Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si.: Menyongsong Global South Leader In Inopreneurship

Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., Rektor IPB University
“Riset adalah fondasi inovasi, dan tidak ada negara maju tanpa inovasi.”
Di tengah keterbatasan anggaran riset nasional, Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si. Membawa sebuah gagasan strategis, yakni menjadikan perguruan tinggi sebagai pusat riset dan pengembangan (R&D) bagi BUMN. Sebuah pendekatan berani yang membuka jalan baru bagi sinergi antara akademisi dan industri negara. “Riset adalah fondasi inovasi, dan tidak ada negara maju tanpa inovasi,” tegas Prof. Arif membuka perbincangan.
Menurutnya dengan anggaran riset Indonesia yang masih di bawah 0,1% dari PDB jauh dibanding negara-negara, seperti Thailand, Korea, dan Malaysia, perlu ada sumber pembiayaan alternatif. Di sinilah posisi BUMN menjadi strategis. “Daripada membangun pusat R&D sendiri atau meng-outsource ke luar negeri, mengapa tidak menggandeng perguruan tinggi dalam negeri?” Prof. Arif menegaskan.
Ide ini ternyata bukan angan kosong. IPB University kini menjadi magnet bagi banyak BUMN yang ingin memperkuat inovasi. Salah satu hasil kolaborasi paling menonjol adalah pengembangan Precipalm, alat pemupukan presisi untuk kelapa sawit yang dikembangkan bersama PT Bank SMBC Indonesia Tbk (BTPN) dan PT Pupuk Kalimantan Timur (Kaltim), yang mampu meningkatkan efisiensi pemupukan hingga 30%. IPB University juga telah menjalin kerja sama dengan BULOG dan juga berbagai BUMN lainnya.
Namun menurut Prof. Arif, perlu ada langkah strategis lanjutan. “Perguruan tinggi harus dipetakan kekuatannya secara nasional agar BUMN bisa dengan tepat memilih mitra R&D sesuai kebutuhan mereka,” jelasnya. Meski ada keterbatasan dana APBN, IPB University tak tinggal diam. Mereka aktif menjalin kerja sama dengan pihak swasta, BUMN, dan lembaga internasional. Konsorsium riset internasional yang awalnya hanya delapan, kini sudah mencapai 80. Dana riset yang berhasil dikumpulkan pun mencapai Rp500-600 miliar per tahun.
Semua itu, kata Prof. Arif, tak lepas dari filosofi “jemput bola” secara proaktif. “Kalau mental kita hanya jaga warung, nasib kita jadi bergantung siapa yang datang. Tapi kalau jemput bola, nasib kita ditentukan oleh usaha dan negosiasi kita,” ujar peraih penghargaan Prominent Figure in Food Sustainability Through Research and Innovations oleh REPNAS tersebut. Karena itu, dirinya aktif memperkenalkan kompetensi, keunggulan, dan reputasi IPB University kepada mitra-mitra potensial.
IPB University membangun Science Techno Park, yang menjadi etalase hilirisasi inovasi dan jembatan komunikasi antara peneliti dan pelaku industri. Di sini, IPB University tidak hanya memamerkan hasil riset, tetapi juga membangun ekosistem inovasi yang siap diterapkan secara praktis.
IPB University dikenal sebagai pionir dalam teknologi pertanian berbasis 4.0. Melalui Agro-Maritime 4.0, IPB University mengintegrasikan AI, IoT, dan robotika dalam sektor pertanian, perikanan, kehutanan, dan peternakan. Contohnya, varietas padi unggulan, seperti IPB 3S dan IPB 15S dengan potensi hasil hingga 12 ton/hektare, lebih dari dua kali lipat rata-rata nasional. Kedelai IPB bahkan bisa mencapai 4,6 ton/hektare, jauh di atas capaian nasional 1,5 ton.
Ada juga teknologi monitoring ikan tanpa sampling menggunakan AI canggih, pemupukan presisi berbasis satelit, hingga prediksi kebakaran hutan enam bulan sebelumnya. Di ranah biomaterial, IPB University telah membuat helm dan rompi antipeluru dari limbah sawit serta pelapis pesawat tempur dari kulit udang (kitosan).
Tidak hanya berhenti di laboratorium, inovasi-inovasi IPB University telah menembus pasar internasional. Papaya California, manggis, nanas, tempe, telur omega-3, bahkan pakan ternak telah diekspor ke berbagai negara, termasuk Amerika, Jepang, dan Eropa. Ini membuktikan standar mutu inovasi IPB University sudah diakui secara global.
Visi besar Prof. Arif untuk IPB University adalah menjadi Global South Leader in Inopreneurship. Ia memadukan dua pendekatan, yakni technopreneurship untuk industri dan sociopreneurship untuk masyarakat. IPB University kini memiliki teaching factory, startup center, dan inkubator bisnis untuk mendampingi pelaku usaha. Beberapa startup binaan IPB University bahkan sudah menembus pasar ekspor, mulai dari ikan hias hingga tanaman tropis.
“Selama 30 tahun, IPB University telah melahirkan 438 startup, dengan 212 di antaranya berkembang pesat dalam enam tahun terakhir dan tingkat keberhasilan 65%. Dari 56 startup terbaru, omzet naik 70% menjadi Rp227,45 miliar, sementara penyerapan tenaga kerja melonjak hampir 90%.
Ini menunjukkan bahwa ekosistem inovasi IPB University berhasil mencetak pelaku usaha tangguh dan berdampak,” tambahnya. Capaian IPB University tidak hanya ada di ruang akademik. Melalui program seperti Data Desa Presisi, One Village One CEO, dan Ekosistem Sekolah Peternakan Rakyat (SPR), IPB University telah menjangkau 6.675 desa, sekitar 8% desa di Indonesia.
Di kancah global, reputasi IPB University kian bersinar. Kampus yang sukses meraih penghargaan Terbaik 1 Indonesia’s SDGs Action Award 2024 untuk ketiga kalinya dan memborong 15 penghargaan pada Anugerah Diktisanitek 2024 ini, menempati peringkat 49 dunia dalam bidang pertanian versi QS World University Rankings, sekaligus menjadi yang terbaik di Asia Tenggara. Tak hanya itu, dalam kategori interdisciplinary science, IPB University juga mengukir prestasi dengan berada di posisi 60 dunia versi Times Higher Education. ■
[Naskah: Gia Putri | Foto: Abdul Razzak Jauhar]
Baca Selengkapnya di Men's Obsession Edisi 266 Spesial Rektor Inspiratif 2025