Tough Company

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 17 May 2014

Naskah: Sahrudi, Foto: Istimewa

Bukti bahwa PT Kimia Farma (Persero), Tbk sebagai perusahaan yang tangguh kembali diperlihatkan lagi di triwulan  pertama tahun 2015. Betapa tidak, perusahaan itu meraih penjualan Rp1,01 triliun per Maret 2015, atau naik 16,49 persen dari posisi penjualan sebesar Rp867,02 miliar di kuartal I -2014. Hal ini membuat laba bersih naik menjadi Rp43,9 miliar di kuartal I-2015, dari posisi laba bersih sebesar Rp23,36 miliar di kuartal I-2014.

Moncernya kinerja perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi terbesar ini, tentu tak lepas dari etos kerja para pelaku korporasi di dalamnya. Sehingga pertumbuhan penjualan produk Kimia Farma melesat cepat.

“Pertumbuhan penjualan ini didorong oleh kenaikan penjualan obat etikal sebesar 39% dan penjualan bahan baku yodium, kina serta minyak nabati sebesar 79,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” jelas Direktur Keuangan Kimia Farma, Farida Astuti.


Selain dari sisi penjualan, kenaikan tersebut juga dihasilkan dari pendapatan di luar operasional yakni perolehan dividen dan bunga. “Itu juga  turut mendongkrak perolehan laba bersih pada tiga bulan pertama tahun ini dimana pada kuartal pertama tahun ini, laba bersih perseroan melonjak menjadi RP 43,9 miliar dari periode yang sama sebelumnya Rp 23,36 miliar atau meningkat sebesar 87,88%,” paparnya.


Soal target akhir tahun, Farida mengakui kalau Perseroan menargetkan pertumbuhan penjualan naik sebesar 16 persen menjadi Rp5,38 triliun, sedangkan laba bersih Perseroan diupayakan mengalami pertumbuhan sebesar 8 persen menjadi Rp 236,5 miliar.


Kekuatan yang dimiliki Kimia Farma saat ini ternyata juga terletak pada diversifikasi usaha korporasi dengan membangun sejumlah gerai apotek dan klinik  bahkan rumah sakit.  Menyinggung hal ini, Farida menjelaskan bahwa prospek bisnis di sektor apotek masih bagus meskipun secara pasar apotek masih tumbuh sekitar 0,65% pada Triwulan I Tahun 2015. “Demikian juga di klinik karena adanya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) maka prospek bisnis klinik cukup menjanjikan” katanya.


Hingga Triwulan I 2015 ini Perseroan telah memiliki lebih dari 650 outlet apotek dan lebih dari 250 klinik. “Kami menargetkan untuk pembangunan apotek dan klinik kesehatan pada tahun 2018 mendatang bisa  memiliki 1.000 apotek dan klinik,” Farida menambahkan. Bahkan saat ini Perseroan telah memiliki 1 (satu) outlet di Malaysia dan akan melakukan pengembangan dengan membuka outlet apotek kerja sama dengan mitra global di Malaysia.


Tak cukup apotek dan klinik, Kimia Farma juga mencoba menjajaki pembangunan Rumah Sakit  yang saat ini  baru dalam taraf memasuki pembahasan kontrak. “Tujuan Perseroan mendirikan Rumah Sakit ini sebenarnya adalah untuk penyelarasan dengan bisnis perusahaan yang bergerak dari hulu hingga ke hilir serta menangkap peluang dengan adanya implementasi program pemerintah yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan,”   Farida menjelaskan.

Diversifikasi dengan Memaksimalkan Aset
Banyak yang terkejut ketika kali pertama diumumkan bahwa Kimia Farma akan membangun sejumlah hotel. Apakah perusahaan farmasi ini sudah beralih menjadi perusahaan properti ? “Begini, sebenarnya Perseroan bukan ikut melakukan bisnis properti, melainkan hanya memaksimalkan aset-aset yang ada , yang dikerjasamakan dengan perusahaan properti,” beber Farida Astuti.


Mengingat Kimia Farma tidak punya pengalaman di bidang properti, maka untuk mengawali bisnis ini Perseroan menggandeng mitra bisnis yang berpengalaman di bidang properti dengan pola Build Operate Transfer (BOT).
Saat ini, Perseroan sedang  fokus untuk dapat merealisasikan pembangunan tiga hotel dan rumah sakit di tahun 2015 ini dengan pola Build Operate Transfer (BOT) bekerja sama dengan mitra bisnis yang berpengalaman di bidang bisnis perhotelan dan rumah sakit.


Soal apakah perseroan menggandeng mitra swasta yang dinilai cukup berpengalaman dalam mengelola properti, diakui Farida pihaknya sudah menawarkan kerja sama dengan prioritas perusahaan properti BUMN, kemudian baru pihak swasta.


Kalaupun pihak swasta yang dilibatkan sebagai mitra, lanjut Farida, tentunya diupayakan yang memiliki pengalaman dan modal untuk mengelola bisnis properti.

 

Tentang Kimia Farma

Perusahaan ini merupakan perusahaan farmasi pertama di Indonesia yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada 1817. Beberapa nama Perusahaan Belanda yang digabungkan adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co.

 

(Jakarta), NV Pharmaceutische Handle Svereneging J. Van Gorkom & Co. (Jakarta), NV Bandungsche Kinine Fabriek (Bandung) serta NV Jodium Onderneming Wateodakon (Mojokerto). Pemerintah pun kemudian melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).


Pada 4 Juli 2001, Perseroan kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)).