Search:
Email:     Password:        
 





Bapak Intelijen Indonesia

By Rapiudin (Editor) - 01 December 2013 | telah dibaca 5094 kali

Naskah : A. Rapiudin/berbagai sumber  Foto : Dok

Aksi penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia kepada Indonesia seolah menyentil dunia intelijen Indonesia. Banyak orang bertanya-tanya mengapa intelijen Indonesia seperti tidak mengetahui ihwal penyadapan tersebut. Padahal, dunia intelijen Indonesia sudah dibentuk cukup lama, seiring revolusi kemerdekaan Republik Indonesia.

Bicara intelijen Indonesia sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari sosok Kolonel Zulkifli Lubis. Dia lah peletak dasar pondasi dunia intelijen di Tanah Air. Dalam situs www.bin.go.id disebutkan ; “Kolonel Zulkifli Lubis ditunjuk memimpin lembaga ini bersama sekitar 40 mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang menjadi penyelidik militer khusus. Personel-personel Intelijen pada lembaga ini merupakan lulusan Sekolah Intelijen Militer Nakano, yang didirikan pendudukan Jepang pada tahun 1943”.

Kemudian pada awal revolusi 1945, Zulkifli membentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (BERANI). Ini adalah badan intelijen yang pertama dalam struktur Tentara Nasional Indonesia. Saat itu, pria kelahiran Banda Aceh, 26 Desember 1923 diamanahi tugas sebagai komandannya. Langkahnya membentuk BERANI plus sebagai komandan pertama, membuatnya dijuluki “Bapak Intelijen Indonesia”.

Kiprah Zulkifli di dunia intelijen dimulai ketika ia mengikuti pendidikan intelijen pada awal 1943 di Seinan Dojo, yang berada di bawah Markas Besar Intelijen Jepang. Pada awal 1944, Zulkifli ke Malaya bersama komandan Seinan Daijo.

Ketika pemberontakan PETA meletus di Blitar, Februari 1945, Zulkifli Lubis yang pada waktu mengikuti pendidikan PETA di Bogor satu kamar dengan Suprijadi (pemimpin PETA), dipanggil berkali-kali oleh kompetei. Selanjutnya, Zulkifli terbang ke Singapura menggunakan pesawat pemburu menemui perwira Jepang Mayor Ogi. Keduanya melapor kepada komandan tentara Jepang untuk wilayah Asia Tenggara di Singapura. Di negeri jiran itu Zulkifli diperkenalkan dengan Fujiwara Kikan (Badan Rahasia Jepang untuk Asia Tenggara).

Pengalaman Zulkifli dalam bidang intelijen saat pendudukan Jepang sangat berguna ketika membentuk badan intelijen di awal pembentukan tentara pasca kemerdekaan. Hal itu bisa dilihat dengan lahirnya BERANI.

Pasca agresi militer Belanda kedua, Zulkifli dipindahkan ke Kementerian Pertahanan menjadi kepala Intelijen Kementerian Pertahanan. Badan ini berada di bawah Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Kepala Staf Kolonel TB Simatupang. Yoga Sugomo dan Sutopo Yuwono yang kemudian menjadi Kepala Badan Koordinasi Intelijen (KaBakin) ikut bersama Zulkifli di badan tersebut. Keduanya dapat dikatakan sebagai anak didik Zulkifli

Ada satu peristiwa dramatik yang dihadapi Zulkifli pada 17 Oktober 1952, dimana saat itu sepasukan tentara mendatangi Istana Negara, Jakarta dan menuntut dibubarkannya DPR. Waktu itu, Mayor Kemal Idris mengarahkan moncong meriam ke istana. Melihat peristiwa ini, Zulkifli yang dikenal loyal terhadap presiden menyusupkan orang-orangnya hingga yel-yel yang dilontarkan bukan lagi “bubarkan DPR”, tetapi berubah menjadi “Hidup Bung Karno.

Pasca peristiwa 17 Oktober 1952, Jenderal Abdul Haris Nasution dicopot sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan digantikan Kolonel Bambang Sugeng, yang kemudian diganti lagi oleh Kolonel Bambang Utoyo. Namun, para petinggi militer di Markas Besar Angkatan Darat kurang bisa menerima keberadaan dua orang tersebut sebagai KSAD, hingga akhirnya pada 1956, Nasution kembali diangkat menjadi KSAD. Hal ini menimbulkan situasi yang tidak kondusif.

Dalam situasi yang tidak kondusif inilah terjadi aksi penggranatan terhadap Presiden Soekarno di Cikini, Jakarta, yang dilakukan oleh Ismail. Sebagai Wakil KSAD yang lama berkecimpung di dunia intelijen, Zulkifli kenal dengan gerakan bawah tanah yang dilakukan kelompok Islam garis keras, termasuk Ismail yang kemudian diadili dan dihukum mati.

Peristiwa Cikini berdampak kepada Zulkifli. Ia dituduh ikut berkonspirasi dalam gerakan bawah tanah dalam peristiwa tersebut. Untuk menghindari penangkapan terhadap dirinya, Zulkifli kemudian pergi ke Palembang, Sumatera Selatan terus ke Padang, Sumatera Barat. Di daerah ini, ia bergabung dengan Letnan Kolonel Ahmad Husein dari Dewan Banteng, Kolonel Mauludin Simbolon dari Dewan Gajah, dan Letnan Kolonel Vance Samuel dari Dewan Mahuni, termasuk pemimpin politik seperti Muhammad Natsir, Syafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap, dan Sumitro Joyohadikusumo ke dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Di PRRI, Zulkifli bukan duduk sebagai komando militer, tetapi koordinator militer yang lebih banyak berperan di bidang koordinasi dan informasi. Setelah pemberontakan PRRI ditumpas oleh Nasution, kemudian diumumkan amnesti dan abolisi. Namun, Zulkifli bersama Mauludin Simbolon, Nawawi, Ahmad Husein, justru tetap ditahan dan baru dibebaskan setelah Orde Baru berkuasa.

* Artikel ini dimuat di majalah Mens Obsession, edisi 119, Desember 2013


Add to Flipboard Magazine.

Tulis Komentar:


Anda harus login sebagai member untuk bisa memberikan komentar.

                         
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250