Oleh: -
Naskah : Andi Nursiaful/dari berbagai sumber Foto : Istimewa
Perkawinan langgeng tidak datang dengan sendirinya.Ikatan perkawinan bisa pecah setiap saat hanya lantaran hal-hal sepele (namun substansial) yang, celakanya, tidak disadari oleh masing-masing pasangan. Kenali kebiasaan buruk yang bisa memicu putusnya ikatan perkawinan.


Sebuah ikatan perkawinan tak akan mungkin berjalan mulus 100%. Cepat atau lambat, akan muncul pertengkaran serius akibat berbagai macam hal yang juga serius. Namun ada hal-hal sepele yang kerap tidak disadari oleh masing-masing pasangan, namun justru menjadi pemicu dan memperburuk sebuah hubungan.

Menurut Karen Gail Lewis, EdD, seorang terapis perkawinan dan penulis buku Why Don’t You Understand? A Gender Relationship Dictionary, kunci utama sukses dan langgengnya sebuah ikatan perkawinan adalah komunikasi. Komunikasi yang sehat dan lancar, akan membuat pasangan mampu mendiskusikan kendala-kendala yang mereka hadapi, termasuk kebiasaan buruk yang harus dijauhkan.


Kurangnya hubungan intim
Masa-masa awal perkawinan tentu dipenuhi aktivitas hubungan intim dengan pasangan. Namun seiring waktu, kuantitas dan kualitas hubungan seksual akan menurun. Inilah salah satu pemicu keretakan rumah tangga.Survey lawas pada 2003, menyebutkan, 15-20% pasangan menikah hidup sexless, dengan hubungan intim kurang dari 10 kali dalam setahun.

Memang, tak ada standar baku tentang kuantitas dan kualitas hubungan seksual, namun Anda dan pasangan tentu sangat menyadari apakah hubungan intim Anda berdua masih seperti dulu atau sudah kehilangan greget?

Tak sedikit pasangan yang bersikap pasif, dan menunggu pasangannya untuk menyampaikan ide-ide baru mengenai hubungan seksual.Ketika harapan itu tak terpenuhi, terkadang wujudnya adalah kemarahan. Ini menurut Sherry Amatenstein, terapi perkawinan dan penulis buku The Complete Marriage Counselor: Relationship-Saving Advice from America’s Top 50+ Couples Therapists.


Saling berbohong soal keuangan
Pasangan suami istri yang saling merahasiakan penghasilan dan pengelolaan keuangan rumah tangga mereka, kelak akan memicu masalah serius. Menurut Dr. Lewis, berbohong soal uang akan memicu emosi tinggi lantaran uang adalah kekuatan sekaligus kepercayaan.

Survey PayPal pada 2007, menyimpulkan, 37% pasangan bertengkar soal uang ketimbang soal seks, sementara 82% pasangan mengaku menyembunyikan penghasilan dan pengeluarannya terhadap pasangan.


Tidak saling mendukung karier masing-masing

Anda tentu pernah kesal lantaran Anda merasa pasangan Anda jarang berada di rumah karena telah “menikahi pekerjaannya.” Coba pikirkan kembali, apakah Anda benar-benar membenci pekerjaannya, marah karena waktunya sebagian besar untuk pekerjaan, atau Anda merasa dia tidak mendukung karier Anda? Menurut Dr. Lewis, marah karena alasan yang salahakanberakibat sangat buruk.


Kehilangan romantisme dan ungkapan cinta
Seiring waktu, perkawinan akan kehilangan romantisme dan ungkapan cinta dan kasih sayang antarpasangan. Jika Anda merasa bahwa romantisme dan perasaan cinta tak lagi perlu diungkapkan secara terbuka, maka perkawinan Anda bisa terancam.


Tak lagi memedulikan penampilan

Mungkin saja Anda merasa tak perlu lagi memedulikan penampilan di depan pasangan Anda, sebab toh Anda sudah menikah. Ini pandangan yang keliru.Secara manusiawi, Anda pun ingin pasangan Anda tetap terlihat menarik, meskipun tidak semenarik ketika Anda pertama kali terpikat oleh wajah dan penampilannya.


Terus-terusan mengkritik dan merasa jadi korban
Anda mungkin tak menyadari bahwa selama ini Anda terus menerus mengkritik pasangan Anda dan senantiasa menyalahkan dia atas segala hal.Sebaliknya, Anda mungkin juga lebih sering merasa sebagai korban atas perbuatan atau sikapnya.

Menurut Dr. Tessina, menemukan kesalahan orang lain, terutama orang yang Anda cintai, memang sangat mudah. Mungkin saja omelan-omelan Anda di rumah hanya dijadikan bahan lelucon oleh pasangan Anda bersama rekan sejawatnya.Namun sesungguhnya, di dalam hati kecilnya, hal itu sesungguhnya tidak lucu.