Naomi Susan: Bukan Sekadar Bisnis

Oleh: Andi Nursaiful (Administrator) - 13 March 2014
Naskah: Andi Nursaiful, FOto: Dok. MO

Usia kepala tiga kamu jadikan momen penting dalam lembaran hidupmu yang penuh arti. Karena itukah kamu bersedia tampil seksi kali ini?  “Yeah, I’m doing something naughty this time!” katamu.

Tapi kalimat-kalimat yang meluncur deras dari bibir indah itu, sama sekali tidak nakal di telinga kami. Sebaliknya, semua terasa penuh kendali dari balik tengkorak kecil itu.

Kamu ajak aku menyelami masa lalumu, keseharianmu, penantianmu, pencarianmu, pencapaianmu, perasaanmu, rahasia-rahasiamu, dan mimpi-mimpimu.

Semua mengalir lancar, seperti air. Waktu seolah berhenti kala bercengkerama denganmu. Seolah yang ada hanya kamu, Naomi Susan.


Live and Career
Memang. Kamu kini jauh lebih matang. Gerakmu tetap enerjik dan sarat semangat hidup. Sukses di genggamanmu kian membuat siapa saja iri sekaligus berdecak kagum. Namun kalimatmu mengalir lebih hati-hati, penuh falsafah hidup. “Sukses buatku adalah keseluruhan eksistensiku sejak lahir sampai mati. Sejak lahir aku sudah sukses. Karena dari jutaan sel sperma, hanya satu yang sukses, dan itu aku!” katamu, menerawang langit-langit brokenwhite lobby Hotel Alila, Jakarta, tempat kita bersua di sore yang temaram itu.

Sukses bagimu, baru bisa diukur sesaat setelah ragawi mungilmu menyatu dengan senyap tanah pekuburan. “Kerja baru selesai ketika ajal menjemput…” Aaah, begitu filosofis Susan.
Ibarat buku, katamu lagi, capaianmu baru 25 persen. Kini yang kau cari keseimbangan dari semua sisi hidupmu. “75 persen sisanya, mungkin aku harus share ke orang lain…”

Kamu mengaku hanya ordinary person yang banyak kekurangan. Tapi siapapun tahu kamulah gadis tangguh itu, Susan. Setangguh ibumu yang dulu berjuang sendirian menghidupi keempat anaknya.
Kamu tahu betul cara mengubah sekeping koin menjadi uang kertas berdigit maksimal, lalu menjadi lembaran-lembaran cek. Tak heran omzet bisnismu mencapai puluhan miliar dengan penghasilan nyaris
menyentuh sepuluh digit. Bisnismu menggurita dari card connection, properti, kapal feri hingga carter pesawat. Dan itu semua kamu mulai dari nol!

Toh, engkau tidak suka kita berbicara soal itu. “Aku lebih suka orang melihat hasil kerjaku, bukan penghasilanku. Aku tidak merasa kaya,  hanya merasa punya sesuatu yang bisa di-share, entah itu knowledge, hasil kerja atau karya. Aku kerja keras cari uang buat apa sih. Paling butuh 8 juta aja untuk peti mati nanti!” tuturmu.

Ah, kamu begitu menghargai hidup. Dari keseluruhan prosesnya. Meski masa lalumu buruk akibat perceraian orang tua, bagimu, life is very wonderfull. Bahkan kalau harus dilahirkan kembali, kamu tetap ingin jadi seorang Naomi Susan, plus segala kenangan burukmu.

“Kalau sekarang aku kuat, itu karena aku pernah jadi orang yang lemah. Masa lalu membuatku bisa sekuat sekarang. You eksist today because you success control your past…” wajahmu begitu serius mengucapkan itu.

Body and Style
Sedikit sisa chocolate ice yang menempel di bibirmu, kamu sapu dengan lidah. Dua belah daging lunak itu lantas mengembang, memperlihatkan deretan gigi putih yang tersusun rapi bak untaian mutiara.
Lantas dari mana datangnya energi yang tak pernah habis itu Susan…? Mungkinkah lantaran kamu begitu disiplin mengawali harimu di lantai gym? Tapi kenapa kamu lebih suka berolah tubuh sendirian? “Aku olahraga untuk cari sehat, nggak cari rame, lagian aku nggak suka bergosip ria. Jadi nggak ada ngobrol, nggak perlu teman.” 

Pantas aura ragawi mungilmu mampu menyihir hasrat setiap lelaki. Maka jangan salahkan mereka, Susan!  “Tapi aku tidak merasa seksi, tidak merasa cantik. Cukup saja. Tidak hitam tidak putih, mataku tidak sipit, tidak lebar, hidungku tidak mancung tapi tidak terlalu pesek. Aku sangat mensyukuri keadaan tubuhku apa adanya…”

Apa adanya…. katamu. Semerbak wangi tubuh dari 200-an koleksi parfum itu? Tabur berlian di pergelangan, jemari, telinga dan leher putih mulus itu? Kulit mahal versace dan hermes di kaki dan jinjinganmu itu?

Toh, penampilan gaul itu ternyata tak mewakili gaya hidupmu yang sesungguhnya. Katamu, dugem, clubbing, hang out, dunia malam, atau sekadar mejeng di mal malah tak membuatmu nyaman.  “I’m a homy girl. Yang suka masak, main piano, nyetel VCD. Suka main komputer, bercengkerama dengan anjing pudel, jajan sea food dan jus tomat pinggir jalan…”

Tapi bukankah bungee jumping, rock climbing, mobil besar dan tontonan smack down adalah milik lelaki? Bukankah dasi, wangi macho Hugo Boss Number 1 atau Jass YSL yang jadi favoritmu itu adalah identitas kaum adam? “Aku merasa seksi pakai dasi, seseksi aku pakai lingerie saat tidur,” katamu. Ah.., terbayang juga underwear guess membalut lekuk tubuhmu.

Love and Emotions
Mentari sore kian condong ke Barat. Semburat tipis sinarnya tak mampu menyingkirkan keriaan dan keramahanmu. Kini lepaskan segala aksesorismu sebagai pebisnis sukses. Mari kita bicara tentang Naomi Susan… ya, hanya Naomi Susan.

“Sifat egoku cukup besar. Selalu mau jadi pemimpin, selalu merasa benar.”  Tapi buatmu, manusia normal harus punya sisi selfish, harus bisa marah, harus punya emosi. “Tinggal bagaimana menempatkan marah pada orang, tempat dan waktu yang tepat. Kedewasaan tidak diukur dari pendidikan dan pengalaman, tapi bagaimana mengendalikan diri.” Falsafah itu lagi Susan.

Kamu memang lebih suka mengungkap semua sisi jelekmu. Enggan menonjolkan sifat pemurahmu. Padahal, kami tahu, kamu punya empati yang dalam atas penderitaan orang lain. Kamu mudah tergugah menyaksikan human tragedy. Kamu akan sedih jika tak mampu membantu seseorang. “Tapi tolong jangan ditulis yah... Aku nggak mau dibilang munafik. Aku nggak mau menonjolkan my social life. Aku tidak mengharapkan pujian!”

“I don’t believe love at the first sight…,” katamu lagi. Karena itukah kamu hanya punya tiga mantan kekasih? Lalu apa yang membuatmu bisa fell in love, Susan?

Rona merah di wajahmu yang tertimpa sisa mentari sore tampak jelas di mata kami. “Aku bisa jatuh hati sama cowok yang punya empati besar terhadap penderitaan manusia.” Sebaliknya, laki-laki pembohong dan munafik harus menyingkir jauh-jauh darimu.

Haruskah juga ia tampan, gagah dan kaya raya, Susan? “Come on, Aku mau dilihat sebagai seorang Naomi Susan. Aku lebih perlu otaknya.” Bagimu, laki-laki seksi itu adalah laki-laki yang cerdas. “Karena semua di dalam tubuh kita, termasuk making love, dikontrol oleh otak.”

Toh, kalau boleh minta, kamu menginginkan dia sehat, wangi dan gigi tak berlubang. “Soalnya aku sensitif sekali dengan bau yang nggak enak,” katamu. Derai tawa lepasmu memancing perhatian beberapa orang di sekeliling kita. Kamu melempar senyum ramah, ah cantik sekali, Susan!

Bagimu, tak ada itu pangeran dalam impian. “That’s bullshit! Kita yang harus menciptakannya.” Tapi kenapa kamu merindukan lelaki seperti anjing? “Karena anjing itu bisa melindungi tuannya, setia, enak diajak bercanda, dia nggak pernah bohong, dan kenal betul pribadi tuannya!”

Lalu adakah seseorang yang seperti itu dalam hidupmu kini? “Nggak ada! Aku jomblowati!” tegasmu. Tak tampak rasa gundah saat mengucapkan itu. Toh, kamu begitu yakin Big Boss –begitu kamu menyebut Tuhan- akan mengirimnya untukmu.

Susan…, rasanya perlu proses panjang untuk mengenalmu luar dalam. “Ya… yang indah itu proses, termasuk love. Bukan saat married-nya. Married hanya tujuan, tapi yang nikmat itu prosesnya. Felling in love everyday is very wonderfull…”

Sex and Secrets
Katamu, mungkin benar kamu salah lahir sehingga tampil begitu tangguh. Tak heran kalau traveling di luar negeri, kamu lebih suka ke tempat-tempat nakal yang tidak lazim. Gay bar di kawasan Malate, Filipina, atau sepanjang King Cross di Aussy yang sarat pernak-pernik ragawi, kamu jelajahi tanpa sedikit pun risih dan takut.

Tujuanmu cuma satu, menambah informasi. Sebab, katamu, soal lesbian apalagi heteroseksual toh sudah mahfum. “But I’m still normal, I’m a woman, I love man!” tegasmu.

Tapi kenapa kamu tidak suka having sex? “Aku lebih suka making love. Sebab itu holy, tak ada keterpaksaan. Tak penting ada marital status, sebab there is love in there, tak ada paksaan, sama-sama senang, sama–sama mau. Tapi semua harus dimulai dengan sebuah proses panjang, tidak bisa instant!” Kamu mengucapkannya begitu tenang dan sadar. Ah… Susan, pesonamu kian mengoyak hasrat ragawi kami.

Lalu bagaimana kamu mengendalikan hasrat ragawi itu? Katamu tidak akan munafik. Kamu mengaku butuh itu. “Tapi Aku tahu benar keterbatasanku. Aku tahu apa yang aku tidak punya, mana yang bisa dilakukan mana yang tidak. Aku menyadari kekurangan itu untuk tidak let it release atau let it be. Biar saja orang bilang aku swalayan.Tapi aku tidak seburuk mereka kira. Aku pun tidak sebaik yang orang kira. Yang pasti, aku tahu bagaimana membuat hidupku happy.”

Happy… Susan. Apakah itu termasuk tak mandi seharian saat waktu senggang di apartemenmu?

Kamu memang begitu senang membahas segala kekuranganmu. Katamu, Susan kecil adalah anak yang superbandel dan bikin kesal orang banyak. Sampai kinipun, kamu suka bayi, tapi malas merawatnya. Suka anjing tapi enggan mengurusnya.

“Aku berharap waktu akan mengubahnya. Aku akrab sekali dengan big boss. Aku suka berkomunikasi. Dia itu tahu banget kekurangan dan kelebihanku. Dan aku bersyukur diberi limitasi, diciptakan sebagai perempuan. Kalau laki-laki, aku mungkin sudah bablas!”

Dreams and Obsessions
Kamu pastilah sulit diurus suami kelak? Kamu pun mengakui, saat ini Susan is not a good house wife. “Kalau my future husband berharap aku pinter ngurus anak dan rumah, mungkin sebaiknya dia kawin lagi. Tapi kalau berharap saya bisa bantuin cari duit untuk stabilitas ekonomi rumah tangga, saat ini saya bisa!”
Sekali lagi, kamu berharap waktu akan mengubah semua itu. “Aku juga kan nggak mau seperti ini. Aku juga woman, want to have a normal life…”

Katamu ingin menikah dan punya dua anak laki-laki yang nakal. Toh, kamu tak pernah risih dengan predikat “jomblowati” dari teman-temanmu. Sebab, kamu yakin Tuhan sudah menyiapkan yang paling tepat buatmu. Kamu percaya, hubungan yang langgeng bukan berdasarkan “ada apanya” tapi “apa adanya”.

“Lepaskan semua aksesoris, tidak ada seorang direktur, tidak ada seorang share holder, yang ada cuma sosok Susan dan sosok dia. Apakah cara pandang dan tujuan kita sudah sama. Kalau ada yang minder ke aku, itu kan kembali lagi, dia punya maksud apa?”

Bagimu, aset tidak penting. “Bukankah aku bisa bantu dia untuk kerja? Jadi kalau cowok udah bilang, gue takut karena lo udah ketinggian, wah aku udah nggak respek, karena pasti ada sesuatu di baliknya.”
Lalu kenapa kamu nggak percaya dengan masa depan? Buatmu, masa depan itu nggak ada. Future doesn’t eksist. “We have to create it, we have to pick it up. What you gonna do today is your future!”

Senja mulai jatuh menyelimuti kita. Surya sudah tenggelam sepenuhnya di ufuk sana. Tapi esok, dia pasti kembali. Seperti juga kamu. Esokmu selalu ada. Happy birthday, Susan! You’re woman we love…

Naomigrafi
Nama Lengkap Naomi Susan Lahir Medan 15 Januari 1975 Tinggi/berat 158 /50 Hobi Travelling, nyanyi, belajar Motto Expect the best and get it Tokoh panutan Hillary Clinton Hal yang dikagumi Kejujuran Pendidikan Marketing Communications University of Portland, Oregon-USA Pekerjaan Share Holder Ovis Group, Direktour PT Ovis Utama (Ovis Dining Club), Direktur PT Ovis Utama (Bursa Bisnis),  Direktur PT Ovis International (Card Connection International), Direktur Program and Communication PT Ovis SendnSave, Direktur Commercial Affairs PT Ovis Prointeraktif (Klikduit.com), Direktur Sales and Marketing Bouraq Airlines Penghargaan Wira Bhakti Nugraha Award 2000, Citra Indonesia Award 2001, Citra Kartini Award 2001, Citra Karya Abdi Persada Award 2002, Mahabhakti Adikarya Utama Award 2002, ASEAN Entrepreneur Golden Award 2002,  ASEAN Program Consultant Award 2003, International Best Executive Award 2003-2004 Prestasi Lain 50 Tokoh Paling Berpengaruh di Indonesia versi Majalah SWA 2002, 18 Pengusaha Sukses di bawah usia 35 tahun versi Majalah Warta Ekonomi 2002, 100 Tokoh Sukses menurut diagram Robert T. Kiyosaki versi Majalah SWA 2002, 10 Wanita Sukses Profesi dan Prestasi versi Majalah Dewi 2003, 20 Pengusaha sukses di bawah Usia 35 Tahun versi Majalah Warta Ekonomi 2004.


Artikel ini dimuat pada majalah Men's Obsession edisi Januari 2005


Update

Naomi Susan mengakhiri masa lajangnya pada 2009 dengan menikahi dengan pria yang sudah dikenalnya sejak lama, dr. Yusfa Rasyid, SpOG.  Mereka dikaruniai seorang putri.

Akhir 2007, dibantu Agoeng Widyatmoko, seorang penulis buku wirausaha bestseller, Naomi merilis buku
laris berjudul Be Negative (iNSpired Books). Buku yang sepintas menentang arus dan dikemas secara
populer itu, ternyata penuh dengan gagasan-gagasan bernas nan unik a la Naomi Susan. Selain menarik, buku yang sudah dicetak ulang tersebut juga mendapat pujian di mana-mana, termasuk dalam salah satu episode talkshow Kick Andy di Metro TV.