Health Inclusivity Index 2025 Haleon Catat Kesenjangan dan Peluang Kesehatan Indonesia

Editor Oleh: Redaktur - 18 December 2025

 

 

Kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan sehari-hari ternyata punya dampak yang jauh lebih luas dari sekadar urusan pribadi. Temuan terbaru Health Inclusivity Index 2025 menunjukkan bahwa cara orang Indonesia memahami, merawat, dan mengambil keputusan soal kesehatan ikut memengaruhi kondisi ekonomi dan ketahanan sistem kesehatan nasional.

Temuan tersebut dibagikan Haleon Indonesia dalam sebuah diskusi bersama Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia di Jakarta, 18 Desember 2025. Indeks ini memberi gambaran menyeluruh tentang sejauh mana masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan dan benar-benar merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Health Inclusivity Index yang disusun The Economist Impact menyoroti tujuh area utama, salah satunya literasi kesehatan. Rendahnya pemahaman soal kesehatan berkaitan erat dengan biaya layanan yang lebih tinggi. Jika literasi kesehatan masyarakat meningkat, Indonesia berpotensi memperoleh manfaat ekonomi hingga Rp47 triliun per tahun. Angka ini mencerminkan betapa keputusan kecil di rumah, seperti memahami gejala atau tahu kapan perlu mencari bantuan medis, dapat berdampak besar secara kolektif.

Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kementerian Kesehatan RI, Dita Novianti Sugandi Argadiredja, menilai temuan ini relevan dengan arah transformasi kesehatan nasional. “Inklusivitas adalah prinsip dasar pembangunan kesehatan. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat (literasi digital) perlu terus ditingkatkan termasuk dalam melakukan self care (swamedikasi). Ketika masyarakat memiliki pengetahuan dan rasa percaya diri untuk mengelola kesehatannya, mereka akan lebih mampu memanfaatkan layanan kesehatan secara tepat,” ujarnya.

Selain literasi kesehatan, indeks ini juga menyoroti area lain yang dekat dengan keseharian masyarakat. Kualitas udara misalnya, jika diperbaiki sesuai standar WHO, berpotensi mencegah ratusan ribu kematian setiap tahun. Kesehatan mulut pun tak kalah penting, karena perbaikan di area ini dapat mengurangi beban ekonomi nasional hingga ratusan triliun rupiah dan berkaitan erat dengan pencegahan diabetes tipe 2.

 

“Bagi kami, inklusivitas kesehatan berangkat dari hal-hal yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Ketika masyarakat memiliki akses informasi yang jelas dan mudah dipahami, mereka akan lebih percaya diri dalam merawat kesehatannya dan mengambil keputusan yang tepat,” ujar Donny Wahyudi, Corporate Affairs Lead South East Asia & Taiwan, Haleon.

Presiden Direktur Haleon Indonesia, Dhanica Mae Dumo-Tiu, menyebut bahwa keterlibatan masyarakat menjadi kunci. “Kemajuan kesehatan terjadi ketika orang merasa dilibatkan dan mampu mengelola kesehatannya sendiri. Fokus kami adalah membantu masyarakat memiliki pengetahuan dan alat yang relevan untuk kesehatan sehari-hari,” katanya.

Dari sisi sistem jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan melihat pencegahan sebagai fondasi keberlanjutan. Dr. dr. Aditya Darmasurya menjelaskan bahwa pemahaman kesehatan sejak dini membantu masyarakat menggunakan layanan secara lebih tepat dan menghindari perawatan lanjutan yang sebetulnya bisa dicegah.

Pandangan serupa disampaikan akademisi FKM UI, Dr. Wahyu Septiono. Menurutnya, banyak tantangan kesehatan justru bermula dari lingkungan terdekat seperti rumah dan sekolah. “Keluarga perlu memiliki pengetahuan dan kepercayaan diri agar dapat menjaga kesehatan dan mencari layanan sejak awal,” ujarnya.

Melalui berbagai program berbasis self-care yang telah dijalankan, Haleon mencoba menjangkau masyarakat langsung di tingkat komunitas. Diskusi Health Inclusivity Index ini memperlihatkan bahwa kesehatan yang inklusif bukan hanya soal sistem, tetapi juga tentang bagaimana kebiasaan sehari-hari dapat membentuk kualitas hidup yang lebih baik bagi banyak orang. [Angie | Dok. Haleon]