ini, kami tidak melihat ke arah itu, namun lebih mempersiapkan karyawan bermental kuat dan mampu berubah. Kalau mereka tidak mau berubah, mereka bisa terkena penyederhanaan karena kami yakin jumlah transaksi terus naik, jadi kebutuhan itu tetap ada sebenarnya untuk pelayanan masyarakat. Meskipun kemajuan teknologi yang menuntut semua serba otomatis, tapi tetap relationships terus berkembang.

 

 

Boleh dikatakan pendekatan secara pribadi itu tetap menjadi hal penting?

Harus! Nanti per wilayah, cabang mesti mensosialisasikan hal-hal ini.

 

Di tengah zaman yang serba harus ada uang, menurut Bapak pemikiran financial freedom itu bagaimana supaya bisa kita terapkan?

Prinsip financial freedom itu back to ourself. Puas tidak puas, tergantung diri kita. Namanya manusia instingnya tidak pernah puas. Selalu merasa kurang atau melihat ke atas terus. Nah, itu menyebabkan bukan financial freedom lagi, tetapi dijajah oleh uang atau keinginan. Untuk itu kita harus bisa me-manage diri kita sendiri. Cukup adalah cukup. Jadi, orang gaji kecil, gaji menengah, dan gaji besar, sebenarnya tidak pernah cukup. Sehingga sangat penting selalu mensyukuri apa saja yang telah kita peroleh.

 


Mengenai peran perempuan, di mana perempuan menjadi decision maker di keluarga. Apakah BCA juga menaruh perhatian terhadap posisi wanita di sini?

Kalau kita lihat, misalnya di cabangcabang pembantu, itu lebih banyak karyawan wanita. Bahkan di kantor pusat pun, direksi kami dari total dua belas, tiga di antaranya adalah wanita. Ada Ibu Inawaty Handoyo, Ibu Lianawaty Suwono, dan Ibu Vera Eve Lim. Kepercayaan ini BCA berikan karena memang mereka sangat mampu. Jadi, tidak ada perbedaan gender.