Madani International Film Festival 2025: Dari Jakarta, Cahaya “Misykat” Menyapa Dunia

Editor Oleh: Redaktur - 09 October 2025

Cahaya lampu-lampu Taman Ismail Marzuki memantul di raut wajah para pengunjung yang berjejal di area plaza. Aroma kopi dari kios kecil bercampur dengan dengung obrolan hangat, menandai kembalinya sebuah perayaan film yang selalu dinanti: Madani International Film Festival (Madani Fest) 2025.
Festival yang kini memasuki edisi ke-8 itu digelar pada 8–12 Oktober 2025, melintasi empat lokasi utama — Taman Ismail Marzuki, Epicentrum XXI, Metropole XXI, dan Universitas Bina Nusantara (BINUS).

Tahun ini, Madani Fest mengusung tema “Misykat” — yang berarti ceruk cahaya. Sebuah metafora lembut untuk menyerukan harapan di tengah “awan gelap” tragedi kemanusiaan, mulai dari konflik sosial di tanah air hingga genosida berkepanjangan di Palestina. “Sudah selayaknya kita memberi terang pada kehidupan dengan film-film yang dipilih dalam festival ini,” tutur Garin Nugroho dalam pesan videonya. Garin, yang juga duduk di Board Madani, menjadi sosok sentral dalam edisi kali ini melalui program retrospektif yang menayangkan sejumlah karya pentingnya, seperti Mata Tertutup, Serambi, Rindu Kami Padamu, Tepuk Tangan, hingga Nyanyi Sunyi Dalam Rantang.

Direktur Festival Ahmad Rifki menyampaikan, tahun ini Madani Fest menghadirkan 95 film dari 24 negara, termasuk 15 finalis Madani Shorts Film Competition yang dipilih dari 1.711 karya yang masuk dari seluruh dunia. “Kami ingin menghadirkan film-film yang bukan hanya merekam realitas, tetapi juga menjadi lentera kecil bagi kemanusiaan,” ujarnya. Kompetisi ini akan dinilai oleh tiga juri internasional: Philip Cheah (Singapura), Sajid Farda (Inggris), dan Natalie Stuart (Australia).

Selain layar bioskop, Madani Fest juga membuka ruang gagasan melalui program IDEAS, forum diskusi, serta kelas pakar yang diikuti berbagai komunitas kota. Tahun ini, kawasan Sahel Plateau (mencakup Burkina Faso, Senegal, Mali, dan Nigeria) menjadi Focus Country, menyoroti semangat dekolonisasi dan akar peradaban Islam di Afrika Barat.

Madani Fest 2025 juga menjadi bagian dari perayaan Jakarta 500 Tahun, selaras dengan empat matra Madani Fest — Living Islam, Civic, Civilization, dan City. Didukung oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, festival ini tidak hanya menampilkan film, tetapi juga menghadirkan 15 pertunjukan budaya dari musisi Panji Sakti, Almamosca, hingga pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar, serta komedian asal Malaysia Rizal van Geyzel.

Anggota board Inayah Wahid menuturkan bahwa Madani Fest adalah ruang budaya yang berupaya menyalakan transformasi. “Kalaupun revolusi terasa terlalu besar, biarlah ia menjadi percikan yang menumbuhkan kesadaran. Madani Fest ingin menjadi ruang yang penuh oksigen, tempat penyembuhan bagi mereka yang merasa sesak oleh situasi sosial hari ini,” ujarnya.

Sementara Putut Widjanarko, Ketua Board Madani, menegaskan bahwa festival ini kini telah bertransformasi dari sekadar perayaan film menjadi gerakan kultural. “Madani Fest bukan lagi sekadar agenda tahunan, melainkan perjumpaan gagasan tentang kewargaan dan kemanusiaan,” ungkapnya.

Dari layar-layar yang menampilkan kisah dari berbagai penjuru dunia hingga dialog lintas iman dan budaya, Madani Fest 2025 sekali lagi membuktikan bahwa sinema bukan hanya medium hiburan — melainkan misykat, sebuah ceruk kecil tempat cahaya peradaban terus dinyalakan.  (Ali | Foto Dok. Madani Fest)