Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 7): Apa kata Dunia

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 16 June 2014

Naskah: Andi Nursaiful, Foto: Istimewa

Sepanjang sejarah republik, hanya ada segelintir tokoh yang mendapat porsi perhatian besar dari dunia internasional, bahkan sebelum duduk di kursi RI-1. Salah satunya adalah Ir Soekarno. Kini, Indonesia kembali mengundang fenomena internasional dengan tampilnya Jokowi menuju kursi presiden. Bahkan sejak menjabat walikota Solo, Jokowi sudah memikat perhatian dunia.

Praktis sejak mendapat penghargaan sebagai salah satu walikota terbaik dunia saat memimpin Solo, nama Jokowi sudah menghiasi pemberitaan media massa dunia. Ketika Jokowi kemudian masuk Jakarta dan sukses memenangi kursi gubernur, namanya kian menjulang.

Kantor berita terkemuka, Reuters, misalnya, pada 1 Juni 2013 menurunkan tulisan berjudul, Joko “Jokowi” Widodo, the governor of Jakarta, might well be the future of Indonesian democracy. Here’s why. Pada artikel itu, Reuters memuji Jokowi dengan menyebutnya sebagai ikon masa depan demokrasi di Indonesia, dan memberikan alasan-alasannya.

Sebelumnya, 5 November 2012, situs ekonomi terkemuka, Bloomberg, membedah konsep dan kebijakan ekonomi Jokowi dalam artikel berjudul “Jokowinomics, Indonesia’s New Economic Model.” Di sinilah pertama kali istilah “Jokowinomics” dipopulerkan.

Sementara itu, situs Global Voice online pada 28 Oktober 2012, memuat tulisan berjudul, Indonesia: ‘Jokowi’ Phenomenon in Jakarta, dan situs NPR.org pada 24 Desember 2012 mengupas Jokowi sebagai the Rising Star.

Beberapa bulan membuat gebrakan di Jakarta, mata dunia terus memantau gerak-geriknya. Demam media asing untuk menulis dan mengulas fenomena Jokowi kian menjadi-jadi ketika Jokowi akhirnya resmi ditetapkan sebagai calon presiden oleh PDI Perjuangan.

Majalah Bergengsi Fortune, pun memasukkan Jokowi dalam daftar “50 Pemimpin dunia paling Hebat 2014” (The World’s 50 Greatest Leaders). Di dalam artikel tertanggal 20 Maret 2014 itu, Fortune menggambarkan sosok calon presiden yang diusung PDI Perjuangan itu secara singkat.

Pada 2005, eksportir furnitur itu terpilih sebagai Walikota Solo, kota dengan populasi 500.000 penduduk di Indonesia. Jokowi, begitu dia biasa dikenal, membersihkan kota itu dan membongkar korupsi, mencengangkan kelelahan publik Indonesia terhadap status quo. Jokowi melejit dengan cepat. Pada 2012, dia terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kini dia menjadi favorit untuk memenangi pemilihan presiden RI pada Juli 2014.

Dalam daftar tersebut, Jokowi berada bersama para pemimpin dan pebisnis dunia. Peringkat pertama diduduki Paus Fransiskus, disusul Kanselir Jerman Angela Merkel di posisi kedua. Peringkat 3 dan 4 menjadi milik CEO Ford Motor Co Allan Mullaly dan miliarder sekaligus filantropis Warren Buffett.

Di peringkat ke-5 ada nama mantan Presiden AS, Bill Clinton, disusul tokoh demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi. Panglima Angkatan Bersenjata AS di Afganistan, Jenderal Joe Dunford berada di urutan ke-7. Berikutnya ada nama musisi Bono, pemimpin Tibet Dalai Lama, dan bos Amazon.com, Jeff Bezos. Nama-nama terkenal lain yang masuk dalam daftar itu adalah Direktur IMF Christine Lagarde, aktris Angelina Jolie, bos Apple Tim Cook, dan aktivis muda Malala Yousafzai.

Masih di bulan yang sama, sejumlah media internasional bahkan menyandingkan fenomena Jokowi dengan Presiden AS Barack Obama yang juga fenomenal. Media milik pemerintah Inggris, BBC, memuat tulisan berjudul “Jakarta’s Obama”. Sementara portal berita terkemuka Australia, The Australian, memuat artikel opini bertajuk “Jakarta’s governor could be Indonesia’s Obama.”

Di Inggris, media terkemuka, The Independent, menyejajarkan Jokowi dengan Boris Jonhson, walikota London yang sangat populer karena prestasinya. Dari Malaysia, The Malay Mail lewat tulisan opini berjudul “Wanted Badly: A Malaysian Jokowi”, kolumnis Syed Nadzri menyebut Malaysia sangat membutuhkan sosok pemimpin yang seperti Jokowi.

Di Amerika Serikat, mantan Dubes RI Dinopatti Djalal menggambarkan sosok Jokowi memang sangat populer di negeri Paman Sam karena dianggap sebagai tokoh reformis. Berikut ini adalah nukilan liputan dan artikel media massa internasional terhadap Jokowi:

“Model Ekonomi Baru Indonesia” (Kolom Pankaj Mishra, Bloomberg, 6/11/2012)
Politisi Indonesia yang paling menjanjikan, Joko Widodo, yang terpilih sebagai gubernur Jakarta bulan lalu, serupa dengan Barack Obama: kurus dan kalem. Muncul entah dari mana, tiba-tiba sangat populer dan membangkitkan harapan akan perubahan.

Jokowi mengingatkan kita pada sejumlah politisi di Asia yang tampil populis dengan membela rakyat kecil, seperti Thaksin Shinawatra di Thailand, dan Mamata Banerjee di India. Tapi tak seperti Thaksin, Jokowi kelihatannya tak ada kedekatan dengan kalangan bisnis kelas kakap. Dan popularitas Jokowi lebih dari sekadar membangunkan rakyat jelata secara tidak kreatif, seperti yang dilakukan Banerjee. Jokowi benar-benar fokus untuk membangun ekonomi berbasis kerakyatan, dan di saat bersamaan terus memperkuat identitas lokal.

Naiknya Jokowi sangat berbeda dengan kebanyakan bupati dan walikota lain di Indonesia yang tampil berkat dana berlimpah, menjual kekayaan alam, dan menyebabkan reputasi Indonesia sebagai salah satu negeri terkorup dunia.

Tapi Jokowi, dan juga walikota Surabaya Tri Rismaharini, sangat berbeda. Kedua mewakili apa yang disebut oleh Karim Raslan, salah satu pengamat Asia Tenggara yang paling tekun, sebagai “Bagian terpenting dari masa depan Indonesia.”

Fenomena kemunculan Jokowi memiliki makna yang jauh lebih mendalam lagi. Di tengah terjangan kapitalisme global di Asia, Jokowi bersikukuh tetap memperkuat wiraswasta lokal. Ini bertentangan dengan pendekatan postkolonial di Asia di mana negara lebih mengendepankan pendekatan top-down yang sangat terpusat dengan mengandalkan BUMN atau korporasi swasta.

Pada awal 1970-an, pemikir Soedjatmoko sudah mengingatkan bahwa pendekatan yang menghancurkan kepercayaan diri lokal seperti itu, harus segera diubah dan dibalik. Inilah yang sepertinya tengah dilakukan oleh Jokowi. Pendekatan bottom-up yang dilakukannya, terlihat jauh lebih bermakna di saat sistem kapitalisme global mulai sempoyongan, memicu kontradiksi sosioekonomi, dan meminta ongkos lingkungan yang sangat besar.

Masyarakat agraria, heterogen, dan berpenduduk banyak seperti Indonesia, memang perlu menemukan cara sendiri untuk menuju era modern. Jika apa yang kini dilakukan Jokowi menuai sukses, itu berarti sebuah perubahan nyata, dan akan memberi implikasi besar bukan hanya untuk Jakarta atau Indonesia, namun juga pada sebagian besar negara-negara di Asia.


Jokowi. Ingat namanya. Sosoknya Akan Diperhitungkan di Australia (Kolom Greg Sheridan, The Australian, 14/3/2013)
Mari saya beritahu kenapa. Setiap 4 tahun, seluruh dunia berfokus pada pemilihan presiden Amerika Serikat. Apapun gerak-gerik Presiden AS memberi pengaruh sangat besar bagi kita.

Pemilihan negara asing kedua yang paling penting bagi Australia adalah pemilihan presiden di Indonesia. Pemilu selanjutnya terjadi pada bulan Juli. Dan, perpolitikan Jakarta sangat berpengaruh terhadap masa depan presiden Indonesia.

Australia belum memahami betul betapa pentingnya pertumbuhan Indonesia bagi kita. Ada 250 juta orang penduduk Indonesia. Perekonomiannya tumbuh lebih dari 6 persen per tahun, lebih dari 2 kali lipat pertumbuhan kita. Jelas perekonomian Indonesia lebih besar dari kita. Bahkan Indonesia diprediksi bakal menjadi 10 negara top dunia pada 2025, dan 5 besar pada 2040.

Mungkin ini prediksi yang sangat optimistis untuk Indonesia. Selama 9 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kita berhubungan sangat dekat dengan Indonesia. SBY adalah presiden paling kooperatif dan paling poro-Australia sepanjang sejarah Indonesia. sosok yang pro-Australia. Namun penggantinya bisa jadi berbeda sama sekali.

Jokowi adalah nama panggilan akrabnya, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Dalam pemilu, ia sangat mungkin menjadi Barack Obama-nya Indonesia. Dia adalah sosok yang sangat langka. Seorang reformis, bersih, populer, warga sipil yang menjalankan pemerintahan secara efektif. Sekarang namanya bertengger dalam urutan terdepan, meskipun ia belum memutuskan apakah akan maju tahun depan.

Jokowi bukanlah tokoh militer, pegawai negeri, kerabat pemimpin. Ia hanyalah warga biasa yang menjalankan bisnis furnitur. Dia sosok yang merakyat, digandrungi media, penuh dengan diplomasi, mendengar, berbicara langsung, dan mendapatkan hasil yang pas. Kemenangan Jokowi hingga menjadi gubernur sangat berpengaruh terhadap dunia perpolitikan Indonesia di luar generasi Soeharto.

Butuh perjalanan satu juta mil untuk memunculkan tokoh seperti Jokowi. Jokowi sangat populer, demokratis, berorientasi pada hasil. Ia jauh dari para koruptor dan oligarkhi lama. Lalu Apa pengaruhnya untuk Australia? Kami belum tahu seperti apa pandangannya tentang kebijakan luar negeri. Tapi kami yakin dia berdiri untuk semua hal yang benar.


Perkenalkan Joko Widodo, Boris Johnson dari Indonesia (Independent.co.uk, 26/1/2014)
Pengusaha mebel dari daerah ini baru mencuat ke permukaan sejak sembilan tahun lalu. Itu berkat reputasinya sebagai “pemimpinnya rakyat” dengan keberpihakannya pada rakta bawah.

Para pendukungnya berharap dia akan menjadi pemimpin Indonesia, dan meyakini bahwa dialah kesempatan terbaik bagi Indonesia untuk menyembuhkan penyakit kronis korupsi dan kemiskinan. Pemimpin bersepeda ini bisa disebut Boris Johnson of Asia.


Jokowi-lah Orangnya. Presiden Baru dari Generasi Baru, Bisa Menyegarkan Kembali Indonesia (The Economist, 18/11/2013)
Pada 2014, Indonesia berkesempatan untuk bangkit kembali. Bakal-bakal calon presiden yang muncul saat ini sepertinya tak banyak menjanjikan, baik di dalam negeri maupun di luar. Mereka umumnya muncul pasca kejatuhan Soeharto pada 1998, dan mereka semua memiliki ikatan kuat (seringkali ikatan keluarga) dengan pemimpin lama (Orde Baru).

Prabowo Subianto, pemimpin Partai gerindra, misalnya, memimpin pasukan khusus di bawah kepemimpinan Soeharto dan menikahi putrinya. Meski demikian, ada seorang kandidat kuat yang belum memutuskan akan maju atau tidak, setidaknya sampai Mei atau Juni: Joko Widodo, gubernur Jakarta sejak 2012.

Mr Joko, lebih dikenal dengan nama Jokowi, menjadi sosok yang memberikan semangat baru bagi Indonesia setelah hilangnya kesempatan di bawah Mr Yudhoyono yang terlalu sibuk akan keraguannya. Berbeda dengan Jokowi, yang terkenal akan ketegasannya mengambil kebijakan dalam memimpin Solo. Dan di negeri yang dipenuhi politisi korup dan pejabat yang suka bermewah-mewah, Jokowi memiliki gaya kepemimpinan yang terbuka dan merakyat.

Jokowi juga mewakili generasi baru yang benar-benar terputus dari generasi Soeharto (Orde Baru). Dia tergolong muda (52), dan tidak berasal dari militer ataupun dinasti politik. Semua itu membuatnya sangat populer di mata pemilih muda. Perjalanan Jokowi hanya akan berhenti jika Megawati tak mau memberinya kesempatan untuk tampil.