Industri Film Tumbuh Signifikan, Amar Bank Kembangkan Model Dukungan Baru bagi Ekosistem Kreatif

Pertumbuhan industri film Indonesia dalam dua tahun terakhir menunjukkan tren yang konsisten dan signifikan. Dengan lebih dari 80 juta penonton sepanjang 2024 dan 35 juta penonton hingga pertengahan 2025, sektor ini mulai menarik perhatian dari berbagai pihak, termasuk institusi keuangan digital. Salah satu yang mengambil langkah konkret adalah PT Bank Amar Indonesia Tbk (Amar Bank), yang tahun ini menjadi mitra utama JAFF Market 2025, forum industri film yang akan digelar pada 29 November hingga 1 Desember.
Keterlibatan Amar Bank bukan hanya bentuk partisipasi dalam agenda kreatif, tapi juga sinyal ekspansi strategis ke sektor yang dinilai potensial namun belum terjangkau secara proporsional oleh layanan finansial konvensional. Menurut Presiden Direktur Amar Bank, Vishal Tulsian, sektor perfilman adalah salah satu subsektor ekonomi kreatif yang memiliki karakteristik unik dan memerlukan pendekatan pendanaan yang berbeda dari model industri umum.
“Pertumbuhan industri seperti film akan jauh lebih berkelanjutan jika didukung oleh sistem yang memahami ritme kerjanya,” ujar Vishal. Ia menekankan bahwa Amar Bank tidak hanya ingin hadir sebagai penyedia layanan finansial, tapi sebagai mitra yang memahami pola kerja proyek kreatif, tantangan struktural, serta peluang inovasi yang berbasis teknologi dan data.
Dalam laporan PwC Indonesia dan LPEM FEB UI, disebutkan bahwa sebagian besar pendanaan di industri film saat ini masih berpusat pada rumah produksi besar. Sementara mayoritas pelaku industri, terutama kreator independen, belum memiliki akses pembiayaan yang sesuai dengan dinamika proyek mereka. Model bisnis berbasis kekayaan intelektual (IP) yang menjadi tulang punggung industri ini belum banyak dipahami oleh sektor finansial secara luas.
Hal inilah yang coba dijembatani oleh Amar Bank. Melalui forum JAFF Market 2025, bank ini memanfaatkan momentum untuk berdialog langsung dengan pelaku industri film dan memetakan kebutuhan riil di lapangan. Fokusnya adalah membangun sistem dukungan yang lebih fleksibel, berbasis performa IP, manajemen arus kas proyek, dan penerapan analitik untuk efisiensi proses kreatif.
Menurut Josua Sloane, SVP MSME Amar Bank, pihaknya tengah mengembangkan pendekatan berbasis data yang mampu mengevaluasi kelayakan proyek kreatif bukan dari jaminan konvensional, melainkan dari potensi monetisasi IP dan pola kerja tim produksi. Pendekatan ini sejalan dengan positioning Amar Bank yang lebih dari separuh portofolionya dialokasikan ke sektor UMKM dan difokuskan pada pembiayaan produktif.
Dukungan terhadap sektor perfilman juga sejalan dengan arah kebijakan regulator. Melalui program Infinity 2.0, Otoritas Jasa Keuangan telah menetapkan ekonomi kreatif sebagai sektor prioritas dalam pengembangan sistem keuangan digital. Langkah ini membuka ruang kolaborasi antara lembaga keuangan dan pelaku industri kreatif untuk membentuk ekosistem pendanaan yang lebih inklusif.
Wakil Menteri Kebudayaan RI, Giring Ganesha, turut menyampaikan apresiasi terhadap langkah Amar Bank yang dinilai berani melihat potensi jangka panjang industri ini. “Hanya sedikit pihak di Indonesia yang melihat investasi di industri film sebagai langkah strategis yang menguntungkan,” ujarnya dalam konferensi pers JAFF Market 2025.
Dalam lanskap industri yang terus berubah, kolaborasi antara sektor kreatif dan teknologi finansial menjadi titik temu baru yang potensial. Melalui dukungan berbasis pemahaman dan inovasi, Amar Bank mengindikasikan pergeseran paradigma dalam melihat ekonomi kreatif, bukan sebagai sektor marjinal, melainkan sebagai ruang pertumbuhan yang layak diprioritaskan. [Dok. Amar Bank]