Alia Febyani: Ibu Semua Bayi

Oleh: Andi Nursaiful (Administrator) - 06 April 2014
Naskah: Andi Nursaiful, Foto: Dok. MO

Kalau harus jujur pada mata ini, sekelilingmu di siang yang ksosong di Avantgarde Autoresto Lounge itu, rasanya tampak blur. Boleh jadi lantaran sosokmu begitu mendominasi segenap inderaku ? atau senyum seperti itu memang baru kali pertama aku temukan? Entahlah, Al..., mungkin juga sebabnya sederhana saja: jujurmu. Lepas, mengalir, tanpa kepura-puraan feminin...!


Kalau Harus Jujur pada Waktu
Ya, kalau harus jujur pada masa. Rasanya aku ingin terlahir di awal 80-an, masa di mana kau hadir ke dunia dan menghabiskan masa kecil yang bahagia di Touluse, Perancis. Aku ingin berada di kelasmu, kelas tempat kau jadi bintangnya. Meskipun, kau sempat asing dengan warna kulit dan namamu. Aku ingin hidup di lingkungan budaya di mana kau boleh prinsip bahwa manusia diukur dari karyanya. Aku ingin berada di panggung tempat kau menyanyi di depan Walikota Poitiers, kotamu yang kedua.
    
Atau, cukuplah aku di Jakarta saja, di masa-masa awal remajamu. Aku ingin menjadi sahabat di antara sedikit karibmu itu. Teman-teman yang mampu mengerti betapa kau kenyataan senjangnya lingkungan sosial negeri kita. “Pertama kali masuk kota Jakarta. Aku kaget, kok ada geng orang kaya dang geng orang miskin?

Setahuku, orang tidak diukur di situ. Disekolahku di luar, orang dibedakan karena prestasinya. Aku akhirnya mengalami krisis identitas diri. Kedua orangtuaku pun nggak tahu bahwa anak ABG-nya mengalami gejolak itu. Bahkan guru-guruku pun heran kenapa sih aku nggak pernah senyum...” kenangmu.

Ahhh, Al, aku pun ingin ada didekatmu saat kau jadi introvert, bingung, dan menarik diri dari pergaulan seperti itu. Aku ingin mengingatkanmu, bahwa negeri ini adalah tanah tumpah darahmu, sehingga kau tak perlu merasa harus kembali ke negeri orang. Aku bahkan ingin berada di alam pikirmu, saat kau bertanya-tanya kenapa harus terlahir di dunia. Aku ingin menyertaimu saat kamu merasa lost!

Tapi, Al, aku lebih ingin ikut, mengisi hari-hari di mana kau mampu bangkit dan keluar dari pusaran gelap itu. Masa break through di mana kau memberanikan diri menantang dunia luar. Masa di mana kau lelah bersembunyi dalam dunia kecilmu. Sebab aku tahu, kau sejatinya adalah pribadi yang dinamis, yang tak pernah mampu terdiam kecuali untuk berpikir dan mencerna angkasa mana lagi yang akan kau jelajahi.

Buktinya, berbagai macam les pernah kau enyam. Tari, biola, piano hingga pemandu sorak. Di lingkungan sempitmu di kawasan rumahmu, kau bahkan menjadi dara belia paling menonjol yang penuh ide-ide kreatif. Gadis muda yang membuka perpustakaan “Bintang” sembari menggerakkan anak-anak kompleks berjualan crepes bikinanmu. Aaahh, what a wonderfull childhood, Al... !

“Ya. Di lingkungan rumah aku cukup menonjol. Tapi di luar rumah, aku paling aneh dan pemalu. Tapi pas SMA, aku merasa capek tidak pernah diperhitungkan, bahkan kadang di anggap tidak eksis. Aku ingin seperti dulu ketika orang menghargai aku bukan karena siapa aku bukan karena siapa ayahku, di mana rumahku, mobilku apa, tapi apa prestasiku! Aku janji pada diriku ingin menjadi Alia yang baru ! Semangat baru, jiwa baru ! I have to shift!”

Kalau Harus Jujur pada Tuhan
“Sekarang, aku amat sangat bersyukur betapa Tuhan begitu pemurah dalam hidupku!” aku yakin, Al, kalimat itu pun kau bisikkan saat bersujud di halaman rumah Tuhan beberapa bulan silam.
    
Aku setuju, Al. Di usiamu yang masih sangat muda ini, memang telah kau rengkuh sukses yang mampu membuat iri semua. Kau memulai dari nol, kau tangkap semua peluang, kau ekplorasi segenap kemampuan diri, hingga bisnismu berkembang begitu pesat. Kau memiliki orang-orang yang selalu siap mendukung dan melindungimu. Guardian angel, begitu kau menyebutnya. Telah kau buktikan bahwa Alia yang dulu “tiada”, terlahir kembali dan tampil memukau sebagai entrepreuneur mandiri though dan keras bersikap.

“Aku tak tahu bagaimana lagi harus bersyukur pada Tuhan.  Aku merasa sudah sampai pada fase bagaimana aku bisa berbuat lebih untuk orang lain. Karena buat aku, sudah jauh lebih dari cukup. Bagiku ini adalah amanah!” akumu. Hmmm, tak heran jika kau kini menggagas organisasi nirlaba yang beraktivitas sosial. Organisasi tempat berkumpulnya wanita-wanita mandiri dan berprestasi yang siap membantu mereka yang papa.
    
Kalau harus jujur pada Tuhan, Al, rasanya aku iri dengan hidupmu. Gelap masa beliamu, ternyata memberi hikmah luar biasa hingga kau kini selalu bertahan, berdiri tegak dan berbuat untuk sesama. “Bagiku, hidup itu adalah sebuah journey. Aku hanya selalu berusaha berbuat yang terbaik, dengan nawaitu yang baik. I always believe my intention, my vision, my dream. Seklilingku biasanya juga menjadi inspirasi dan media komunikasi dengan Tuhan...”

Kalau Harus Jujur pada Hidup
Ya, kalau harus jujur pada kehidupan, rasanya aku ingin terlahir kembali sebagai dirimu, Al! Kau begitu menghargai hidup, dengan segenap sisi gelap dancerahnya. Bahkan, kedua sisi itu kau padukan menjadi sebuah warna-warni keindahan.

Tak heran kau mampu mengapresiasi hampir semua jenis musik, kecuali yang terlalu menghentak. Dari karya klasik Bach yang mampu kau mainkan dengan piano atau biola, hingga acapella Jamaican Cafe yang menurutmu menyimpan filosofi tertentu. “Sebetulnya sih aku lebih suka berbeda dengan yang lain. Orang bilang aku tipe rebelious  dengan segala keunikanku, karena aku percaya setiap manusia punya warna pribadi, buat aku kenapa harus ikut mainstream kalau aku punya pandangan dan pemikiran sendiri?”
          
Setuju Al, memang itulah salah satu ciri pribadi yang maju. Aku pun tak heran jika kau gandrungi tontonan menghibur namun saat makna dan membuat berpikir. Seperti film favoritmu “Man of Honour” serial TV “Desperate Housewife” atau “Friends” yang lebih ringan, atau juga “Oprah Winfrey Show” yang cerdas.
            
Ah, tunggu dulu, Al! Biar kutebak dari mana kau peroleh postur tinggi indah itu. Aku yakin pastilah kau rajin berenang? “Aku suka semua jenis olahraga air. Berenang, snorkling, diving, sampai jetski,”akumu. Hmm, dengan tubuh dan kuli putih seperti itu, busana apapun rasanya pantas saja melekat. Meskipun, katamu, kau lebih suka smart casual yang tak harus mahal dan bermerk. “Khusus untuk underwear,  aku peduli banget. Harus yang nyaman, rapi, bersih nice-lah. Cintailah diri sendiri sebelum mencintai orang lain, gitu kan, ha ha ha !”

Kalau Harus Jujur pada Cinta
Since you mention love, Al, maka mari bicara tentang kata yang sudah terlalu sering di ucapkan itu. Jujur saja, begitu jauh kutelusuri penggal demi penggal hidupmu, aku tiba pada pertanyaan yang mengganggu benak. Konon, kau seorang pecinta yang bodoh? “Untuk urusan cinta, banyak orang bilang aku naif. Memang, kalau sudah mencintai seseorang, aku akan memberikan segalanya kecuali harga diriku!”
    
Ahhh, Al, itukah alasan orang menyebutmu naif? Bagiku, itu adalah anugerah! Tak semua orang mampu mencintai setulus itu. Totalitasmu memberi yang terbaik bagi sang tercinta, adalah sebutir mutiara. “Tapi kan, cinta seprti itu memang tak selamanya dibalas serupa. Malah, tak jarang sebaliknya. Makanya, teman-teman selalu bilang, wake up, grow up Alia!”
   
Hmm, kalau harus jujur pada cinta, anggapan teman-teman dekatmu bahwa kau seorang pecinta yang buta mungkin juga ada benarnya. Dengan modal fisik dan sukses yang kau punya, yang teramat pantas mendapat pendamping terbaik. Sososk laki-laki pemimpin yang mampu menjadi imanmu. Figur ayah yang bijak yang siap menjaga istri dan keluarga dengan taruhan jiwanya. Potret seorang pria sukses yang setia dengan cintanya. Ahh, percayalah Al, kau memang terlalu indah untuk disia-siakan...!
   
“Ada yang bilang aku tuh hebat dalam soal lain, tapi rapuh dalam hal pacaran. Tapi lovelife yang suram, kini membuat aku makin kuat. Mudah-mudahan Tuhan memberi petunjuk dan selalu membimbing aku! Toh, Tuhan sudah menggariskan jalan nasib dan soulmate kan? Mungkin benar, aku harus lebih memadukan hati dan rasio,” ujarmu bijak.

Kalau Harus Jujur pada Masa Depan
Ya, aku yakin, Al, akalmu terlalu cerdas untuk dikuasai hati! Maka, berhentilah jadi peragu untuk soal satu itu. Buang jauh-jauh bimbang itu. Percayalah pada hati, tapi sebaiknya yakinlah pada kekuatan akal. Bukanlah keluarga yang mulia di mata Tuhan adalah keluarga yang uth dan sakinah?
    
“Ya, sepuluh tahun dari sekarang, aku pastilah ingin punya keluarga yang sakinah. Tapi yang lebih penting buat aku touch. Terutama, nagaimana agar aku bisa meng-handle  adikku sendiri. Sebab, saking aku konsentrasi di luar, sampai-sampai dia merasa nggak punya kakak. Aku sedih dan menyesal belum berhasil membuat perubahan pada adik sendiri, sementara sama orang lain aku merasa telah berbuat sesuatu.”
    
Sekali lagi, percayalah, Al! Kalau harus jujur pada masa depan, tak pernah ada kata terlambat untuk memulai sesuatu.. itu kan yang selalu kau katakan? Tentu tak heran jika kau ingin belajar dan belajar lagi. Energimu, semangatmu, usiamu itu, masih sangat mencukupi. “Yang pasti, aku ingin membuat sebuah perubahan untuk negeri ini. Aku belum tahu kelak akan ajdi apa. Saat ini aku cumaseorang perempuan muda, bisa apa sih? Tapi, setidaknya aku punya mimpi dan niat baik, bolehkah?” memang apa yang tak boleh untuk pribadi pejuang sepertimu, Al?
   
Kalau harus jujur dengan semua ini. Sudahlah, rasanya aku cukup jadi guardian angle-mu. Paling tidak, jadi pengamatmu saja. Usah kau pedulikan kejujuran-kejujuran tadi. Rasanya cukup bahagia melihatmu dari jauh. Menyaksikanmu terbang lepas ke angkasa raya. Hingga kelak kau gapai mimpi-mimpimu...!

Aliagrafi
Nama Lengkap  Alia Febyani Prabandari Lahir  Jakarta, 13 Februari 1979, putri pertama daru dua bersaudara pasangan Budhi Muliawan Suyitno dan Wida Wichjani Suyitno Tinggi/berat 170/55 Pendidikan  Sarjana Komunikasi dari STIKOM London School of Public Relations, Jakarta (1999-2002), Executive Marketing Diploma London institute of Communication, Jakarta (1998-1999), Diploma in business  studies full time, London School of Public Relation, Jakarta (Lulusan terbaik 1998) Karier Pemilik PT. Alia Visi Mediatama, Penyiar TVRI (2001-sekarang), Media Relation Manager Metropolis Record (2002-2003), Senior Account Executive Brainstrom (2000-2002), Account Executive Dart Communication (2000) Prestasi
Finalis Fun Fearless Female 2004 versi Majalah Cosmpolitan, Peringkat Empat Putri Indonesia 2001, Peringkat Lima Abang None Jakarta 1999, Putri Intelegensia dalam ajang Putri Flora (1993) Aktivitas lain Penggagas dan Aktivis organisasi nirlaba “Woman”, menjadi MC dan moderator di sejumlah acara Parfum Favorit Vanilla I’ocitane Masakan Favorit Shasimi Figur yang Dikagumi Siti Nurhaliza Filosofi Hidup percaya akan kekuatan niat, always start the day with a good intention


Artikel ini dimuat pada majalah Men's Obsession edisi Oktober 2005

Update

Alia Febyani mengakhiri masa lajangnya pada 19 Januari 2007. Ia menikah dengan Jumhur Hidayat, aktivis pejuang hak-hak buruh yang kemudian dipercaya oleh Presiden SBY untuk menjabat Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) hanya tiga hari setelah menikah dengan Alia. Jumhur menjabat antara 2007-Maret 2014.

Mereka dikaruniai dua orang anak, masing-masing Ahmad Moqtav Hidayat (lahir 16 Desember 2007), dan Naeva Hilya Athahira (lahir 3 Desember 2010).

Alia yang berdarah Jawa dan Sunda ini, memiliki 21 anak sepersusuan dalam kurun waktu 2010-2012, dimana cerita lengkapnya ada di buku: Indahnya Menjadi Ibu.  Kepeduliannya yang tinggi terhadap masalah generasi penerus bangsa membuatnya aktif di berbagai kegiatan edukasi dan menjadi pejuang ASI, parenting, kesehatan anak dan keluarga. Penyiar berita TVRI 2001-2010 ini tak jarang turun langsung ke daerah bencana untuk menjadi relawan memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu muda korban bencana.


Saat ini alia membuka usaha sendiri di bidang kuliner dan salah satu dealer lampu sebuah brand international.