SBY Art Community : Seni, Jiwa, dan Jalan Sunyi Seorang Presiden

Editor Oleh: Redaktur - 09 September 2025

Di balik riuh panggung politik, di balik sorot lampu kepresidenan, ada ruang sunyi yang kerap luput dari perhatian dan tak terbaca publik. Bagi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden ke-6 Republik Indonesia, jenderal yang meniti karier hingga puncak republik, ruang itu ditemukan pada sebidang kanvas putih. Dari guratan kuas, dan warna-warna yang meneduhkan, ia menjumpai kedamaian baru.

Seni bagi SBY bukan sekadar hobi di masa purna tugas. Ia menjadikannya sebagai jalan kontemplatif - ziarah batin, setelah perjalanan panjang pengabdiannya di dunia politik. Dari studio pribadinya di Puri Cikeas hingga pinggir laut Pacitan, ia menemukan bahwa setiap sapuan warna merupakan doa dan harapan, setiap lanskap merupakan ingatan, setiap karya merupakan ekspresi batin dari hasil percakapan dirinya dengan dunia luar.

Dari titik inilah lahir SBY Art Community, sebuah gerakan seni yang bukan hanya melanjutkan perjalanan personal, tetapi juga menyalakan api kolektif. Sebuah komunitas yang digagas pada awal 2025 di Pacitan, berangkat dari gagasan pribadi seorang presiden, namun bergaung menjadi ruang bersama bagi para seniman, akademisi, dan perupa independen.

SBY Art Community berdiri di atas gagasan personal, seni sebagai kebutuhan untuk mengekspresikan batin. Sebagaimana perjalanan hidup SBY yang tak pernah berhenti di ruang privat, lukisan itu pun berkembang menjadi jembatan. Ia mengajak para akademisi dari FSRD ISI Yogyakarta, FSRD ISI Surakarta, FSRD ITB, FSRD IKJ, serta para pelukis independen untuk berkarya bersama.

Di sinilah transformasi terjadi. Seni lukis tak lagi hanya mengeksptesikan pengalaman pribadi dalam kanvas, tetapi narasi visual tentang perdamaian, masa depan yang lebih baik dan keindahan Indonesia, dari Puncak Cisarua yang berbalut kabut, Borobudur yang hening, hingga Pantai Klayar yang berderu. Lukisan-lukisan itu menjelma menjadi arsip kolektif, menyimpan wajah bangsa dari sudut pandang batin untuk menyapa dunia.

Nilai-Nilai yang Menjadi Roh
Komunitas Seni SBY tidak lahir sebagai klub eksklusif, melainkan sebagai gerakan nilai. Ada empat pilar utama yang mereka junjung, yakni :
Seni sebagai Medium Perdamaian. SBY percaya, seni mampu berbicara dalam bahasa yang melampaui sekat politik, budaya, bahkan ideologi. Ia menyentuh hati manusia paling dalam.

Pelestarian Alam dan Budaya. Melukis di Borobudur atau Pantai Klayar bukan hanya soal estetika, melainkan penghormatan dan penyelamatan memori kolektif.

Kolaborasi Global. Hadirnya pelukis maestro Jerman Christopher Lehmpfuhl yang pada Agustus lalu melukis Pantai Klayar bersama SBY menunjukkan keterbukaan, dialog lintas bangsa, sekaligus solidaritas kreatif.

Inspirasi bagi Generasi Muda. Komunitas ini menyalakan obor regenerasi, memberi ruang belajar dan berekspresi bagi seniman muda agar tetap berakar pada nilai budaya bangsa namun terbuka pada isue-isue global.

SBY Art Community juga mengukuhkan perannya dalam diplomasi budaya. Bersama Lehmpfuhl, mereka merencanakan menggelar pameran di ITB Bandung pada Oktber 2025, dan melakukan pameran keliling di Indonesia dan di beberapa negara Eropa dan Asia pada 2026, sebuah jembatan seni yang akan menghubungkan Indonesia dengan dunia.

Di masa depan, komunitas ini diharapkan mampu menjadi arsip hidup seni rupa Indonesia, tempat di mana tradisi dan modernitas bertemu. Ia bisa tumbuh dan berkembang menjadi pusat ekosistem kreatif yang berkelanjutan, memberi ruang regenerasi lintas generasi, pendidikan, bahkan diplomasi budaya lintas benua.

Seni sebagai Soft Power Bangsa
Di tangan SBY, seni tidak berhenti sebagai aktivitas ekspresif pribadi. Ia melihat potensi yang lebih jauh, yakni seni sebagai soft power Indonesia.
Visinya jelas, menjadikan seni rupa sebagai jembatan budaya, sebagai diplomasi yang lebih lembut dari pidato politik, namun lebih abadi ketimbang kebijakan.
Edhie Baskoro Yudhoyono, putra SBY, menyebut bahwa lukisan-lukisan ini merupakan cara untuk “memuliakan alam dan menghidupi rakyat.” Dengan kata lain, seni tak hanya berbicara tentang keindahan, melainkan juga ekonomi lokal, wisata, dan kebanggaan bangsa.

Kesempurnaan dalam Ketidaksempurnaan
Dalam satu kesempatan, SBY pernah berpesan kepada anggota Komunitas Seni SBY, “Ada kesempurnaan itu sendiri dalam ketidaksempurnaan.” Filosofi ini seolah menjadi ruh komunitas. Bahwa seni tidak harus menaklukkan dunia dengan kesempurnaan teknis, tetapi justru menghadirkan kejujuran, intuisi, dan kedalaman batin.

Melalui filosofi ini, SBY Art Community berdiri bukan sebagai komunitas yang mengejar prestise, melainkan sebagai gerakan yang membiarkan seni menemukan jalannya sendiri, jujur, reflektif, dan menyatukan.

Seni sebagai Roh Bangsa
Di tengah dunia yang penuh konflik dan polarisasi, SBY Art Community hadir dengan pesan sederhana bahwa seni merupakan bahasa yang mampu menyatukan.
Seperti simfoni yang terdiri dari ratusan instrumen, Indonesia dibangun dari keberagaman yang berpadu menjadi harmoni. Seni merupakan roh bangsa, ia menjaga identitas dan netralitas, memupuk solidaritas, dan menjadi penggerak transformasi.

SBY Art Community tidak hanya merayakan seni, tetapi juga merayakan kemerdekaan jiwa. Ia mengajak kita untuk terus berkarya, merawat alam, dan membangun masa depan dunia yang lebih baik dengan jiwa yang merdeka.

Seperti yang pernah disampaikan SBY, “Saya berharap SBY Art Community dapat terus menjadi poros seni kreatif yang mampu mendorong tatanan dunia yang lebih bijak, memperkuat diplomasi budaya, dan mengarsipkan perjalanan bangsa melalui bahasa visual.”

 

Gia | Dok. SBY Art Community/Akbar Linggaprana