Label Halal Tapi Tertulis “Mengandung Babi”? Ini Kata KNEKS

Belum lama ini, sebuah video pendek di TikTok bikin geger. Dalam video itu, seorang anak kecil menunjuk minuman asal Korea Selatan di rak minimarket. Di bagian depan kemasannya, tertempel label halal. Tapi saat kamera menyorot bagian komposisi, tertulis dengan jelas “mengandung babi”.
Respons publik? Langsung heboh. Banyak yang mempertanyakan, bagaimana bisa produk berlabel halal justru mengandung unsur yang jelas haram? Apakah ini karena kelalaian pengecekan, atau justru menunjukkan lemahnya sistem pengawasan sertifikasi halal?
Untuk menjawab kegelisahan publik, tim redaksi Men’s Obsession berbincang langsung dengan Sutan Emir Hidayat, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Ia cukup gamblang dan menyadarkan kita bahwa urusan halal tak sesederhana melihat logo.
Tidak Semua Label Halal Asal Luar Negeri Diakui di Indonesia
Pertama yang perlu kita pahami, tidak semua label halal di luar negeri dikeluarkan oleh otoritas negara. Banyak juga yang berasal dari lembaga swasta yang menjalin kerja sama dengan Indonesia lewat skema Mutual Recognition Arrangement (MRA). Tujuan MRA ini sebenarnya untuk mempermudah distribusi produk halal antarnegara. Tetapi menurut Emir, kerja sama semacam ini tetap harus rutin dievaluasi. “Kalau dalam praktiknya ada celah yang membahayakan konsumen, maka kerja samanya perlu dikaji ulang. Jangan sampai tujuan perlindungan konsumen Muslim justru dikorbankan,” jelasnya.
Kalau Mengandung Babi, Ya Haram!
Emir menegaskan, tidak ada toleransi dalam soal kehalalan jika suatu produk mengandung babi. “Logo halal, siapa pun yang mengeluarkan, tidak bisa menutupi kenyataan bahwa babi itu haram secara qath’i. Ini bukan soal khilafiyah, ini soal hukum yang pasti,” ujarnya tegas.
Meski begitu, Emir juga mengingatkan agar publik tidak terburu-buru menelan informasi dari media sosial. Proses investigasi harus berjalan terlebih dahulu, dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan lembaga terkait. Jika benar ditemukan pelanggaran, maka konsekuensinya bisa sangat serius. “Kalau lembaga mitra tidak amanah, pengakuannya bisa dibatalkan,” tambahnya.
Jangan Hanya Lihat Logo, Cek Komposisinya
Kejadian ini, menurut Emir, seharusnya jadi momen reflektif bagi kita sebagai konsumen. Logo halal memang penting, tapi bukan satu-satunya penanda kehalalan. Yang tak kalah penting adalah membaca komposisi dan memahami bahan-bahan yang digunakan. Apalagi, bahan haram sering kali disamarkan dalam bentuk kode, seperti E-code. “Kalau ragu, pilih saja produk dengan sertifikat halal dari BPJPH. Sistem pengawasan kita cukup ketat dan ada audit berkala. Cek juga melalui website resmi BPJPH,” sarannya.
Sosialisasi Logo Halal Perlu Ditingkatkan
Sejak tahun 2022, Indonesia telah menggunakan logo halal baru secara nasional. Namun, banyak masyarakat yang masih belum familiar, dan bahkan sulit membedakan antara logo resmi dan logo halal dari luar negeri.
Menurut Emir, tugas edukasi ini tidak bisa dibebankan ke satu pihak saja. “Sosialisasi harus melibatkan semua: BPJPH, pemerintah daerah, perwakilan RI di luar negeri, pelaku usaha, sampai ritel. Semua harus ambil bagian,” ujarnya.
Ia juga menyoroti praktik tidak sehat di mana beberapa produk asing mencantumkan tulisan “halal” dalam aksara Arab hanya sebagai gimmick pemasaran, tanpa melalui proses sertifikasi yang valid.
Evaluasi Sertifikasi Asing Harus Tegas tapi Terukur
Kalau lembaga sertifikasi halal luar negeri terbukti lalai, evaluasi harus dilakukan. Jika hanya satu-dua kasus, bisa dilakukan pembinaan atau peringatan. Tapi kalau sudah sistemik, maka audit menyeluruh perlu dilakukan. Emir menegaskan, “Kita bisa beda pandangan soal cara penyembelihan, tapi bukan soal bahan yang jelas haram seperti babi. Itu bukan perbedaan fiqih, tapi pelanggaran prinsip.”
Perlindungan Konsumen Halal adalah Amanah Bersama
Emir juga mengingatkan perlindungan halal bukan hanya soal aturan teknis, tapi amanah moral dan agama. Semua pihak harus turun tangan, baik pemerintah pusat, daerah, hingga sektor swasta. Ini bukan tugas satu lembaga. “Kita bicara tentang perlindungan umat. Jangan sampai masyarakat tertipu hanya karena kurang informasi atau terlalu percaya pada label tanpa verifikasi,” ia menegaskan.
Jadi Konsumen Halal yang Cerdas
Di era globalisasi ini, literasi halal bagi konsumen menjadi semakin penting. Jangan hanya mengandalkan logo halal di kemasan. Pelajari komposisinya, kenali kode bahan tambahan, dan pastikan sertifikasi halal berasal dari lembaga terpercaya.
Berikut tips menjadi konsumen halal yang cerdas:
- Gunakan website resmi BPJPH untuk mengecek produk tersertifikasi halal
- Kenali kode bahan (seperti E-code) yang mungkin berasal dari babi atau alkohol
- Cek siapa lembaga yang mengeluarkan sertifikat halal
- Kalau ragu, pilih produk dengan label halal resmi dari Indonesia
- Jangan hanya percaya tulisan “halal” dalam huruf Arab tanpa verifikasi