Search:
Email:     Password:        
 





Hotelier

By Iqbal Ramdani () - 19 December 2018 | telah dibaca 3477 kali

Sutan Aulia Masjhoerdin, Meniti Karier Dari Bawah

Naskah: S.H. Albari Foto: Sutanto

Ditakdirkan sebagai General Manager (GM) disebuah hotel berbintang adalah impian Sutan Aulia Masjhoerdin sejak kecil. Tak ada yang menyangka karena ketekunan dan kesabarannya dalam bekerja di dunia perhotelan, seiring berjalannya waktu, ia sudah menggenggam jabatan GM di Aston Priority Simatupang Hotel & Conference Center.

 

Jabatan itu bukan hanya sekedar isapan jempol. Namun, ia buktikan dengan pola pikir baru dan kerja nyata. Terbukti, Hotel Aston kini bisa meraih pendapatan tertinggi di antara kompetitornya di sepanjang jalan Simatupang, Jakarta Selatan. ‘Puji syukur Alhamdulillah’ adalah kalimat pertama yang dilontarkan Aulia untuk menandakan rasa terima kasihnya kepada Tuhan atas posisinya saat ini. Ketika ditemui Men’s Obsession di wilayah kerjanya, Aulia terlihat sangat sibuk melakukan pengecekan di lobi hotel. Ia seolah ingin memastikan semua pelayanan untuk semua tamu bisa berjalan lancar, mengingat kondisinya hujan lebat. Ia tidak ingin tamunya merasa tidak nyaman karena percikan air hujan bisa menyebabkan lantai hotel menjadi licin. Baginya, keselamatan dan kenyamanan para tamu adalah prioritas utama yang harus dijaga karena kepuasanlah yang pada akhirnya membuat mereka kembali.

 

Ilmu manajemen dalam mengelola hotel perlahan sudah ia pelajari saat Aulia bekerja sebagai seorang cleaner hotel dan juga waiter di Australia. Ya, pria berdarah Padang ini memang lahir dan dibesarkan orang tua di Negeri Kanguru. Meski lahir di negara maju, bukan berarti hidup Aulia serba mewah. Ia hidup bersama orang tuanya yang bekerja di kantor KBRI Australia. Namun, saat ia berusia 16 tahun ayahnya meninggal. Karenanya, untuk bisa hidup mandiri, ia harus bekerja sebagai seorang waiter di sebuah resto di Kota Canberra. Aktivitas itu dilakukan sejak sekolah SMA sampai selesai kuliah.

 

Ia mengambil jurusan manajemen dan perhotelan. “Pas saya sudah selesai kuliah, saya pergi ke Sydney. Saya sempat bekerja di Pizza Hut. Jabatan terakhir saya dulu sampai asisten manajer, tetapi saya merasakan lama-lama ko begini-begini saja kaya ada rasa bosan. Akhirnya, saya diminta balik ke Jakarta untuk bekerja di Indonesia,” ujar Aulia mengawali kisah perjalanannya membangun karier di Ibu Kota Jakarta. Di Jakarta, Aulia mengawali kariernya dengan bekerja di Hotel Sahid Jaya pada tahun 90-an dengan menjabat sebagai sales khusus embassy.

 

Hal ini tidak terlepas karena kemampuan bahasa Inggris yang dimilikinya. Dengan gayanya simpel dan enerjik, pria yang hobi dunia otomotif ini memang pandai berkomunikasi. Salah satu alasan yang buat dirinya betah di perhotelan adalah senang bertemu banyak orang dengan beragam karakter. Untuk itu, kemampuan bahasa menjadi syarat utama dalam berkomunikasi. Sebelum akhirnya bekerja di Aston, Aulia sempat bekerja juga di perusahaan bidang logistic dan security, seperti TNT, UPS dan Securicor dibagian Corporate Sales dan Business Development. Pada 2002, Aulia mulai bekerja di Aston Sudirman. Selama enam bulan pertama, ia langsung diangkat sebagai Asisten Direktur Sales. Lalu pada 2004 naik lagi menjadi Direktur Sales di Aston Rasuna. Karena kinerjanya bagus, cita-citanya sebagai general manager akhirnya terwujud. 

 

Ia dipercaya sebagai GM Aston Rasuna pada 2008. Kemudian, dipindah sebagai GM di Aston Simatupang pada 2016. Baginya, jabatan GM tidak ada artinya jika tidak ada team work yang solid dari semua jajaran karyawan hotel. “Semua punya peran dan andil dalam posisi saya saat ini,” ujarnya. Aulia mengungkapkan strategi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan adalah pelayanan serta inovasi. Ilmunya sebagai seorang sales tidak hanya berhenti pada kemampuannya menarik orang untuk menginap atau mengadakan kegiatan di hotel, tapi lebih dari itu, seorang sales harus bisa maintain kliennya sehingga orang merasa puas dan ingin kembali ke Aston. Semua karyawan juga diminta harus memiliki jiwa sales dengan memberikan pelayanan yang baik. Upaya itu rupanya cukup berhasil, di bawah kendali Aulia, opportunities Aston Simatupang untuk bisa berkembang maju yang awalnya hanya diprediksi mencapai 30-40 persen, kini ia berani mengatakan sudah mencapai angka 97 persen.

 

Meski hotel kini sudah banyak menjamur di Jakarta, Aulia tidak pernah merasa khawatir. Justru ia semakin tertantang untuk membuat Aston Simantupang semakin leading. Berbagai inovasi pun dilakukan. Utamanya dalam segi keamanan atau security. Aston juga tidak hanya fokus pada penginapan kamar hotel. Namun, hotel berbintang empat ini juga sudah menyediakan 12 ruang meeting dan ballroom. Diakui Aston Simatupang kuat dalam sisi penyewaan ruang meeting dan ballroom. 

 

Ke depan, ia berencana menambah lagi berbagi fasilitas pendukung agar Aston semakin kokoh berdiri. Di balik kesuksesannya itu, Aulia sangat terbuka kepada seluruh karyawan dengan memberikan kesempatan agar mau belajar menjadi lebih baik. Semua katanya, punya peluang untuk bisa naik ke posisi lebih tinggi asal ada tekad dan semangat yang kuat. Upaya itu dilakukan salah satunya dengan memberikan pendidikan bahasa Inggris secara gratis kepada seluruh karyawan. Seperti yang disampaikan di awal, bekerja di hotel kemampuan bahasa menjadi modal utama bagi karyawan. “Prinsipnya saya ingin maju bersama-sama. Seperti yang saya bilang kita ini team work. Kalau perusahan maju yang merasakan untungnya bukan hanya saya, tapi semua. Begitu juga kalau rugi, kita semua kena,” tandasnya.

 

Yang menarik dari seorang Aulia adalah ketika impiannya saat kecil menjadi seorang GM di hotel berbintang kini sudah terwujud, ternyata pria yang hobi traveling ini juga dalam benak hati masih tersimpan cita-cita yang belum terwujud, yakni ingin membangun hotel di Kota Padang tempat orang tuanya dilahirkan. Ia sendiri sebagai pemiliknya. Dengan segudang pengalaman dan prestasi yang sudah dicapai, ia sangat yakin impian membangun hotel akan terwujud.

IB Santoso, CHA, Treat A Guest Like A Friend!

Naskah: Suci YulianitaFoto: Sutanto/ Dok Pribadi

Malang melintang di industri hospitality puluhan tahun lamanya, IB Santoso tak pernah berhenti belajar. Meski kini sudah menjabat pucuk pimpinan di sebuah hotel chain international, semangat belajarnya tak pernah pudar. Justru baginya, posisi General Manager adalah sebuah jabatan strategis untuk dirinya mempelajari hal baru. Dan perkembangan teknologi yang berbasis digital, kini menjadi ilmu baru baginya yang sedang dipelajari dan diterapkan di Hotel tempatnya memimpin.

 

Sosoknya sederhana dan humble. Sama sekali tak ada kesan bossy. Sebaliknya, ia tampak sangat hangat dan bersahabat. Ceritacerita ringan yang diselingi candaan mengalir dari bibirnya. Mengenakan kemeja santai biru bertuliskan motor gede kesayangannya, ‘Harley Davidson’ ia tampak terlihat santai bak anak muda masa kini, belum lagi tatanan rambutnya yang gaya. Semuanya jauh dari kesan seorang pemimpin yang ‘menakutkan’. Ya, begitulah kesehariannya. Ia adalah sosok pemimpin yang sangat ramah dan merangkul seluruh karyawannya. Dari perbincangannya dengan tim Men’s Obsession berdurasi kurang lebih 45 menit, ia bercerita banyak bagaimana ia memimpin Hotel Best Western Premier The Hive (BWPTH) Cawang ini mulai dari strategistrategi dalam rangka meningkatkan revenue, pendekatan pada tamu, hingga seperti apa ia memimpin seluruh timnya yang selalu ia sebut dengan istilah ‘anak-anak saya’ ini.

 

Tepatnya memimpin dengan penuh nilainilai kemanusiaan. Ia ingin seluruh timnya bisa sejahtera, tidak ada kesenjangan yang besar antara pimpinan dan bawahan, ia ingin semua bisa merasakan kenyamanan yang merata. Ia juga selalu berusaha menciptakan suasana kerja yang menyenangkan. Pemimpin yang akrab disapa Pak IB ini juga tak pelit membagi ilmu, ia selalu memberikan pelatihan dan training yang bermanfaat pada timnya. Menjabat General Manager Hotel BWPTH Cawang sejak 2016, sudah banyak hal yang ditorehkan IB Santoso, antara lain ia berhasil meningkatkan revenue, serta mempersiapkan hotel yang terletak di Jalan DI Panjaitan Kav. 3-4 Cipinang, Jakarta Timur ini hadir dengan wajah baru, yakni more digital dengan inovasi-inovasi baru.

 

Karena keberhasilannya memimpin Hotel BWPTH Cawang ini, ia juga dipercaya memimpin Hotel Best Western Premier La Grande Bandung sekaligus. “Saya bentuk Digital Department. Nah, ini tugasnya bagaimana menjual produk secara digital. Bagaimana tamu yang tadinya booking melalui Online Travel Agent (OTA) kini bisa langsung ke kita tanpa pihak ketiga lagi. Ini yang sedang kita kembangkan. Saya sedang training anak-anak saya untuk terus bermain digital, memanfaatkan ecommerce. Lalu yang kedua bagaimana mempermudah orang untuk booking dengan pembayaran yang cashless, kita bekerja sama dengan beberapa operator cashless. 

 

Kemudian, kita juga akan kembangkan check in berbasis scan barcode. Jadi, tamu datang tinggal tanda tangan tanpa potokopi ID atau paspor untuk tamu asing. Kita akan kembangkan sebuah sistem, ini semua akan berjalan pada 2019 mendatang,” terang ayah tiga anak ini. Selain digitalisasi, Pak IB juga mengutamakan pelayanan hospitality yang maksimal pada tamu. Antara lain, bagaimana memaintain tamu dengan baik melalui slogan ‘treat a guest like a friend’, dan bagaimana memposisikan diri dan timnya sebagai seorang tamu, bukan sebagai seorang hotelier. Bahkan Pak IB sendiri tak pernah sungkan untuk turun langsung menemui tamu. “Kalau kita menganggap tamu seperti Raja kan kadang merasa nggak nyaman, tapi kalau guest is a friends, anak-anak merasa lebih nyaman. Misalnya ini, kita jamu siapapun tamu, dengan minuman dan cookies untuk mereka free yang bisa dinikmati di lobi. Kalau kita bicara bisnis mungkin rugi, tapi kalau kita bicara teman, ya itu sebagai jamuan kita kepada teman,” ungkap penghobi touring dengan ‘moge’ ini.

 

Ada yang menarik dari kisah hidup IB Santoso. Ia sangat percaya bahwa apa yang dicapainya kini adalah berkat campur tangan Allah SWT, Tuhan semesta alam. Ketika ditanya apa kunci suksesnya hingga kariernya terus meningkat di industri hospitality, dari seorang staff hingga menjabat General Manager pada usia 32 tahun, jawabannya sungguh sederhana. “Bersyukur atas nikmat Tuhan dan positive thinking Kalau kita bersyukur maka Tuhan akan menambah nikmatNya. Kedua tanamkan saja di diri Anda, Anda mau jadi apa, jadi nanti biarkan tangan Tuhan yang bekerja,” ujarnya

Irma Riesan, Perjuangan Keras Berbuah Manis

Naskah: Iqbal R. Foto: Sutanto

Memulai karir dari bawah sebagai kasir di sebuah restoran hotel, Irma Riesan terus berkembang hingga dipercaya menjadi Resident Manager di sebuah hotel bintang empat Novotel Hotel.

 

Hal itu tidak datang begitu saja, tetapi berkat perjuangan keras yang ia mulai dari nol. Ia juga mengaku banyak belajar dan berkembang di front office. Sebelum menjabat sebagai Resident Manager di Accor, Irma sudah memulai karirnya sebagai front office manager pada 2005 di Novotel Surabaya hingga menjadi Residen Manager. “Kebetulan setelah kemarin menyelesaikan di hotel sebelumnya, saya diberi assessment dari kantor pusat untuk di Novotel Tangerang, saya langsung bilang yes karena Novotel Tangerang itu icon-nya Tangerang, satu-satunya hotel besar internasional yang ada di Tangerang, waktu opening hotel ini, saya tahu hotelnya bagus, produknya bagus, pelayanannya juga bagus. Jadi, ketika saya mendapat assessment untuk di Novotel Tangerang sudah pasti saya bilang yes karena ini merupakan asetnya kota Tangerang sekaligus asetnya Accor Indonesia juga,” ungkapnya saat ditemui Men’s Obsession belum lama ini.

 

Dekatnya kota Tangerang dengan bandara internasional sebagai pintu gerbang dunia membuat kota ini terus menata diri menjadi kota potensial. Maka dari itu, Irma menjadikan kesempatan itu untuk terus memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pengunjung hotel. “Karena Novotel itu di desain sedemikian rupa sehingga untuk memenuhi permintaan masyarakat dari kalangan manapun, baik untuk bussinesman, keluarga, hingga leisure, keuntungan ini semua ada dalam satu tempat sehingga banyak menarik customer, baik dari Tangerang, Banten sendiri, bahkan dari luar kota. Apalagi dengan nama Novotel internasional, orang yang traveling ke Tangerang langsung memilih kami karena meraka sudah tahu nama Novotel secara internasional,” tuturnya. 

 

Mengingat banyaknya hotel di Tangerang bukan menjadi masalah buat dirinya, bagi Irma hal itu adalah sebagai pertanda baik untuk ekonomi Indonesia, ekonomi Tangerang dan ekonomi Banten yang terus berkembang. Meski begitu, hal itu juga menjadi tantangan tersendiri karena Novotel adalah hotel yang lebih dulu berdiri di Tangerang. Maka dengan kehadiran hotelhotel baru, ia mengaku akan lebih memacu untuk lebih berprestasi agar lebih baik lagi. “Yang pasti kami harus mengutamakan produk dan layanan, kalau di cek Trip Advisor, kami nomor satu se-Tangerang dan kami bertahan sekian lama di ranking 1. Jadi, dengan produk dan service yang kami punya, kami selalu berusaha untuk meningkat produk dan layanan kami. Di hotel, service selalu menjadi prioritas yang harus kami tingkatkan, bahwa tamu adalah prioritas setiap orang yang bekerja di Novotel Tangerang,” tegasnya. 

 

Kehadiran hotel bernuansa Islami atau yang dikenal dengan hotel syariah mulai banyak dilirik masyarakat, Irma mengaku bukanlah masalah karena hal itu juga akan memberikan keuntungan, tak hanya untuk hotel syariah saja, tetapi ke seluruh dunia perhotelan. “Saya melihatnya ke arah market middle east bahwa setelah market China, saya melihat bahwa Kementerian Pariwisata itu berusaha untuk menarik market middle east dan juga idea, kita bukan nomor satu buat mereka, Malaysia yang jadi tujuan nomor satu karena di Malaysia sudah pasti tourism-nya halal, saya pikir dengan adanya hotel syariah itu menunjukan image bahwa Indonesia pun punya tourism halal dan itu otomatis akan menarik minat middle east,” pungkas perempuan ramah itu.

Satrio Sulistiono, Kepuasan Untuk Melayani Adalah Kebanggaan Kami

Naskah: Subhan Husaen Albari Foto: Sutanto

Menjadi koki adalah Impian Satrio Sulistiono sejak kecil, pria asal Jakarta 1972 ini ternyata mewarisi bakat ibunya yang pernah menjadi sekretaris eksekutif chef di Hotel Ambarukmo Plaza, Yogyakarta pada 1965. Lama bergelut dalam dunia memasak dan perhotelan, Satrio kini sukses mencapai impiannya menjadi executive chef di Swiss Belhotel Mangga Besar, Jakarta Barat. Jabatan tertinggi dalam dunia koki diraih penuh dengan lika-liku dan tantangan, tetapi ia mampu menjaga tanggung jawabnya dengan baik.

 

Kurang lebih 23 tahun lalu, Satrio mencoba keberuntungan menekuni dunia memasak. Kariernya dimulai dari seorang pembantu koki atau cook helper di sebuah restoran yang berada di Pintu Satu Senayan. Tidak lama karena tempat kerjanya terbakar, Satrio muda melanjutkan kerjanya di Hotel Sheraton Bandara Internasional Sukarno-Hattta sebagai opening team. Ia bahkan sempat dipindah di Hotel Sheraton Inn Timika, Papua. Pekerjaan yang dipegang perlahan naik, dari hanya memotong-motong bahan makanan, di Sheraton Timika Satrio sudah menjadi koki. 

 

Alumni Sekokah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta ini kemudian melanjutkan kariernya ke Jakarta di sebuah restoran di Pasar Raya, Blok M sebagai chef de partie. Singkat cerita, ia juga sempat tiga kali bolak balik bekerja di Dubai, salah satunya di Hotel Madinat Jumeirah. Selama empat tahun di negeri orang dengan segudang pengalaman, Satrio kembali ke Indonesia dan mengawali kariernya sebagai executive chef di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta, lalu balik lagi ke Jakarta di Hotel Grand Kemang pada 2015, dan Borobudur. Terakhir, ia kini memantapkan kariernya sebagai eksekutif chef di Swiss Belhotel Mangga Besar, 2017 lalu. 

 

Kepada Mens Obsession, Satrio mengungkap banyak alasan mengapa dirinya begitu mencintai pekerjaannya. Bagi ayah tiga anak ini menjadi seorang chef menyenangkan di samping kepuasan apabila masakannya disukai banyak orang, chef juga selalu dituntut untuk bisa mengkreasikan dan menciptakan makanan yang setiap saat terus berkembang. Karenanya, ia tak pernah berhenti belajar agar kemampuannya terus meningkat. “Tak kalah penting, mengasah pola pikir kreatif sehingga bisa membuat berbagai masakan dengan bahan-bahan yang ada,” tegasnya. Itulah yang kini juga dilakoni Satrio saat memegang kendali koki di Swiss Belhotel Mangga Besar.

 

“Awalnya basic saya membuat makanan western, seperti hamburger, piza, dan beberapa makanan Itali. Namun, belakangan di sini kami juga dituntut untuk bisa memasak makanan khas Asia dan tradisional Indonesia. Yang terkenal dari kami adalah gurame goreng, sop buntut dengan tiga variasi: goreng, bakar, dan original. Ada pula ayam bakar taliwang.  Kami juga setiap bulan selalu ada promo masakan baru, seperti saat ini mie tarik,” Satrio memaparkan.  Membawahi 35 staf bukanlah pekerjaan yang mudah. Di Swiss Belhotel ini, Satrio harus bisa memastikan kualitas makanan benar-benar terjaga. Di tengah persaingan hotel yang kian pesat, kualitas pelayanan menjadi hal penting yang terus ia perhatikan. Filosofi hidupnya dalam bekerja adalah berani, bersikap jujur, dan pantang menyerah.



Add to Flipboard Magazine.
Komentar:

                       
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250